Kartini dan Misinya untuk Mengembangkan Seni Ukir Jepara

22 April 2018 13:10 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
R.A. Kartini (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
R.A. Kartini (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Setiap tanggal 21 April, Indonesia memperingati Hari Kartini. Hal ini dimulai saat Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No.108 Tahun 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Nasional dan sekaligus menetapkan hari lahirnya sebagai Hari Kartini.
ADVERTISEMENT
Membicarakan Putri asal Jepara ini sejatinya tidak bisa dilepaskan dari topik emansipasi perempuan dan feminisme.
Tak hanya sebagai sosok yang memperjuangkan kaum perempuan, Kartini ternyata juga menaruh perhatian pada dunia seni. Salah satunya adalah seni kriya atau seni ukiran Jepara.
Bukti yang menunjukkan ketertarikan puteri Jepara ini terhadap seni kriya adalah surat-surat yang dikirimkan pada sahabat penanya di Belanda. Dalam surat-surat tersebut, Kartini menyinggung tentang seni kriya Jepara dan usahanya untuk mengembangkannya.
Surat-Surat Kartini (Foto: Dok.Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Surat-Surat Kartini (Foto: Dok.Wikimedia Commons)
Upayanya tersebut dibuktikan dengan keikutsertaannya saat ambil bagian dalam pameran di Den Haag, Belanda pada 1898.
Jika ditelisik lebih dalam, awal ketertarikan Kartini dengan seni ukir Jepara berawal dari ajakan sang Ayah untuk mengunjungi suatu desa di Jepara yang menghasilkan karya ukir yang begitu indah, yaitu Desa Belakang Gunung (sekarang dikenal dengan nama Mulyoharjo), yang dikenal sebagai tempat tinggal para pengukir handal.
Potret keluarga R.A.Kartini  (Foto: Dok.Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Potret keluarga R.A.Kartini (Foto: Dok.Wikimedia Commons)
Mengutip buku Elisabeth Keesing "Betapa Betapa Besar Pun Sebuah Sangkar, Hidup, Suratan, dan Karya Kartini", terbitan Djambatan dan KITLV. Keahlian penduduk desa tersebut dalam mengukir merupakan bakat alamiah yang sudah diwariskan secara turun temurun. Setiap orang dengan berbagai profesi di desa ini bahkan bisa mengukir dengan baik. Bahkan desa ini dipercaya sebagai desa yang pertama kali melahirkan seni ukir di Jepara.
ADVERTISEMENT
Saat Kartini menyambangi Desa Belakang Gunung, ia menyaksikan langsung para tukang kayu yang sedang sibuk mengerjakan ukiran kayu jati. Kemudian Kartini menanyakan berapa harga kursi ukir tersebut setelah jadi dan juga bagaimana pendapatan mereka sehari-hari. Apakah biaya produksi dan pendapatan yang mereka peroleh sepadan atau tidak.
Dari obrolan tersebut, kemudian Kartini mengetahui bahwa, biar pun karya ukiran tersebut amat indah dan berkualitas baik, namun para pengrajin ukiran hanya mendapatkan upah yang murah. Kondisi tersebut menjadi bahan perenungan baginya, ia berpikir bagaimana caranya untuk mengubah kondisi tersebut.
Kecintaannya pada seni rakyat, membawa dirinya sebagai perpanjangan tangan untuk memperkenalkan ukir-ukiran Jepara ke dunia luar. Bahkan Kartini juga mempelopori motif ukiran wayang dan Lunglungan Bunga. Namun, sayangnya pada masa itu mengukir motif wayang dianggap sesuatu yang tabu.
ADVERTISEMENT
Dalam suratnya Kartini juga bercerita begitu sulit membujuk pengukir Jepara untuk mengukir wayang. Mereka khawatir bahwa roh wayang akan murka kepada mereka. Namun setelah bujukan dan permintaan dari Kartini dan Ayahnya, dengan meyakinkan mereka bahwa tidak akan terjadi apa-apa dan beliaulah yang memikul segala tanggungjawab, para pengrajin mulai menuruti permintaan tersebut.
Selain menciptakan inovasi motif ukir baru, Kartini juga membantu pengrajin ukir dengan mempromosikan hasil karya seni ukir mereka. Kartini kemudian menghubungi sahabat-sahabat Belandanya di Batavia dan Semarang. Ia juga mengadakan pesanan barang-barang kerajinan seperti tempat surat, peti dan mesin jahit, dan lain-lain. Barang pesanan tersebut kemudian dikirimkan kepada para sahabatnya.
Pengrajin Kayu dari Jepara (Foto: Dok.Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Pengrajin Kayu dari Jepara (Foto: Dok.Wikimedia Commons)
Keindahan karya pengrajin dari Belakang Gunung ini ditulis Kartini dalam bentuk prosa yang berjudul “Van en Uithockje” atau “Pojok yang Terlupakan.” Dalam tulisannya, Kartini mengungkapkan betapa kagumnya ia dengan hasil karya rakyatnya yang begitu indah.
ADVERTISEMENT
Kepada sahabat-sahabat penanya di negeri Belanda, ia menceritakan tentang keindahan ukiran Jepara serta usaha yang dilakukan untuk membimbing para pengrajin disana.
Berkat kedekatannya dengan beberapa sahabat Belandanya, pada tahun 1898, Kartini dan saudarinya mengirimkan beberapa karya pengrajin Jepara kepada Nationale Tentoonstelling voor Vrouwenarbeid (Pameran Nasional Karya Wanita) yang diadakan di Den Haag, Nederland.
Dalam pameran tersebut Kartini mengirim beberapa karya yang terdiri dari hiasan dengan hasil ukiran, seperti; dua buah lukisan pemandangan alam dengan bingkai kayu ukiran, hiasan dinding bunga tulip, hiasan dinding bergambar burung dari kain satin dalam bingkai bambu. Hingga saat ini, Jepara dikenal sebagai penghasil ukiran kayu terbaik di Indonesia hingga ke luar negeri.