Merayakan Tradisi Lebaran Ketupat di Pesisir Nusantara

27 Juni 2017 18:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lebaran Topat  (Foto: lombokbaratkab.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Lebaran Topat (Foto: lombokbaratkab.go.id)
ADVERTISEMENT
Sebagai negara dengan jumlah pemeluk Islam terbesar di dunia, perayaan Idul Fitri tentu menjadi hajatan besar. Idul Fitri sebagai laku spiritual penting karena menjadi momen untuk umat Islam kembali suci. Dalam kata Idul Fitri, tersingkap makna kata Id atau kembali dan Fitri atau suci.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia punya cara sendiri dalam memaknai apa itu kembali ke fitri. Kembali ke fitri bisa berarti pulang ke rumah. Tahun ini, hampir 30 juta orang berbondong-bondong kembali ke kampung halaman untuk melantunkan takbir bersama keluarga di Hari Raya. Kembali ke fitri berarti juga ikhtiar menghapus salah yang pernah dilakukan sesama manusia.
Ternyata, perayaan hari besar Islam Idul Fitri di Indonesia bukan hanya tentang mudik ke kampung halaman lalu silaturahmi dengan handai taulan di rumah. Salah satunya, tradisi yang secara simultan dirayakan dalam sejarah Nusantara, bernama Lebaran Ketupat.
Lebaran dan Ketupat acapkali menjadi kata yang ditemui saat momen Idul Fitri. Keduanya bukan hanya hiasan yang mewarnai momen Idul Fitri, tapi sebuah kata penyerapan makna yang dilahirkan dari perpaduan nilai Islam dan kebudayaan Nusantara.
ADVERTISEMENT
Adalah Sunan Kalijaga yang menemukan istilah Ketupat dan Lebaran sebagai ornamen perayaan Idul Fitri di Nusantara. Ketupat hadir untuk mempertegas makna Lebaran. Ketupat berasal dari kupat yang merupakan parafrase ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Empat sisinya menggambarkan empat nafsu manusia. Menyantap ketupat berarti menyambung harap bahwa semua kesalahan manusia akan diampuni.
Jay Akbar pada Majalah Historia mengutip buku Malay Annals yang ditulis A.J Graaf mengungkap bahwa ketupat telah menjadi bagian tradisi Idul Fitri Kerajaan Demak pada abad 15. Setelah itu, peradaban Islam di Nusantara menunjukkan bagaimana ketupat menjadi bagian penting hingga saat ini. Ia menjadi makanan wajib yang dihidangkan bersama opor sesaat setelah kita bermaaf-maafan dengan keluarga terdekat.
ADVERTISEMENT
Lebaran Ketupat adalah momen perayaan tradisional di berbagai wilayah pesisir Indonesia yang menggabungkan keduanya. Pada tujuh hari setelah hari-H Idul Fitri, masyarakat di beberapa daerah datang berbondong-bondong ke pantai sembari membawa makanan yang telah disiapkan dari rumah. Seremoni lebaran ketupat digelar dengan makan bersama.
Dalam buku Islam Pesisir karya Nur Syah, lebaran ketupat merupakan salah satu bentuk akulturasi Islam dengan budaya Nusantara yang telah eksis sebelumnya, dan kemudian menjelma menjadi ritual umat Islam di nusantara. Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan banyak terdiri proses ibadah. Pada malam lailatulkadar, terdapat prosesi bernama maleman. Sedangkan hari Idul Fitri sendiri diberi nama riyoyo. Barulah lebaran ketupat diadakan tujuh hari setelah 1 syawal.
ADVERTISEMENT
Lebaran ketupat banyak dijumpai di pesisir Jawa Timur atau sering disebut dengan kupatan. Tradisi serupa juga hadir di Pulau Lombok yang bernama Lebaran Topat. Dengan pola penyebaran melalui Wali Songo yang bercirikan pendekatan kultural, ketupat hadir dengan berbagai makna di baliknya.
Sebagai contoh di Lamongan yang terkisahkan Adeke Masjid Sendang Duwu. Tradisi ini bermula sejak 1561 masehi ketika Sunan Drajat dan Sunan Sendang mengadakan jamuan kupat lepet. Laku budaya ini terus berlanjut dengan Festival Lebaran Ketupat di Pantai Watu Kodok setiap tahunnya.
Lebaran Ketupat juga ikut dirayakan di Pulau Lombok. Kesamaan tradisi dikarenakan Lombok juga ikut mendapat pengaruh penyebaran Islam di Jawa. Islam Lombok mengenal dua kepercayaan, yaitu Wetu Telu dan Wetu Lima. Keduanya dibedakan oleh perbedaan laku ibadah. Dalam kata lain, Wetu Lima menjalankan salat lima waktu dan lima rukun Islam seperti Islam kebanyakan.
ADVERTISEMENT
Namun, keduanya memiliki kesamaan tradisi lebaran ketupat. Dikutip dari buku Islam Sasak: Wetu Telu versus Wetu Lima karya Erni Budiyanti, kedua aliran kepercayaan memiliki budaya lebaran ketupat sebagai seremoni menutup Ramadan.
Masyarakat Islam Sasak yang mendominasi populasi Islam di Lombok rutin menjalankan seremoni Lebaran Ketupat. Momen ini digunakan untuk menutup rangkaian puasa Syawal di tujuh hari setelah Hari Lebaran. Pada hari itu, warga Lombok akan menjalani rangkaian seremoni mulai dari ziarah leluhur, zikir, hingga makan bersama di pantai.
Momen lebaran ketupat yang paling terlihat adalah penuhnya pantai-pantai utara di Jawa Timur dan Lombok oleh masyarakat sambil menyantap ketupat. Meski memiliki kesan untuk berlibur, makan ketupat di pantai adalah bentuk pertemuan agama dan tradisi khas Nusantara. Islam di Nusantara tidak bisa serta merta dipisahkan dari pesisir.
ADVERTISEMENT
Persebaran agama ini diawali dengan interaksi di pesisir pantai yang kemudian menjadi titik awal simbol agama. Bukti jejak-jejak sejarah Islam masih banyak ditemukan di pesisir. Contohnya adalah makam Sunan Bonang di pesisir Gresik, lokasi Islam Bayan di pesisir Lombok Utara, dan makam Syaikh Ibrahim Asmaraqandi di Palang, Jawa Timur. Keberadaan situs ini menunjang lestarinya perayaan lebaran di pesisir.
Infografis Filsafat Ketupat  (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Filsafat Ketupat (Foto: Bagus Permadi/kumparan)