Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
WWE for Dummies (Part 1): Beneran atau Bohongan, Sih?
11 Januari 2017 13:26 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
Gulat profesional datang ke layar perak audiens Indonesia pada paruh kedua dekade 1990-an. Pionirnya kala itu adalah WCW (World Championship Wrestling) yang merupakan promosi bentukan Ted Turner, pendiri CNN.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, WCW adalah promosi terbesar gulat profesional di Amerika Serikat dan mereka punya bintang-bintang besar seperti Sting dan Goldberg. Di saat yang bersamaan, WWF (World Wrestling Federation) yang usianya lebih tua justru sedang berada di titik nadir. Setelah "Golden Era" yang membawa mereka mendunia pada dekade 1980-an, WWF kehilangan banyak pegulatnya, seperti Kevin Nash, "Macho Man" Randy Savage (nama asli: Randy Poffo), dan Hulk Hogan (nama asli: Terrence Bollea), yang menyeberang ke WCW.
Namun masa jaya WCW itu tidak bertahan lama. Terinspirasi dari Montreal Screwjob*, Vince McMahon, pemilik sekaligus chairman WWF, kemudian membawa WWF ke sebuah era baru yang diberi tajuk "Attitude Era". Era yang berlangsung dari 1997-2001 itu kemudian menjadi titik balik promosi gulat ini.
ADVERTISEMENT
Dengan bintang-bintang muda yang lebih segar, Vince McMahon membawa promosinya itu ke titik yang bahkan tidak mampu disamai "Golden Era"-nya. Bersama "Attitude Era", jangkauan WWF tak hanya makin luas, ia juga kemudian menjadi hegemon di dunia gulat profesional. Bahkan, WCW pun mampu dibuat bertekuk lutut hingga akhirnya diambilalih oleh Vince McMahon dan dijalankan oleh putranya, Shane, pada 2001. Sejak itulah, meski masih sangat banyak promosi gulat profesional lain seperti Total Nonstop Action (TNA), Lucha Underground (gulat profesional ala Meksiko), dan New Japan Pro Wrestling (NJPW), nama WWF-lah yang menjadi identik dengan gulat profesional.
"Attitude Era" WWF inilah yang memperkenalkan penonton Indonesia pada bintang-bintang (yang kini statusnya sudah menjadi) legendaris seperti The Rock (nama asli: Dwayne Johnson), "Stone Cold" Steve Austin, Hunter Hearst Helmsley/Triple H (nama asli: Paul Levesque), The Undertaker (nama asli: Mark Calaway), Kane (nama asli: Glenn Jacobs), hingga Chris Jericho (nama asli: Christopher Irvine) yang kini masih aktif berlaga.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, pada awal 2000-an, demam WWF melanda. (Hampir) semua bocah (laki-laki) seumuran saya ketika itu terobsesi olehnya. Meski sudah jelas-jelas ada peringatan "Don't try this at home", semua ingin mempraktikkan apa yang biasa kita tonton di televisi. Tentu yang coba dipraktikkan ketika itu adalah gerakan-gerakan yang kami pikir "aman" seperti Stunner-nya atau Choke Slam milik Kane. Gerakan-gerakan ekstrem seperti Swanton Bomb milik Jeff Hardy, Pedigree punya Triple H, atau Tombstone-nya Undertaker hanya mampu kami lakukan lewat video game atau di angan-angan.
Nah, meski gerakan-gerakan yang kami coba ketika itu tergolong "tidak berbahaya", para orang tua tetap cemas. Ya kalau cuma berhenti di situ. Bagaimana kalau kami kemudian nekat dan mencoba Swanton Bomb dari lantai dua? Atas kekhawatiran itu, protes pun kemudian dilayangkan dan WWF lenyap dari layar perak.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun berselang, tepatnya pada 2005, WWF kembali. Tetapi ketika itu namanya bukan lagi "WWF", melainkan WWE. Kata "Federation" diganti dengan "Entertainment". Barangkali itu juga berfungsi sebagai penegasan bahwa yang namanya gulat profesional itu tujuannya ya memang untuk hiburan; bukan soal menang-menangan.
Ketika WWE kembali itu, era sudah berubah. "Attitude Era" berganti menjadi "Ruthless Aggression Era". The Rock diganti oleh John Cena, Edge tak lagi bersama Christian, dan D-Generation X hanya tinggal berdua -- Shawn Michaels dan Triple H. Meski harus menyesuaikan diri dengan berbagai tokoh dan cerita baru, apa yang ada tetap disikat. Kalau dasarnya sudah gandrung, mau diapakan lagi?
Tetapi itu pun tak bertahan lama karena WWE jilid dua itu cuma bertahan beberapa bulan. Entah apa yang membuat Lativi ketika itu menyingkirkan tayangan itu dari layar kaca. Mungkin karena perkara rating, mungkin juga karena omelan para orang tua yang khawatir.
ADVERTISEMENT
***
Gulat profesional (selanjutnya disebut WWE saja, biar mudah dan ringkas), bagi mereka yang sudah benar-benar paham, adalah sebuah eskapisme; sebuah jalan untuk sejenak melupakan beban hidup untuk menyaksikan para atlet saling banting dan saling tiban di atas ring. Bodoh? Mungkin. Konyol? Jelas. Tetapi hiburan apa sih yang tidak konyol? Tetapi, meskipun "secara teknis" ia merupakan hiburan, bukan berarti apa yang kita saksikan di televisi itu semuanya pura-pura.
Para penggemar gulat profesional sering dibuat gusar oleh pernyataan yang menyebut bahwa WWE itu hanya pura-pura. Dibantingnya tidak sungguh-sungguh lah, dipukulnya tidak kena lah, dan masih banyak lagi. Nah, untuk memperjelas apa-apa yang beneran dan apa yang tidak itulah "WWE for Dummies" ini dibuat.
ADVERTISEMENT
Ada yang Sungguhan, Ada Pula yang Tidak
Pertanyaan "WWE beneran atau enggak" ini adalah pertanyaan klasik yang sebenarnya dapat dengan mudah diluruskan. Jawabannya pun sederhana: tergantung.
Ya, tergantung beneran yang dimaksud beneran yang seperti apa. Kalau kita bicara soal hasil pertarungan, saya dengan yakin bisa mengatakan tidak. Semua hasil pertarungan di WWE itu sudah ditentukan sebelum pertarungan berjalan. Alasannya adalah karena semua yang terjadi di WWE adalah cerita. Semua rivalitas, semua pertarungan, semua promo** yang dilakukan adalah bagian dari jalan cerita.
Dalam gulat profesional, ada istilah kayfabe, atau yang dalam dunia perfilman merupakan gabungan dari plot, penokohan, dan script. Di kayfabe itulah semua dituliskan. Mulai dari jalan cerita, isi dialog atau monolog, bahkan urut-urutan gerakan, semua ada di sana. Kayfabe ini sendiri dibikin oleh tim kreatif sebuah promosi gulat profesional.
ADVERTISEMENT
Kalau begitu, terus beneran-nya di mana?
Nah, ini menarik. Beneran-nya WWE terletak di mayoritas gerakan yang dilakukan para pegulat di atas ring, khususnya soal bantingan dan loncatan. Kalau mereka jatuh ya benar-benar jatuh. Kalau ada yang mengatakan bahwa "jatuhnya enak karena ringnya empuk", tolong jangan dipercaya karena meski sudah diberi bantalan busa, tetap saja bantalan itu tidak akan mampu menyerap semua benturan yang terjadi antara si pegulat dengan kayu yang dilapisi oleh busa tersebut. Coba saja dengarkan suara yang ditimbulkan tiap kali ada seseorang yang dibanting ke atas ring. Tentu yang terdengar adalah suara "krak" khas kayu.
Selain soal bantingan dan loncatan, aksi beneran lain dari WWE adalah pukulan ke arah tubuh, entah itu menggunakan tangan kosong maupun senjata-senjata yang disediakan di sekeliling ring seperti kursi atau tongkat kendo. Akan tetapi, untuk pukulan ke arah wajah, WWE berusaha keras untuk menghindarinya karena sebagai olahraga hiburan, wajah para superstar tentu merupakan salah satu aset yang berharga.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, WWE ini adalah sinetron ber-steroid. Meski sudah ada jalan ceritanya, tetap saja stunt yang dilakukan para pegulat itu menuntut kemampuan atletik yang tidak sembarangan. Coba lihat video di bawah ini kalau Anda masih ragu soal keabsahan kemampuan atletik para pegulat profesional.
Video di atas adalah kompilasi gerakan-gerakan seorang AJ Styles ketika dia masih bergabung di TNA dulu. Sekarang, AJ Styles adalah pemegang sabuk World Champion SmackDown! Live. Gerakan-gerakan yang dilakukan AJ Styles itu tentu tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Perlu keterampilan khusus yang hanya bisa didapat melalui latihan selama bertahun-tahun. Jatuh-bangun dan rasa sakit yang mereka derita sudah jadi bagian dari hidup yang mereka dedikasikan untuk eskapisme khalayak itu tadi.
ADVERTISEMENT
Laiknya atlet profesional lainnya, kerja mereka tak pernah berhenti. Jika tak sedang berlaga, mereka pasti akan mengisi hari-harinya dengan berlatih. Tak hanya melatih kemampuan individual, tetapi juga melatih koreografi gerakan yang sudah tercantum di dalam kayfabe tadi. Ya, Anda tidak salah dengar. Koreografi. Semua pertandingan gulat profesional pada dasarnya adalah koreografi. Jika seorang pegulat melakukan gerakan A, maka lawannya harus melakukan gerakan B, misalnya. Tujuannya adalah agar pertama, sedap dipandang, dan kedua, menghindari cedera. "Stone Cold" Steve Austin adalah salah satu contoh pegulat profesional yang kariernya harus berakhir lebih cepat karena kesalahan dalam eksekusi koreografi itu tadi.
Adapun, kesalahan dalam eksekusi koreografi dalam gulat profesional disebut dengan istilah botch. Kesalahannya bisa berupa keterlambatan bereaksi atau kesalahan dalam mengeksekusi sebuah gerakan. Nah, botch inilah yang kemudian bisa berpotensi menyebabkan cedera parah itu tadi.
ADVERTISEMENT
Nah, karena ini semua bertujuan sebagai hiburan, maka untuk menentukan siapa-siapa saja yang mendapat push, jalan cerita (biasanya berupa feud dengan pegulat atau faksi lain), atau gelar juara, maka kemampuan yang dilihat dari seorang pegulat tak hanya kemampuan atletiknya saja. Selain kemampuan mengeksekusi gerakan dengan baik, kebolehan dalam melakukan promo juga jadi pertimbangan tersendiri. The Rock, "Stone Cold" Steve Austin, dan Chris Jericho adalah contoh pegulat-pegulat yang mampu melakukan promo dengan baik. Mereka-mereka yang ahli dalam melakukan promo ini biasanya memiliki catchphrase yang jadi favorit banyak orang. The Rock, misalnya, punya "It doesn't matter what your name is", kemudian Stone Cold punya "Because Stone Cold said so", sedangkan Chris Jericho dengan "You just made the list"-nya. Itulah mengapa, meski pada akhirnya semua gelar dan kemenangan itu ditentukan lewat script, bukan berarti WWE tidak kompetitif.
ADVERTISEMENT
Justru, dengan banyaknya faktor yang menjadi pertimbangan untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi juara ini kompetisi mereka tak pernah berhenti, meski itu semua terjadi di balik layar. Para bos tentu tahu siapa-siapa yang bekerja paling keras baik itu untuk meningkatkan kemampuan dalam mengeksekusi gerakan maupun untuk meningkatkan kualitas promo. Tentu ada pula alasan komersial seperti siapa yang kira-kira bakal bisa mendatangkan banyak pemasukan, khususnya lewat penjualan merchandise, untuk menentukan siapa yang akan diberi push. Bayley, misalnya. Pegulat berusia 27 tahun ini adalah salah satu pegulat yang merchandise-nya paling banyak terjual dan kini dia mendapat push untuk ber-feud dengan juara RAW Women's Championship, Charlotte Flair. Padahal, Bayley baru tahun lalu promosi dari NXT (divisi developmental WWE).
ADVERTISEMENT
Nah, dari sini sebetulnya dapat disimpulkan bahwa para pegulat WWE itu sejatinya ya memang atlet betulan. Mereka mungkin tidak semuanya punya kemampuan bela diri seperti Brock Lesnar atau Ken Shamrock, tetapi dengan segala yang mereka lakukan, menurut Anda sendiri WWE beneran atau tidak?
*) Montreal Screwjob adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut pengkhianatan Shawn Michaels dan Vince McMahon terhadap Bret "The Hitman" Hart di Survivor Series Montreal 1997. Untuk lebih lengkapnya, sila buka tautan ini.
**) Promo adalah istilah untuk menyebut monolog dan dialog dalam gulat profesional.