Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Aksi Makan Mayit Dianggap Langgar Norma Kesusilaan
28 Februari 2017 16:24 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT

Aksi #MakanMayit yang diusung oleh seniman muda Indonesia Natasha Gabriella Tontey menimbulkan kontroversi dari berbagai pihak, khususnya di media sosial. Banyak yang memberi apresiasi, namun tidak sedikit yang mengecam karya seni berbentuk tubuh bayi dan otak bayi yang disuguhkan dalam pameran di Footurama Jakarta Januari lalu.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengaku dangat menyayangkan hal tersebut. Karya seni anak bangsa seharusnya adalah bentuk ekspresi dan kreativitas yang diciptakan dan mengandung unsur keindahan, bukan justru melanggar norma kesusilaan, kepatutan, dan agama.
"Negara ini melindungi anak-anak Indonesia sejak mereka masih dalam kandungan. Hal tersebut tidak tercermin dalam karya seni ini”, tutur Menteri Yohana menanggapi fenomena tersebut seperti dikutip dari situs resmi Kemenpppa.go.id, Selasa (28/2).
Makanan tersebut tidak hanya berbentu tubuh dan otak bayi, namun juga penggunaan ASI yang dinilai merupakan suatu hal di luar akal sehat serta tidak lazim untuk dilakukan. Menteri Yohana menjelaskan, hal itu sangat rentan memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan jika digunakan akan menimbulkan protes.
ADVERTISEMENT
“Belum lagi dampak bagi anak-anak kita yang melihat pesan visual ini melalui media sosial. Bukan hal yang mustahil anak-anak akan meniru perilaku tersebut,"tambahnya.
Oleh karena itu, Kementerian PPPA mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menyebarluaskan kembali foto-foto tersebut terutama di media sosial. Hal itu berarti kamu juga ikut berkontribusi dalam penyebarluasan konten negatif untuk anak-anak.
Menurut pasal 28 c UUD 1945 ayat 1, setiap orang berhak mengembangkan diri dan mendapat jaminan atas hal itu asalkan tidak bertentangan dengan norma kepatutan dan nilai-nilai hidup dalam masyarakat.
“Kami juga mendesak kepolisian untuk menindaklanjuti kasus ini karena karya seni ini telah melanggar norma kesusilaan, kepatutan, agama dan bila terbukti melanggar UU akan dikenakan Pasal 27 ayat 1 Undang- Undang ITE dan pasal 282 ayat 3 KUHP kesusilaan," demikian tutup Menteri Yohana dalam pernyataan resminya.
ADVERTISEMENT