Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Atlet disabilitas down syndrome Stephanie Handojo (27) terus melakukan yang terbaik untuk mencapai hasil yang maksimal. Ia membuktikan dengan sederet prestasi yang tak main-main.
ADVERTISEMENT
Walaupun nama Stephanie Handojo besar di dunia olahraga renang, bukan berarti prestasi yang didapat Fani, panggilan akrabnya, hanya dari situ saja. Fani juga memiliki bakat tinggi dan berprestasi di dunia musik.
Fani menyukai musik karena sang ibunda, Maria Yustina yang akhirnya memilihkan kursus piano bagi Fani. Tekun belajar dari usia 8 tahun, Fani pun piawai memainkan berbagai jenis. Salah satu lagu yang sangat ia sukai adalah Ballade Pour Adeline dari pianis favoritnya, Richard Clayderman.
“Dari kecil Mama selalu memutarkan lagu-lagu kalau Fani sedang makan atau bermain, dan mengajarkan Fani untuk bisa main piano,” jelas Fani ketika ditemui kumparan di kediamannya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Awalnya Maria mengenalkan nada-nada lagu dengan piano kecil ke Fani. Tujuannya untuk menstimulasi otak kiri dan kanan. Menurutnya, anak down syndrome sangat bagus diperkenalkan musik terutama piano.
Maria mengatakan belajar piano membutuhkan fokus, koordinasi dan gerakan kedua tangan. “Dengan berbagai kegiatan untuk mencapai hasil maksimal. Saya arahkan dan ajarkan berenang dan bermain piano. Renang untuk motorik sedangkan piano untuk menstimulasi otaknya,” tutur ibunda Fani, Maria.
Pada usia 8 tahun, Maria Fani mulai belajar piano bersama guru les yang datang ke rumah.
Konsistensi Fani belajar piano dari kecil membuahkan hasil yang luar biasa. Kemampuan Fani bermain piano mengundang decak kagum beberapa pihak. Pada suatu kesempatan, Fani diundang ke beberapa acara talk show di stasiun televisi swasta, ia harusnya berduet dengan Giring Nidji untuk memainkan lagu Laskar Pelangi. Sayang Giring tidak dapat hadir pada kesempatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Penampilan Fani sebagai seorang anak down syndrome berprestasi yang lihai bermain piano, mencuri perhatian MURI (Museum Rekor Dunia-Indonesia). Pada 2009, Stephanie Handojo ditantang memecahkan rekor MURI untuk memainkan 22 lagu secara non-stop dengan piano di Semarang
Tantangan itu membuat Maria bingung. Pasalnya Fani hanya diberikan waktu 1,5 bulan latihan untuk memainkan puluhan lagu. Jumlah itu tentu tidak sedikit. Fani harus memainkan lagu-lagu klasik, Inggris, Indonesia, Mandarin, Jawa, Pop, dan lagu natal. Serta satu lagu wajib yang harus dimainkan, yaitu Tanah Tumpah Darahku.
“Setelah saya berunding dengan guru piano Fani, saya menyetujui kesempatan ini. Akhirnya saya dan gurunya siapkan Fani untuk memainkan 22 lagu,” kata Maria.
Untuk rekor MURI ini, Fani latihan piano selama empat sampai lima jam dalam sehari. Selang satu jam Fani beristirahat sebentar, lalu lanjut latihan lagi.
ADVERTISEMENT
“Kasihan sekali. Benar-benar latihan yang melelahkan, tapi Fani tetap semangat sampai matanya juling. Bersyukur sekali Fani bisa bekerjasama dengan baik, juga guru pianonya, kita benar-benar harus kompak,” tutur Ibunya.
Akhirnya Fani berhasil mencetak rekor MURI sebagai anak down syndrome pertama yang memainkan 22 lagu dengan piano non-stop.
Kemahiran Stephanie bermain piano dipamerkannya saat kumparan datang ke kediamannya. Stephanie memainkan lagu Kiss the Rain dari Yiruma.
Deretan Penghargaan yang Mengagumkan
Di rumahnya, bejibun penghargaan Stephanie tampak tertata rapi di dinding dan dalam lemari. Potret diri Fani bersama bersama Presiden Indonesia Joko Widodo, presiden ke-enam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, hingga deretan menteri juga terpajang dengan rapi. Segala sertifikat yang Fani dapatkan juga dipajang berdempetan.
ADVERTISEMENT
Di antara penghargaan yang dipajang, terlihat foto Fani sedang membawa obor. Foto itu adalah saat Fani terpilih menjadi pemegang obor di Olimpiade London 2012. Dalam acara pembukaan kompetisi olahraga bergengsi tersebut, Fani menjadi orang down syndrome satu-satunya yang berkesempatan memegang obor. Ia terpilih dari 12 juta anak di 20 negara yang diseleksi oleh Unicef dan British Council, dalam program International Inspiration.
“Fani selalu memberi semangat teman-teman semuanya. Maksimalkan apa yang kamu bisa bukan yang tidak kamu bisa,” tegasnya.
Prestasi itu ia raih setelah mendapat medali emas di Special Olympics World Summer Games 2011. Stephanie telah mendobrak keterbatasannya. Dia membuktikan pada dunia bahwa dirinya bisa lebih dari hebat. Stephanie memberikan contoh pada teman-teman penyandang down syndrome bahwa mereka bisa maju dan berprestasi. Bukan untuk di-bully ataupun dipandang sebelah mata.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Stephanie masih ingin mengejar prestasi di bidang olahraga lain. Tahun 2016 akhir, Fani mulai menggeluti bowling. Alasannya supaya lebih meningkatkan daya fokus. Bukan itu saja, Fani juga memiliki visi untuk hobi barunya ini. Ia ingin kembali mendapatkan medali emas, dan menjadi juara dunia atlet bowling untuk Indonesia.
“Ya berusaha, berjuang, dan bisa dapat medali emas sebanyak mungkin untuk mewakili Indonesia,” tutup Fani.