Power Woman: Sepak Terjang Legenda Fashion Anna Wintour

19 November 2018 11:04 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anna Wintour  (Foto: Dok.  Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Anna Wintour (Foto: Dok. Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Penggemar fashion mana yang tidak kenal dengan nama Anna Wintour?
ADVERTISEMENT
Sepak terjangnya sebagai editor-in-chief majalah fashion Vogue selama 30 tahun menghantarkannya menempati posisi ke-27 dalam daftar Forbes Power Woman 2017. Selama puluhan tahun, tangan dinginnya tak berhenti menggerakkan perputaran roda bisnis fashion yang dinamis.
Anna Wintour lahir di London, Inggris, pada 3 November 1949. Ia merupakan putri pasangan Charles Wintour dan Elinor Wintour. Ia mewarisi ‘darah media’ dan gaya kepemimpinan yang tegas dari sang ayah yang menjabat sebagai editor koran London Evening Standard.
Terlahir di keluarga berkecukupan, Anna sempat mengenyam pendidikan di North London Collegiate School. Namun pada usia 18 tahun, Anna memutuskan untuk berhenti sekolah dan bekerja sebagai fashion assistant di Harpers & Queen.
Lepas dari Harpers & Queen, pada 1976 Anna memutuskan untuk mengejar karier di Amerika dengan bertolak ke New York.
Anna Wintour, Editor Vogue (Foto: dok.Caitlin Ochs / Benoit Tessier )
zoom-in-whitePerbesar
Anna Wintour, Editor Vogue (Foto: dok.Caitlin Ochs / Benoit Tessier )
“Pekerjaan pertamaku di Amerika adalah sebagai junior fashion editor di Harper's Bazaar, yang hanya kunikmati sejenak karena setelahnya saya dipecat oleh editor-in-chief karena terlalu bergaya Eropa. Saat itu saya tak paham apa maksudnya, namun jika dipikir kembali, maksudnya mungkin sikap saya yang keras kepala dan tak pernah mendengarkan arahan editor saya,” cerita Anna kepada The Guardian. Ia hanya bertahan sembilan bulan di Harpers Bazaar.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, Anna terus bergonta-ganti pekerjaan di media. Hingga pada suatu hari, karakter, totalitas, dan kreativitasnya menarik perhatian Alexander Liberman, editorial director Conde Nast, sebuah raksasa media yang membawahi belasan majalah prestisius.
Alexander Liberman menangkap energi Anna dan mempercayainya untuk menjabat sebagai creative director Vogue Amerika Serikat.
Sepak terjang Anna Wintour sebagai editor-in-chief Vogue Amerika pun dimulai pada 1988. Lewat ide-ide briliannya, secara perlahan Anna mengukuhkan eksistensi Vogue Amerika sebagai kitab mode dunia.
Selama 30 tahun berkarya di Vogue, Anna menggebrak dunia mode lewat tuangan pemikiran dan beragam isu besar yang diangkatnya. Salah satu yang menarik perhatian dunia adalah Vogue edisi September 2004 yang dicetak setebal 832 halaman. Ini merupakan majalah fashion paling tebal sepanjang sejarah.
Vogue September 2007 (Foto: Dok. Vogue)
zoom-in-whitePerbesar
Vogue September 2007 (Foto: Dok. Vogue)
Anna Wintour terkenal akan keberanian dan totalitasnya dalam berkarya. Ia jadi yang pertama memadukan high-end dan low-end fashion dalam satu frame.
ADVERTISEMENT
Cover Vogue pertamanya pada November 1988 menampilkan model Israel berusia 19 tahun yang mengenakan jeans seharga USD 50 atau Rp 730 ribu dengan T-shirt berhiaskan permata seharga USD 10 ribu atau Rp 146 jutaan. Lewat gebrakan ini, Anna sukses meniupkan hawa segar dalam industri fashion.
“Saya ingin Vogue menjadi pacy, sharp, dan seksi. Saya tidak tertarik dengan kemewahan berlebihan. Saya ingin pembacanya jadi energetik, terdiri dari perempuan eksekutif yang berpenghasilan sendiri dan punya minat yang luas," ujarnya kepada London Daily Telegraph.
Saat bekerja, Anna Wintour dikenal sebagai sosok perfeksionis ‘bertangan besi’ dan dingin. Bahkan karya fiksi ‘Devils Wears Prada’ yang ditulis Lauren Weisberger terinspirasi dari pengalamannya selama bekerja di Vogue AS bersama Anna.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari reputasi dan karakter dinginnya, Anna memiliki sisi lembut dan punya mimpi besar untuk memajukan bisnis fashion dunia.
Anna Wintour, Editor-in-Chief Vogue US (Foto: REUTERS/Eduardo Munoz)
zoom-in-whitePerbesar
Anna Wintour, Editor-in-Chief Vogue US (Foto: REUTERS/Eduardo Munoz)
Lewat pengaruhnya, Anna berperan besar menyukseskan karier Marc Jacobs dan Alexander McQueen sebagai desainer papan atas. Anna berhasil meyakinkan Donald Trump untuk meminjamkan ballroom hotel mewahnya kepada Marc Jacobs yang belum punya cukup uang (saat awal kariernya).
Karena ketajaman insting dan kejelian matanya menangkap potensi, Anna disebut sebagai penemu desainer ulung. Tory Burch juga menjadi salah satu desainer yang menanjak namanya berkat tangan dingin Anna.
Tak hanya Vogue dan Conde Nast, Anna juga aktif berkontribusi pada sederet organisasi penting. Bersama Council of Fashion Designers of America, Anna konsisten menghimpun dana guna menyokong karier banyak desainer berbakat agar mantap menapaki dunia mode.
ADVERTISEMENT
Perempuan berusia 69 tahun ini juga menjabat sebagai anggota direksi Metropolitan Museum of Art dan berhasil menggalang ratusan miliar untuk melestarikan karya seni.
Pada 2009, Anna menggagas proyek Vogue Fashion's Night Out, sebuah event global yang diikuti lebih dari 800 brand fashion kenamaan dunia. Nama besar yang turut berpartisipasi adalah Oscar de la Renta, Tommy Hilfiger, aktris Halle Berry, hingga Sarah Jessica Parker. Namun, VFNO hanya bertahan empat tahun karena sistem menejemen yang buruk.
Pengaruhnya Di Luar Fashion
Anna Wintour dan Michelle Obama  (Foto: Dok.  Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Anna Wintour dan Michelle Obama (Foto: Dok. Shutterstock)
‘Nuclear Wintour’ dan ‘Wintour of Our Discontent’ merupakan dua dari sekian julukan yang dialamatkan kepadanya.
Sama seperti gaya kepemimpinannya di Vogue, Anna dikenal memiliki sikap politik yang tegas. Ia setia mendukung partai Demokrat, bahkan menggalang dana untuk kampanye Barack Obama lewat 'Runway to Win’.
ADVERTISEMENT
Meski jadi sosok besar yang berpengaruh dalam dunia mode, nyatanya Anna sangat tertutup soal urusan pribadinya.
Pada 1986, Anna jatuh cinta dan menikah dengan psikiater David Shaffer. Namun, pernikahannya dengan Shaffer kandas pada 1999.
Lewat pernikahan ini, Anna memperoleh dua buah hati bernama Charles Shaffer dan Katherine 'Bee' Shaffer. Sejak 1999, Wintour diketahui menjalin hubungan asmara dengan Shelby Bryan, seorang investor asal Amerika Serikat.
Anna Wintour dan Shelby Bryan (Foto: Dok.  Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Anna Wintour dan Shelby Bryan (Foto: Dok. Shutterstock)
Gaya Khas Rambut Bob dan Kacamata Hitam
Anna Wintor muda (Foto: Dok. Wintour World)
zoom-in-whitePerbesar
Anna Wintor muda (Foto: Dok. Wintour World)
Sosok Anna Wintour identik dengan tatanan rambut bob sebahu dan poni rata yang ikonik. Diketahui, Anna setia dengan potongan rambut ini sejak berusia 14 tahun.
Ia tak bisa lepas dari kacamata hitam yang jadi andalannya. Bahkan saat duduk bersisian dengan Ratu Elizabeth II pada Februari 2018 silam, Anna tetap tak melepas kacamata hitamnya.
Anna Wintour (Foto: REUTERS/Yui Mok/Pool)
zoom-in-whitePerbesar
Anna Wintour (Foto: REUTERS/Yui Mok/Pool)
Meski diberi tunjangan fashion sebesar USD 25 ribu atau Rp 356 juta per bulan untuk berbelanja, nyatanya Anna mirip dengan Kate Middleton yang senang me-recycle baju lamanya. Anna diketahui sangat menyukai setelan kerja lansiran Prada.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, kekayaan Anna Wintour diprediksi mencapai USD 35 juta atau setara dengan Rp 511 miliar.
Puluhan tahun membentuk citra Vogue, Anna Wintour sempat dikabarkan akan pensiun dan fokus memajukan Conde Nast. Ia mengemban tanggung jawab besar untuk terus melahirkan inovasi yang dinamis dan relevan seiring perkembangan zaman.
Simak cerita perempuan inspiratif lainnya di topik sheinspiresme.