Geliat Turban, Citranya Sebagai Simbol Budaya, Identitas Agama & Mode

11 September 2018 19:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Geliat Turban  (Foto: dok. REUTERS/Tony Gentile, Wikmedia Commons,Pixabay, Instagram @dinatokio )
zoom-in-whitePerbesar
Geliat Turban (Foto: dok. REUTERS/Tony Gentile, Wikmedia Commons,Pixabay, Instagram @dinatokio )
ADVERTISEMENT
Istilah turban di Indonesia tentunya sudah tak asing lagi di kalangan masyarakat kita. Penggunaannya dalam berbusana sehari-hari sering diasosiasikan sebagai wujud ekspresi agama tertentu.
ADVERTISEMENT
Tercatat turban sendiri merupakan penutup kepala yang terkenal digunakan perempuan di negara barat sejak era renaissance, yakni sekitar 1500 masehi.
Sedikit berbeda dengan benua biru, di beberapa negara muslim turban dikenal sebagai penutup kepala pria. Hal ini selaras dengan definisi dari Oxford Dictionaries yang mendefinisikan turban sebagai penutup kepala laki-laki yang terbuat dari kain panjang yang dililit di atas kepala.
Barulah saat memasuki abad ke-17 penggunaan turban menjadi bagian dari pilihan busana perempuan untuk tampil lebih glamour.
Meskipun tak ada catatan sejarah yang pasti tentang asal mula turban, namun banyak yang memercayai bahwa turban berasal dari daratan Timur Tengah. Tak heran, Nabi Muhammad SAW sering diasosiasikan sebagai contoh penggunaan turban.
ADVERTISEMENT
Turban sebagai simbol keagamaan
Penggunaan turban sendiri di berbagai negara pada dasarnya tak luput dari pengaruh agama. Tercatat turban paling banyak dikenal dari agama Islam, Sikhisme, Kristen, Yahudi hingga Rastafarian.
Misalnya saja agama sikh, agama monoteis yang masuk ke dalam lima agama terbesar di dunia dengan estimasi 27 juta pengikut ini terkenal dengan penggunaan turban atau destar.
Penganut agama yang berpusat di Punjab ini dikenal dengan identitasnya dalam menggunakan turban, gelang kara dan jenggot. Bagi penganut agama yang menggabungkann pemikiran agama Hindu dan Islam ini turban bukann sekedar kain penutup kepala semata. TUrban adalah mahkota bagi setiap orang dan simbol penghormatan pada Tuhan.
Berbagai jenis turban masa lalu (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Berbagai jenis turban masa lalu (Foto: Wikimedia Commons)
Selaras dengan kaum Yahudi, turban merupakan wujud ketundukan mereka pada Sang Pencipta. Kepala yang telanjang tanpa penutup apapun, dianggap sebagai bentuk kekurangajaran pada Tuhan.
ADVERTISEMENT
Namun, identitas tersebut bergeser saat umat Kristen dan Yahudi pada abad ke-7 berada di bawah kekaisaran Islam. Namun hingga abad ke-20 beberapa pendeta Yahudi masih ada yangn mengenakan turban. Bahkan dalam ajaran Yahudi Ortodox, perempuan yang telah menikah diharuskan untuk menutup rambutnya terlebih lagi saat sedang beribadah. Para perempuan Yahudi Ortodox tersebut menggunakan sejenis turban yang biasa disebut tichel.
Sedangkan dalam Islam, penggunaan turban di kalangan pria semakin meluas sebagai wujud dari upaya meniru Nabi Muhammad SAW.
Turban sebagai identitas budaya
Di Afrika, seperti Ethiopia dan Somalia, turban biasa digunakan oleh golongan aristokrat, pendeta atau pemuka agama, sultan, dan pegawai di pengadilan.
Di Nigeria, turban dikenal dengan yoruba yang biasa dikenakan perempuan untuk menunjukkan status pernikahan mereka. Bahkan dalam bahasa Xhosa (bahasa di Nigeria) perempuan yang mengenakan yoruba diasosiasikan sebagai 'good woman'.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan daerah-daerah di semenanjung Arab, ragam jenis penutup kepala laki-laki mereka dikenal dengan nama seperti keffiyeh, ghutrah, shumagh, atau ghabanah. Penutup kepala serupa turban mereka sebut gabhanah, merupakan tradisi yang hidup di antara kelas menengah.
Sedangkan di Indonesia juga mengenal penutup kepala sejenis turban yang dikenal dengan iket. Iket dianggap muncul sebagai pengaruh turban yang dibawa oleh orang-orang Gujarat, India, ke Indonesia melalui perdagangan sejak abad ke-13. Penggunaan iket pun beragam, Iket di Jawa sampai Bali memiliki banyak nama, seperti Udeng, Bendo, atau Totopong.
Iket dipercaya sebagai pelindung dari makhlus halus, selain fungsi praktisnya sebagai pelindung kepala. Di Bali, iket atau udeng biasa digunakan saat pergi ke Pura.
ADVERTISEMENT
Turban sebagai mode
Memasuki abad ke-17 penggunaan turban sebagai pilihan busana perempuan untuk tampil lebih glamour semakin mencuat.
Setidaknya hal tersebut terbesit dari lukisan gadis dengan anting-anting mutiara, 'a girl with a pearl earring' karya seniman asal Belanda Johannes Vermeer yang populer hingga kini.
Lukisan Jan Vermeer Girl with a Pearl Earring  (1665) (Foto: dok.Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Lukisan Jan Vermeer Girl with a Pearl Earring (1665) (Foto: dok.Wikimedia Commons)
Potret perempuan pada lukisan tersebut sering diasosiasikan sebagai simbol kecantikan perempuan kala itu, tak heran karya Vermeer ini dijuluki Mona Lisa dari utara atau "Mona Lisa Belanda". Lukisan ikonis yang diciptakan sekitar 1665 ini menampilkan sosok perempuan yang membungkus kepalanya dengan turban dalam balutan pakaian asal Turki.
Paul Poiret pada 1919 menghadirkan kembali turban sebagai aksesoris fashion dengan sentuhan gaya Eropa. Tercatat pada 1930, turban sempat menjadi simbol bagi perempuan berpendidikan, modis, dan penjelajah.
ADVERTISEMENT
Meskipun penggunaan turban sebagai aksesori perempuan berkembang di tanah Eropa, namun dalam perkembangannya hingga dikenal sebagai item fashion, hal ini tak luput dari perpanjangan tangan bintang Holywood yang menjadikan turban sebagai fashion statement mereka. Tercata nama seperti Gloria Swanson, Marlene Dietrich dan Greta Garbo, hingga Lana Turner turut mempopulerkan turban.
Gucci Turban (Foto: REUTERS/Tony Gentile)
zoom-in-whitePerbesar
Gucci Turban (Foto: REUTERS/Tony Gentile)
Memasuki tahun 2010 dan 2011 turban juga hadir dalam peragaan busana dunia misalnya saja di runway. Sedangkan pada 2018 turban juga menjadi headpieces yang tampil di runway koleksi Gucci fall 2018 di Milan atas rancangan desainer Alessandro Michele.
Turban sebagai fashion statetment juga muncul dari sosok ratu asal Timur Tengah, Sheikha Mozah.
Ia merupakan istri dari mantan penguasa Qatar pada tahun 1977, Emir Hamad bin Khalifa Al Thani. Sheikha adalah salah satu gambaran ratu Timur Tengah yang gencar menyuarakan isu-isu sosial. Misalnya saja isu pemberdayaan anak muda di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Sheikha Mozah (Foto: dok.Instagram @sheikhamozahfashion)
zoom-in-whitePerbesar
Sheikha Mozah (Foto: dok.Instagram @sheikhamozahfashion)
Dilansir Bright Side, perempuam bergelar Her Highness Sheikha Mozah binti Nasser Al Missned ini memiliki selera busana yang unik. Ia dikenal tak menolak tardisi berbusana negaranya tapi tidak melupakan sentuhan modern dalam pilihan pakaiannya. Ia merupakan sosok yang berperan dalam menjadikan turban sebagai tren fashion modern.
ADVERTISEMENT