UN Women: Perempuan Berhak Mendapatkan Rasa Aman di Ruang Publik

22 November 2018 20:33 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembicara di Acara Diskusi Infrastruktur untuk Semua di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Kamis (22/11). (Foto: dok. Avissa Harness)
zoom-in-whitePerbesar
Pembicara di Acara Diskusi Infrastruktur untuk Semua di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Kamis (22/11). (Foto: dok. Avissa Harness)
ADVERTISEMENT
Di berbagai belahan dunia, perempuan dan anak-anak perempuan memiliki kecemasan akan terjadinya kekerasan di ruang publik. Fakta tersebut ternyata dapat membatasi perempuan dan anak perempuan untuk beraktivitas dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan.
ADVERTISEMENT
Kejadian seperti kekerasan seksual di angkutan umum, pelecehan seksual yang terjadi di pinggir jalan, atau di dalam taksi online membuat banyak perempuan di kota urban seperti Jakarta merasa tidak aman ketika melakukan kegiatan di luar rumah hingga larut malam.
Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan, terdapat 2.290 kasus kekerasan seksual di Indonesia di tahun 2017. Sedangkan hasil riset dari Yayasan Plan Internasional yang membahas tentang bagaimana kota yang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak perempuan, menunjukkan 56,08 persen responden menyatakan bahwa fasilitas yang paling aman adalah fasilitas pendidikan dan yang paling tidak aman adalah transportasi publik.
Lalu riset yang sama menyatakan bahwa tindakan kriminal dan pelecehan seksual menjadi kategori tertinggi, ada di angka 64 persen. Dan untuk ruang publik yang dinilai paling tidak aman adalah trotoar dan kamar mandi umum.
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Foto: Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Foto: Pexels)
Hal ini menjadi tema dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Kemitraan Indonesia Australia untuk Infrastructure (KIAT) dan UN Women, hari ini Kamis (22/11) di Gedung Kementerian Sekretariat Negara. Diskusi bertema 'Infrastruktur untuk Semua: Menciptakan Kota yang Aman dan Inklusif untuk Perempuan dan Anak Perempuan' tersebut diadakan sebagai salah satu rangkaian acara peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Sebuah kampanye tahunan yang berlangsung dari 25 November sampai 10 Desember 2018.
ADVERTISEMENT
Pembicara diskusi ini merupakan tokoh-tokoh ahli, seperti Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Ir. Baby Setiawati Dipokusumo; Co-Founder Partnership-ID, Erna Witoelar; Wakil Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah; dan Program Officer UN Women Indonesia, Iriantoni Almuna.
Tema diskusi berfokus pada peran infrastruktur dan isu kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di ruang publik. Diskusi ini juga bertujuan untuk mendorong terciptanya ruang publik yang aman dan inklusif bagi perempuan dan anak perempuan.
Suasana pengerjaan Trotoar Sudirman-Thamrin di kawasan Dukuh Atas yang sudah hampir rampung. (Foto: Helmi Afandi/kumparan )
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pengerjaan Trotoar Sudirman-Thamrin di kawasan Dukuh Atas yang sudah hampir rampung. (Foto: Helmi Afandi/kumparan )
“Perempuan memiliki hak untuk merasa aman di ruang publik tanpa dibebani rasa takut akan pelecehan dan kekerasan. Mengintegrasikan dimensi gender ke dalam perencanaan kota sangat penting untuk memastikan keselamatan dan keamanan perempuan di ruang publik,” ungkap Sabine Machl, UN Women Representative. dalam acara diskusi Infrastruktur untuk Semua.
ADVERTISEMENT
Untuk menanggapi isu keamanan di suatu wilayah, UN Women Indonesia telah menjalankan sebuah program yang bertujuan untuk mengetahui apa hubungan antara infrastruktur dan isu kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan.
“UN Women Indonesia saat ini menjalankan program studi untuk mewujudkan kota yang aman dan inklusif bagi perempuan. Studi ini kami lakukan tahun lalu di tiga wilayah DKI Jakarta, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat. Ternyata, ada hubungan yang kuat antara infrastruktur yang tidak memadai dengan kekerasan terhadap perempuan. Contohnya kurang atau tidak adanya penerangan yang cukup di jalan dan gang, trotoar yang tidak memadai, tidak adanya CCTV di tempat strategis, hingga transportasi publik yang kurang aman,” ungkap Iriantoni Almuna, Program Officer UN Women Indonesia.
Wakil Ketua Komnas Perempuan di Kantor KPU RI (Foto: Mustaqim Amna/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komnas Perempuan di Kantor KPU RI (Foto: Mustaqim Amna/kumparan)
Tidak hanya di perkotaan saja, Yuniyanti Chuzaifah, Wakil Ketua Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa pemerintah dan berbagai pihak juga harus memberikan perhatian terhadap perempuan dan anak perempuan di daerah di luar Jakarta. “Perempuan dan anak perempuan di daerah memiliki akses yang minim terhadap sarana transportasi. Mereka harus menunggu berjam-jam untuk bisa pergi ke sekolah, di mana risiko terjadinya kekerasan seksual kepada mereka sangat tinggi,” tutur Yuniyanti Chuzaifah.
ADVERTISEMENT
Menutup diskusi, UN Women mengatakan bahwa kita semua bertanggung jawab untuk mengubah norma agar kekerasan terhadap perempuan tidak lagi ditoleransi dan menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk mendukung upaya tersebut dan turut berpartisipasi untuk mencegah dan merespon kekerasan di ruang publik agar tercipta kota yang aman bagi perempuan dan anak perempuan.