Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Mengenal Sindrom Brugada, Kelainan Genetik pada Pembuluh Darah Koroner
28 Juni 2017 15:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Media sosial ramai memperbincangkan meninggalnya dokter spesialis anestesi, Stefanus Taofik, yang sedang berjaga di rumah sakit saat menggantikan rekan sejawatnya yang cuti Lebaran. Banyak yang mengira dokter lulusan Universitas Atma Jaya itu kelelahan karena bekerja empat hari nonstop di tiga rumah sakit yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Namun menurut klarifikasi dari dr. Arif Marsaban, SpAn, dr. Stefanus tidak meninggal karena kelelahan melainkan menderita Sindrom Brugada. Apakah itu?
"Almarhum sakit Brugada Syndrome, itu salah satu bentuk aritmia maligna karena chanelopathy. Merupakan kelainan genetik pada pembuluh darah di koroner," tutur dr. Arief dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com), Rabu (28/6).
Sindrom Brugada adalah kelainan genetik pada pembuluh darah koroner. Merupakan bentuk dari aritmia maligna atau masalah pada irama jantung saat organ tersebut berdetak terlalu cepat, lambat, atau tidak teratur yang terjadi karena impuls elektrik untuk mengatur detak jantung tidak bekerja dengan baik.
"Informasi dari kawan saya, cardiologist di Mataram, kelainan ini terbanyak pada pria dan sudden cardiac death seringkali terjadi pada saat tidur," lanjut dokter yang praktik di RSCM Jakarta Pusat itu.
ADVERTISEMENT
Dilansir Mayo Clinic , penderita sindrom brugada umumnya tidak menunjukkan gejala apa-apa sehingga mereka tidak mengetahui tentang kondisi yang dideritanya. Namun sindrom ini bisa dideteksi dengan melakukan tes elektrokardiogram (EKG) untuk mengetahui pola tipe sindrom yang diderita.
Meski demikian, ada beberapa jenis gejala yang bisa kamu waspadai. Misalnya, tiba-tiba pingsan, detak jantung tidak beraturan, hingga jantung berdegub sangat kencang (sudden cardiac arrest).
Sebenarnya, sindrom ini bisa diatasi dengan langkah-langkah preventif. Misalnya, menghindari obat-obatan pemicu sindrom brugada, meredakan panas di badan dan menggunakan alat medis bernama implantable cardioverter-defibrillator (ICD) jika diperlukan.