Cerita Para Perempuan Mesir yang Merasa Sulit Kenakan Hijab

28 Juni 2018 18:25 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Perempuan Hijab (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perempuan Hijab (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Mesir menjadi salah satu negara yang didominasi oleh penduduk dengan mayoritas beragama Islam. Jika dicermati, pemakaian hijab mungkin bukanlah isu yang umum diperbincangkan mengingat hijab menjadi hal yang lumrah dikenakan di negara dengan mayoritas Muslim tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, hal tersebut berbeda dari yang diceritakan oleh Dalia Anan, perempuan kelahiran Mesir yang kini berkerja di industri IT di Inggris.
“Lebih mudah mengenakan hijab di London, daripada di Kairo,” papar perempuan 47 tahun ini. “Saya merasa dihakimi saat berada di Mesir ketimbang di sini.”
Dilansir BBC, Dalia menceritakan bahwa dahulu Mesir menjadi tempat yang sangat terbuka dan ramah kepada para perempuan yang memilih untuk mengenakan hijab.
Namun, beberapa tahun belakangan ini, terdapat suatu perubahan terutama dari perempuan-perempuan kalangan atas. Perempuan yang mengenakan hijab dianggap 'kelas bawah'. Bahkan Dalia mengaku ia pernah ditolak masuk di dua restoran mewah hanya karena berhijab.
“Di beberapa waktu, Anda bahkan tak diperbolehkan untuk masuk ke sebuah restoran atau tempat ‘keren’ lainnya, terutama di daerah North Coast,” papar Dalia.
ADVERTISEMENT
Di wilayah North Coast, terdapat banyak resort mewah yang mengahadap laut Mediterania. Area tersebut menjadi destinasi utama dalam menghabiskan musim panas, terutama di hari terakhir Ramadhan menjelang Idul Fitri.
“Saya tak bisa menyangka bahwa di Mesir, saya harus menanyakan terlebih dahulu apakah suatu tempat memperbolehkan penggunaan hijab atau tidak,” papar Dina Hisham, perempuan Mesir yang juga mengalami hal serupa.
Bahkan, beberapa resort tak mempebolehkan penggunaan burkini atau diving suits.
“Permasalahannya adalah, secara tak disadari, hijab menjadi hal yang dikategorikan sebagai ‘kelas bawah’, dan dilarang pada beberapa tempat,” ungkap Dina yang kini mengambil studi di York University, Toronto, Kanada.
Dalam penjelasan Dina, kini, kaum ‘kelas atas’ dianggap sebagai seseorang yang memiliki banyak uang, berbicara bahasa Inggris daripada Arab, dan memiliki ‘pandangan luas’, yang berarti mengkonsumsi alkohol dan berpakaian terbuka.
ADVERTISEMENT
Permasalahan ini sangat umum terjadi, hingga perempuan yang mengenakan hijab seringkali mendapatkan pertanyaan seperti: ‘Mengapa Anda masih menggunakan hijab?’
Hal ini dikarenakan, para perempuan kelas atas banyak yang mulai melepas hijab mereka.
Nike Hijab (Foto: Nike)
zoom-in-whitePerbesar
Nike Hijab (Foto: Nike)
Manal Rostom, salah satu model Nike yang berhijab, bahkan menyatakan ini menjadi ’anti-hijab era’.
“Semua teman dan keluarga saya telah melepas hijab mereka dan terus mengatakan mengapa saya menjadi satu-satunya yang masih mengenakannya,” jelasnya.
Surviving Hijab (Foto: Surviving Hijab)
zoom-in-whitePerbesar
Surviving Hijab (Foto: Surviving Hijab)
Atas tekanan dari orang sekitarnya tersebut, kini Manal membentuk sebuah grup di Facebook dengan nama ‘The Surviving Hijab’. Tak serta merta sebuah komunitas biasa, grup ini didirikan untuk membantu para perempuan yang mendapatkan tekanan untuk tetap mempertahankan hijab mereka. Kini grup tersebut sudah memiliki 620 ribu pengikut, yang sebagian besar berasal dari Mesir.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya grup khusus saja, Heba Mansour, membentuk sebuah kampanye bertajuk #MyChoice. Sebuah kampanye untuk mendukung bahwa Anda para perempuan berhijab, tidaklah sendirian.