Komnas Perempuan Desak Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

24 November 2018 19:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers kampanye 16 hari tanpa kekerasan seksual terhadap perempuan. (Foto: Ratmia Dewi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers kampanye 16 hari tanpa kekerasan seksual terhadap perempuan. (Foto: Ratmia Dewi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Memasuki penghujung 2018, Komnas Perempuan kembali meluncurkan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang diperingati mulai 25 November hingga 10 Desember 2018. Program tahunan ini merupakan kampanye internasional yang mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Sayangnya menjelang peringatan kampanye tersebut, Komnas Perempuan masih menemukan banyak pengaduan dan kasus kekerasan seksual yang tidak tertangani dan terlindungi. "(Banyak) pengaduan kekerasan seksual yang tidak tertangani dengan baik dikarenakan tidak adanya payung hukum yang dapat memahami dan memiliki substansi yang tepat terkait kekerasan seksual," ujar Azriana selaku Komisioner Komnas Perempuan kepada kumparanSTYLE di kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Jumat (24/11).
Misalnya saja kasus kekerasan seksual yang terjadi di institusi pendidikan beberapa waktu lalu. Penyelesaian kasus yang dialami oleh seorang mahasiswi UGM, menunjukkan bahwa kekerasan seksual masih dianggap bukan pelanggaran berat di ranah akademis bahkan tidak ada pemulihan bagi mahasiwi yang menjadi korban.
Selain itu Komnas Perempuan juga menyoroti kasus yang sedang bergulir saat ini, yakni kasus kekerasan seksual yang melatarbelakangi kasus pelanggaran Pasal 27 ayat (1) Pasal 45 UU ITE yang menimpa seorang perempuan bernama Baiq Nuril. Ia merupakan pegawai honorer di SMAN 7 NTB, yang divonis Mahkamah Agung (MA) hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Nuril dianggap bersalah melanggar UU ITE karena menyebarluaskan konten elektronik yang bemuatan asusila. Dokumen elektronik itu adalah rekaman percakapan telepon dari Kepala Sekolah SMAN 7 kepada Baiq Nuril yang dianggap berisi muatan pornografi. Baiq Nuril menyimpan rekaman percakapan itu karena menganggap telah mengalami pelecehan seksual dari kepala sekolah.
ADVERTISEMENT
Tak hanya dua kasus tersebut, Azriana juga memaparkan tentang tren kekerasan terhadap perempuan berbasis cyber yang kian marak. Pada akhir 2017 saja terdapat 65 kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang dilaporkan korban ke Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) Komnas Perempuan. Kemudian yang juga kian marak adalah kekerasan seksual yang dialami pekerja rumah tangga (PRT) dan pekerja migran perempuan. Pada tahun 2017, Komnas Perempuan menerima 10 pengaduan kasus PRT dan pekerja migran perempuan yang menjadi korban perdagangan orang dengan disertai kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kriminalisasi.
Ironinya, masalah pelecehan seksual tersebut seringkali tidak tertangani dengan baik dan cenderung tidak dapat melindungi korban secara hukum.
Konferensi pers kampanye 16 hari tanpa kekerasan seksual terhadap perempuan. (Foto: Ratmia Dewi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers kampanye 16 hari tanpa kekerasan seksual terhadap perempuan. (Foto: Ratmia Dewi/kumparan)
"Rentannya perempuan mengalami kekerasan seksual dengan penanganan yang kurang tepat dari aparatur hukum dikarenakan belum adanya hukum yang menjabarkan mengenai apa saja jenis yang termasuk bentuk kekerasan seksual. Setelah kita tahu hal apa saja yang tergolong dalam kekerasan seksual kan perempuan bisa melapor dan bisa diproses. Saat ini kita selalu berbicara mengenai pelecehan seksual tapi belum jelas jenisnya apa saja yang dijabarkan oleh hukum kita. UU yang ada saat ini hanya mencakup soal tindakan cabul. Sedangkan pelecehan seksual memiliki pengertian yang lebih luas," papar Valentina Sagala, perwakilan dari jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) dalam kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu Komnas Perempuan tengah mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual guna memutus mata rantai kekerasan seksual dan menghadirkan pemulihan korban.
Selain advokasi, diskusi dan lain-lain cara yang dilakukan Komnas Perempuan adalah untuk membuat masyarakat turut peka terhadap isu ini. Salah satunya adalah melalui Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap perempuan yang terdiri dari berbagai agenda program. Berikut kumparanSTYLE rangkum untuk Anda:
1. Konferensi Pers dan diskusi publik, Come together to end Violence Against Women #GerakBersama Memanusiakan Perempuan, di @America, Pacific Place Mall (27/11)
2. 16 Film Festival, yang menayangkan berbagai film terkait isu-isu perempuan (25 November - 10 Desember)- Beberapa film tayang di Kineforum, IFI Thamrin, Cine Space, Paviliun 28, SAE Institute, dan @america
ADVERTISEMENT
3. Diskusi publik perempuan dan teknologi, di Komnas Perempuan (4/12)
4. Workshop Anti kekerasan terhadap perempuan (Komnas Perempuan dan Grab Indonesia) (1/12)- di Jakarta? ga ada info lebih detail?
5. Diskusi publik perempuan, pengungsi dan kekerasan seksual di Komnas Perempuan (5/12)
6. Karnaval budaya: Pawai akbar mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (8/12) Rute Sarinah hingga Taman Aspirasi
Tren kekerasan seksual yang semakin hari semakin meningkat, membuat kebutuhan akan payung hukum berupa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual untuk segera disahkan, guna melindungi kelompok yang rentan dari kekerasan seksual. Oleh karena itu, melalui Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Komnas Perempuan bersama jaringan masyarakat sipil yang bergabung dalam jaringan #GerakBersama berupaya membuat isu ini semakin mencuat dengan mengedukasi publik akan tindak kekerasan seksual yang begitu dekat dengan keseharian kita.
ADVERTISEMENT