Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Hati-Hati, Pukul Anak Bisa Sebabkan Kerusakan Otak dan Mental
24 Oktober 2017 11:07 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Saat melakukan kesalahan dan membuat orangtua marah, hukuman apa yang biasanya anda terima?
ADVERTISEMENT
kumparan (kumparan.com) yakin, sebagian besar dari Anda pasti pernah merasakan nyerinya pukulan orangtua yang mendarat di paha atau lengan. Memang harus diakui, orang tua zaman dulu masih senang menjadikan hukuman fisik sebagai cara untuk mendisiplinkan anak.
Meski kampanye anti kekerasan fisik terhadap anak sudah gencar dikumandangkan, nyatanya kini masih banyak orangtua yang kekeuh menggunakan cara ini. Alasannya, tak kuasa menahan emosi saat anak bertingkah nakal atau melakukan kesalahan. Tangan, hanger (gantungan baju), dan rotan pun kerap dipilih sebagai sarana penyaluran emosi.
Apakah Anda termasuk orangtua yang sering memukul anak saat ia kedapatan melakukan kesalahan?
Jika ya, sebaiknya segera hentikan tindakan keliru ini. Karena memukul anak berpotensi merusak perkembangan otak mereka.
ADVERTISEMENT
Pukulan fisik yang diterima anak secara berkala terbukti menurunkan jumlah grey matter atau penghubung abu-abu yang berguna untuk memproses informasi. Hal ini membuat anak rentan mengalami gangguan kesehatan mental, seperti depresi.
Dr. Paul Frik, dari University of New Orleans mengungkapkan bahwa konsistensi memegang kunci utama saat menghukum anak. Kesimpulan ini didapat dari penelitian dampak negatif kekerasan fisik yang dialami oleh 98 anak. Dan hasilnya?
Memukul anak lebih banyak mudarat ketimbang dampak positifnya. Pukulan memang bisa membuat anak patuh, namun efek ini hanya berlangsung sementara. Justru ada banyak nilai negatif yang dipelajari anak.
Seiring bertambah dewasa, mereka akan menganggap memukul orang lain ketika marah adalah hal yang wajar untuk dilakukan. Padahal, hal ini jelas salah. Kekerasan juga berpotensi menumbuhkan jiwa pemberontak pada anak.
ADVERTISEMENT
Dibanding memukul, ada baiknya terapkan aturan atau hukuman bersifat positif, sesuai dengan usia anak.
Untuk anak di bawah lima tahun, yang perlu orang tua lakukan untuk menghukum hanyalah silent treatment saja. Cukup diamkan anak selama beberapa waktu, untuk membuatnya sadar bahwa ada yang salah dari tingkah lakunya.
Sedangkan untuk anak berusia di atas lima tahun, orang tua sudah bisa memberlakukan hukuman yang tegas dan mendidik. Seperti melarang anak melakukan kegiatan favorit atau memberi tambahan tugas.
Contohnya sangat sederhana. Seperti mewajibkan anak mencuci piring sendiri selama seminggu, melarangnya nonton televisi, mengharuskan anak duduk diam di pojok ruangan selama beberapa waktu, hingga tak boleh makan camilan favoritnya selama beberapa hari.
Yang harus diingat, hukuman pada anak dilakukan dengan tujuan mendidik dan memperbaiki kelakuan. Sama sekali bukan untuk membalas apalagi menyakiti anak. Jadi, cobalah untuk jadi orangtua yang bijak dan cerdas!
ADVERTISEMENT