Photo Story: Produksi Cerutu di Kuba

4 Maret 2017 12:08 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Seorang pengunjung merokok cerutu di Havana. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pengunjung merokok cerutu di Havana. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Ketika mendengar kata cerutu, mungkin negara yang pertama kali kita bayangkan adalah Kuba. Meski sebenarnya asal-usul cerutu masih diperdebatkan, perlu diakui bahwa Kuba merupakan produsen cerutu terbaik di dunia.
ADVERTISEMENT
Namun beberapa bulan terakhir, Kuba kesulitan untuk memenuhi permintaan cerutu premium akibat rusaknya sejumlah kawasan pertanian tembakau karena cuaca buruk. Padahal, bagi negara yang dipimpin oleh Raul Castro ini, tembakau merupakan komoditi ekspor terbesar ke-4.
"Kualitas tembakau biasanya lebih baik, namun sekarang teksturnya terasa tak sama," kata seorang petani tembakau di Provinsi Pinar del Rio, Kuba, Mavelys Linares kepada Reuters.
"Penyebabnya adalah cuaca. Ada tahun yang baik dan ada yang buruk," lanjut wanita berusia 43 tahun tersebut.
Seorang pekerja mengangkut daun-daun tembakau. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pekerja mengangkut daun-daun tembakau. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Tahun 2016 lalu penjualan cerutu Kuba meningkat 5 persen menjadi 445 juta dolar. Peningkatan ini salah satunya dipengaruhi oleh jumlah wisatawan negara-negara di kepulauan Karibia yang meningkat hingga 13 persen.
Amerika Serikat tahun lalu juga menghapus sejumlah aturan terkait jumlah cerutu yang dapat dibawa wisatawan negaranya saat akan kembali dari kunjungan mereka ke Kuba.
ADVERTISEMENT
Cerutu premium dari Kuba memang memiliki pangsa pasar tersendiri terutama di antara kaum pejabat dan selebriti karena dinilai memiliki nilai prestise, nilai seni, dan kualitas terbaik.
Seorang petani mengangkat tumpukan daun tembakau. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petani mengangkat tumpukan daun tembakau. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Barbaro Riol mempersiapkan daun tembakau segar. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Barbaro Riol mempersiapkan daun tembakau segar. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Mayda persiapkan daun tembakau untuk dikeringkan. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Mayda persiapkan daun tembakau untuk dikeringkan. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Temperature meter di sebuah pabrik tembakau. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Temperature meter di sebuah pabrik tembakau. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Seorang pekerja menggulung sebuah cerutu. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pekerja menggulung sebuah cerutu. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Sejumlah pekerja menyiapkan daun tembakau. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pekerja menyiapkan daun tembakau. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Sebuah alat untuk membentuk cerutu. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah alat untuk membentuk cerutu. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Seorang pekerja merapikan tumpukan cerutu. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pekerja merapikan tumpukan cerutu. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Pebisnis Kanada kunjungi pabrik cerutu di Havana. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Pebisnis Kanada kunjungi pabrik cerutu di Havana. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
Jim Robinson memegan cerutu dengan merek namanya. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)
zoom-in-whitePerbesar
Jim Robinson memegan cerutu dengan merek namanya. (Foto: REUTERS/Alexandre Meneghini)