Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Lebaran Idul Fitri tak hanya dimanfaatkan masyarakat dengan berlibur. Banyak juga masyarakat yang berziarah ke makam wali songo.
ADVERTISEMENT
Di Kudus, Jawa Tengah misalnya. Libur lebaran, banyak masyarakat yang berziarah ke Makam Sunan Muria. Bukan hanya warga lokal, banyak juga pemudik dengan pelat B, pelat D, hingga pelat AD yang datang berziarah ke Makam Sunan Muria.

Makam Sunan Muria atau Raden Mas Said ada di ketinggian Gunung Muria di Colo, Kudus. Lokasi makamnya sekitar 19 Km dari Kota Kudus.
kumparan (kumparan.com) pada Selasa (27/6) sempat juga menyambangi makam Sunan Muria. Dengan roda empat, waktu tempuh sekitar 1 jam dari Kota Kudus hingga sampai di lokasi.
Perjalanan terbilang seru, karena jalan yang relatif mulus dan pemandangan hijau di kanan dan kiri jalan. Lokasi Gunung Muria memang berada di ketinggian.
Peziarah akan dimintai tiket masuk kawasan wisata Colo, per orang Rp 2.500. Ini kutipan resmi dengan tiket, dari petugas berseragam PNS.

Sekitar pukul 10.00 WIB, kumparan tiba di kawasan makam Sunan Muria. Di sekitar lokasi makam sudah penuh ribuan orang. Sulit juga mencari tempat parkir, tapi akhirnya sedikit agak jauh sekitar 200 meter dari pintu gerbang area makam, ada juga lokasi untuk parkir.
ADVERTISEMENT
Ada dua cara untuk ke makam Sunan Muria. Dengan berjalan kaki, mendaki 430-an anak tangga atau dengan ojek yang tarifnya sekitar Rp 20 ribu.

kumparan mencoba dahulu mendaki tangga. Setapak demi setapak mencoba menggapai makam Sunan Muria. Sepanjang perjalanan, walau mendaki, tetapi sudah tertata rapi dengan semen.
Di kanan kiri jalan juga banyak pedagang dengan kios permanen yang menjual makanan minuman sampai kerajinan tangan. WC umum juga banyak tersedia. Jadi ibarat kata, seperti berpesiar saja.
Setelah mencoba setengah perjalanan, demi menghemat waktu, kumparan akhirnya di tengah pendakian memilih menggunakan ojek, tepatnya di pos 3.
Di beberapa titik pendakian memang ada beberapa pos ojek. Ini sebagai langkah berjaga-jaga apabila ada peziarah yang tak kuat dan akhirnya memilih naik ojek.

Singkat cerita, dengan ojek sekitar 10 menit, kumparan akhirnya tiba di Makam Sunan Muria. Di lokasi peziarah diberi dua pilihan mau ke masjid atau mau ke makam dahulu. Bebas semua bisa memilih.
ADVERTISEMENT
kumparan menyambangi dahulu Masjid Sunan Muria. Setelah berwudhu di lantai bawah dengan air yang dingin, karena di pegunungan, lalu naik ke tangga masjid.

Di dalam masjid sendiri ada peninggalan Sunan Muria berupa mimbar dan juga tempat imam salat yang dilindungi cungkup dari batu. Pondasi masjid juga terlihat peninggalan era Sunan Muria.
Konon dikutip dari buku 'Sunan Muria Today', yang diterbitkan pengelola Makam Sunan Muria, masjid ini pernah dibakar Sunan Muria, karena waktu itu dipuji Sunan Kudus, masjidnya bagus.
Sunan Muria tak suka pujian, dan karena khawatir menjadi sombong, masjid dia bakar.

Setelah selesai di masjid, kumparan menyambangi makam. Sebelum masuk ke area makam, ada petugas yang berjaga. Peziarah diarahkan berwudhu terlebih dahulu. Di dekat tangga naik ke area makam memang ada tempat wudhu.
ADVERTISEMENT
Apabila selesai berwudu akan dipersilakan masuk ke bagian dalam. Peziarah tidak langsung masuk ke area makam, tetapi akan berjalan berputar dahulu ke beberapa area bangunan. Ini mungkin guna mengurangi penumpukan di kawasan makam.

Ada juga penjaga makam di beberapa titik. Dan sebelum masuk ke bagian inti, ada petugas pendaftaran. Kalau mau menuliskan nama sebagai peziarah dipersilakan, di sini juga dijual buku sejarah Sunan Muria.
Setelah itu peziarah bisa masuk ke dalam area makam Sunan Muria. Pada Selasa siang itu, di makam tampak penuh. Makam itu sendiri tak bisa dilihat karena ditutupi kain putih.
Lantunan pembacaan surah Yasin dan tahlil terdengar jelas dari mulut peziarah. Beberapa orang terlihat berdoa dengan khusyuk.
ADVERTISEMENT
Oh iya, sebelum masuk ke area makam, ada tulisan besar dan jelas, para peziarah diminta berdoa dan meminta hanya kepada Allah.
Banyak peziarah yang berlama-lama di depan makam, karena memang tidak dibatasi waktunya.

Setelah selesai bertakziah di makam, peziarah biasanya meminta air. Banyak juga peziarah yang membawa botol air mineral atau meminum langsung air dari mata air di dekat makam.
Percaya tidak percaya banyak peziarah yang meyakini air yang dahulu digunakan Sunan Muria untuk berwudhu dan juga untuk kebutuhan dapur itu berkhasiat.

Sebenarnya oleh-oleh khas dari kawasan Gunung Muria ini bukan hanya air dari mata air itu saja, ada juga buah parijoto.
Buah ini berwarna ungu dan rasanya sepet. Buah ini banyak dijual pedagang di sekitar makam.
ADVERTISEMENT
Konon buah ini bisa menjadi obat kesuburan dan bagi perempuan hamil bisa mendapatkan anak yang tampan atau cantik, wallahualam. Mungkin karena buah ini mengandung antioksidan. Buah ini dijual mulai dari harga Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu.
Sekali lagi itu hanya kepercayaan masyarakat saja.
Kabarnya dahulu buah ini yang dimintakan istri Sunan Muria ke suaminya saat mengidam.

Selain itu ada juga kulit naga, kulit pohon dari Gunung Muria yang bisa mengusir tikus, kecoa, dan lainnya.
Jadi katanya tinggal diletakkan di sudut rumah, tikus tak akan datang ke rumah.
Kulit pohon ini dijual Rp 8 ribu. Si pedagang sendiri amat yakin kulit pohon dengan motif unik itu bisa mengusir tikus.
ADVERTISEMENT

Azan zuhur berkumandang, perjalanan berziarah ke makam Sunan Muria pun berakhir. Dalam hitungan menit, mereka yang berada di makam juga bergerak ke masjid, menunaikan yang utama salat lima waktu.