Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita si Tangan Renta yang Jadi Inspirasi Lurik Edward Hutabarat
24 Agustus 2017 14:23 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Edward Hutabarat, batik, dan lurik.
Sulit rasanya untuk membayangkan tiga hal ini hidup secara terpisah. Ya, desainer ternama Indonesia yang akrab disapa Bang Edo ini memang terkenal begitu mencintai budaya lokal.
ADVERTISEMENT
Rasa cintanya ini tertuang dalam setiap karya yang dihasilkannya. Puluhan tahun berkiprah di industri mode Tanah Air, Bang Edo secara konsisten melestarikan batik sebagai kain tradisional Indonesia.
Bisa dikatakan, pria berkacamata ini merupakan sosok berjasa yang berhasil mengangkat kain batik ke level yang berbeda. Berkat kegigihan, tangan dingin, dan kreatifitasnya, batik sukses disulap jadi busana indah nan berkelas.
Sukses dengan batik, kini giliran kain lurik yang dilirik Bang Edo. Menurutnya, kain yang jadi ciri khas Jawa ini sudah mulai terlupakan oleh masyarakat Indonesia.
Padahal, kain tradisional ini tak kalah cantik dan butuh proses pembuatan yang tidak mudah. Dibutuhkan sepasang tangan terampil untuk bisa menghasilkan sehelai kain lurik. Dan mirisnya, pengrajin lurik yang ada di Klaten hampir seluruhnya berusia lanjut.
ADVERTISEMENT
Meski telah menyaksikan video ini berulang kali, Bang Edo tetap tak kuasa membendung air matanya. Menatap sepasang tangan renta tersebut membuat pria paruh baya ini menangis terharu.
"Setiap saya melihat (video) lurik itu, saya selalu begitu terharu," ujar Bang Edo mencurahkan isi hatinya di Nomz Kitchen, Jakarta Pusat, Rabu (23/8).
"Ada seorang ibu (penenun), saya pertama bertemu enam tahun lalu, saya berhasil mengabadikan senyumnya yang begitu sumringah. Namun kini matanya sudah buta, dia hanya bisa mengenali saya dari gelang yang saya pakai, itu di Kampung Cawas," tuturnya perlahan dengan suara bergetar.
Bang Edo juga bercerita bahwa ia memandang kain lurik lebih dari sekedar kain tradisional. "Kain indonesia itu adalah kain peradaban, saya bisa menuturkan statement ini bukan dari buku, tapi waktu saya bertemu lurik berpuluh-puluh tahun lalu saat saya berkeliling Indonesia dari Sabang sampai Merauke," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Kenapa kain peradaban? Karena kain itu dipergunakan untuk melengkapi sebuah seremoni," kata dia. Mulai dari upacara kelahiran, pernikahan, hingga kematian, tak ada satupun yang luput dari kehadiran kain tradisional.
Rasa cinta ini coba disampaikan Bang Edo lewat peragaan busana bertajuk 'Tangan-Tangan Renta'. Fashion show yang menjadikan lurik sebagi primadona ini digelar sebagai acara pembuka dari rangkaian pameran 'Tangan-Tangan Renta'.
Saat menyaksikan puluhan busana ready-to-wear itu diperagakan, kumparan pun langsung terpikat oleh keceriaan warna lurik yang ditampilkan. Sungguh cantik!
Meski simpel, Bang Edo mampu membuktikan bahwa kain lurik yang dianggap 'murah' tersebut bisa disulap jadi busana menawan. Sentuhan nuansa pastel seperti cokelat muda, oranye, biru, dan abu-abu mewarnai ke-25 busana ini. Sungguh merupakan perpaduan sempurna antara nuansa etnik dan modern.
Penasaran dan ingin mengenal lurik dengan lebih jauh? Kamu bisa datang mengunjungi pameran 'Tangan-Tangan Renta' di Pelataran Ramayana, Hotel Indonesia Kempinski.
Pameran ini berlangsung mulai 23 Agustus hingga 28 Agustus 2017. Di sana, kamu juga bisa bertemu dan berbincang langsung dengan sang maestro, Edward Hutabarat. Tunggu apa lagi?
ADVERTISEMENT