11 Faktor yang Membedakan Tarif Taksi dengan UberX, Go-Car, GrabCar

21 Maret 2017 11:31 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi demo taksi online (Foto: Darren Whitesite/Reuters)
Pergolakan antara operator taksi dengan pengelola mobil panggilan online macam Grab, Uber, dan Go-Jek, diam-diam terus memanas hingga sekarang. Apalagi, Kementerian Perhubungan sudah berencana melakukan pembatasan tarif atas dan bawah, serta pembatasan kuota terhadap layanan mobil panggilan online tersebut.
ADVERTISEMENT
Kemenhub sudah menyiapkan draf revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Nantinya, transportasi sejenis UberX, GrabCar, dan Go-Car, bakal disebut sebagai angkutan sewa khusus. Kedua jenis transportasi, baik konvensional maupun online akan diberi stiker khusus agar mudah diidentifikasi.
Revisi aturan ini dilakukan Kemenhub sebagai langkah untuk menyetarakan tarif taksi dengan mobil panggilan online. Lalu, ada juga pembatasan kuota yang dibuat untuk menyeimbangkan peredaran kendaraan taksi konvensional dengan transportasi online.
Uji coba publik terhadap revisi aturan itu sedang dilakukkan saat ini dan Kemenhub rencananya akan mengesahkan pada 1 April mendatang.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa yang membuat Kemenhub mengambil langkah ini?
Gejolak protes dari taksi konvensional terhadap eksistensi transportasi online yang dianggap merugikan operasi mereka menjadi dasar Kemenhub mencoba melakukan penyetaraan ini.
Sopir taksi berdemo agar taksi online dilarang (Foto: Nyoman Budhiana/Antara Foto)
Perusahaan taksi konvensional merasa sulit bersaing dengan layanan mobil panggilan online karena mereka harus menanggung ongkos operasional yang lebih berat dibanding UberX, GrabCar, dan Go-Car. Seperti diketahui, tarif konvensional memang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan tarif layanan mobil panggilan atau yang biasa disebut juga ride-sharing tersebut.
Untuk memahami bagaimana perbedaan komponen biaya yang menjadi dasar perhitungan tarif kedua layanan transportasi tersebut, dapat dijelaskan dalam poin-poin berikut.
1. Pajak kendaraan bermotor per tahun
Perbedaan komponen tarif antara kedua jenis transportasi ini bisa dilihat dari pajak kendaraannya. Pajak taksi konvensional ditanggung oleh perusahaan, oleh karena itu hal ini mempengaruhi tarif mereka yang semakin mahal, dibandingkan dengan transportasi online yang pajak kendaraannya ditanggung mitra pengemudi.
ADVERTISEMENT
2. Biaya perawatan kendaraan dan mesin kendaraan
Dalam bisnis operator taksi pun terdapat biaya perawatan kendaraan dan mesin kendaraan, sebagai langkah untuk menjaga performa kendaraan dalam melayani masyarakat. Sementara di layanan ride-sharing, biaya sejenis ditanggung oleh mitra pengemudi. Tentu saja karena kendaraan adalah kepemilikan pribadi atau rental.
3. Estimasi inflasi
Untuk komponen tarif ini, kedua layanan transportasi ini sama-sama dipengaruhi oleh estimasi inflasi. Tarif yang dikenakan pada kedua jenis transportasi tersebut akan menyesuaikan dengan inflasi di Indonesia.
4. Pajak perusahaan
Komponen ini juga mempengaruhi penetapan tarif dari taksi konvensional dan platform mobil panggilan online. Keduanya sama-sama harus membayar pajak perusahaan untuk beroperasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
5. Biaya sewa pul taksi
Taksi konvensional memarkir kendaraan mereka di beberapa pul taksi yang disediakan, yang tentunya membutuhkan biaya sewa untuk lahan atau tanah. Sementara untuk layanan mobil panggilan berbasis aplikasi, tidak ada biaya sewa pul karena mereka bisa 'mangkal' di mana saja untuk menunggu penumpang, bahkan rumah sekalipun bisa dijadikan pul.
6. Biaya sewa kantor
Baik perusahaan taksi konvensional maupun transportasi online sama-sama mengeluarkan biaya sewa kantor. Biaya ini turut mempengaruhi penetapan tarif dari kedua layanan tersebut, meski kantor yang saat ini dipakai oleh perusahaan transportasi online tidak begitu banyak dan ukurannya tidak terlalu besar.
7. Biaya uji kir Rp 87 ribu per enam bulan
ADVERTISEMENT
Awalnya, layanan ride-sharing tidak memberlakukan uji KIR, tetapi belakangan mulai diberlakukan sebagai bentuk perusahaan mematuhi aturan yang diberlakukan pemerintah.
Ada beberapa persyaratan untuk lulus uji KIR, yakni kendaraan mitra harus dalam keadaan mekanikal yang baik, bodi mobil yang baik didak penyok, tidak memakai tanduk di bagian depan atau belakang, tidak menggunakan velg racing, sistem roda tidak melebihi pemakaian 60 persen, rem, alat kemudi, lampu tidak pecah dan semua menyala, asap knalpot tidak tebal dan tidak berbau oli, juga tidak menggunakan knalpot racing, speedometer berfungsi normal, klakson berfungsi, dan dilengkapi alat keamanan seperti P3K serta dongkrak.
8. Biaya pegawai/sumber daya manusia
Penetapan tarif di antara kedua penyedia layanan transportasi ini turut dipengaruhi oleh kewajiban mengeluarkan biaya pegawai atau sumber daya manusia di masing-masing perusahaan.
ADVERTISEMENT
Operator taksi seperti Blue Bird dan Express menetapkan nilai setoran yang harus diberi sopir setiap harinya. Di sana ada hitung-hitungan bonus jika sopir bisa mencapai nilai tertentu. Operator taksi bisa memberikan semacam tunjangan hari raya karena sopir adalah bagian dari karyawan mereka, dan memberi jaminan sosial atau asuransi.
Sementara di UberX, GrabCar, dan Go-Car, di sini perusahaan tidak terikat untuk memberi semacam tunjangan hari raya, jaminan sosial, dan asuransi diberikan hanya pada kondisi tertentu. Para mitra pengemudi justru dibebani dengan biaya berlangganan Internet mobile dan biaya komunikasi untuk menghubungi pelanggan.
Perusahaan penyedia transportasi online cukup agresif memberi bonus yang bisa didapat jika sebuah target khusus dicapai. Target dan bonus itu bisa bergerak secara cepat, tergantung kebijakan perusahaan, dan pergerakan yang cepat ini pula yang kadang diprotes oleh mitra pengemudi. Apalagi, bonus-bonus yang diberikan cenderung menurun nilainya dan target yang harus dicapai semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
9. Pajak penghasilan pegawai/pengemudi
Karena tidak terikat regulasi dan tata kelola perusahaan yang standar, perusahaan transportasi online terhindar dari kewajiban membayar pajak penghasilan pegawai. Berbeda dengan operator taksi yang harus mengeluarkan biaya pajak penghasilan pegawai. Hal ini dikarenakan para mitra yang memiliki mobil bukan merupakan badan usaha.
10. Perbedaan orientasi
Meski Grab, Uber, Go-Jek, menyatakan diri mereka sebagai perusahaan teknologi yang menyediakan peranti lunak, tetapi pada dasarnya mereka menawarkan jasa transportasi yang dieksekusi oleh mitra koperasi dan mitra individu sebagai pemilik mobil.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa ketiganya datang untuk mengganggu bisnis taksi dan angkutan umum lain. Orientasi ketiga perusahaan ini sekarang adalah, mendapatkan pelanggan sebanyak-banyaknya. Berbagai fitur dan nilai tambah ditawarkan agar mereka mendapatkan pelanggan sebanyak mungkin. Persaingan yang super ketat antara Grab, Uber, dan Go-Jek, juga memaksa mereka harus menurunkan harga dan agresif memberi bonus. Entah kapan mereka akan putar arah untuk berorientasi mendapatkan untung.
ADVERTISEMENT
Sementara orientasi perusahaan operator taksi yang telah lebih dulu hadir, saat ini fokus untuk meraih untung karena mereka menanggung banyak beban operasional usaha. Tantangan besar bagi operator taksi adalah, tetap menjaga loyalitas pelanggan, dan di sisi lain menawarkan aktivitas promosi yang menggoda bagi penumpang.
11. Biaya perizinan dan administrasi
Sama dengan poin nomor sembilan, perusahaan mobil panggilan berbasis aplikasi juga terlepas dari beban biaya perizinan karena tidak terikat pada regulasi dan tata kelola perusahaan yang rigid.
Bukan rahasia jika GrabCar, UberX, dan Go-Car, membuka layanan mereka kapan saja di suatu tempat tanpa meminta restu dari pemerintah atau organisasi transportasi. Mereka bekerja "menabrak" aturan yang ada, dan hal semacam ini yang kadang membuat pebisnis angkutan kota atau operator taksi geram dan meminta pemerintah untuk memberi perlakuan yang sama kepada Uber, Grab, dan Go-Jek.
ADVERTISEMENT
Beberapa poin perbedaan ini menunjukkan komponen apa saja yang membuat tarif layanan transportasi online jauh lebih murah ketimbang taksi, yang memberlakukan tarif dengan adanya tambahan biaya buka pintu.
Lebih banyaknya beban usaha yang dialami taksi konvensional membuat mereka sulit menyaingi tarif yang diberlakukan layanan mobil panggilan berbasis aplikasi, yang notabene terlepas dari beberapa beban usaha yang harus dikeluarkan perusahaan taksi konvensional.
Tapi bersamaan dengan aturan yang akan diberlakukan Kemenhub, nantinya perusahaan-perusahaan layanan transportasi online di Indonesia tidak diperbolehkan lagi memasang harga yang jauh lebih murah dari biaya taksi untuk menjaga kesimbangan antara tarif dan kuota di sebuah daerah.
Tarif layanan mobil panggilan berbasis aplikasi nantinya bisa jadi berbeda di setiap daerah, karena itu akan ditentukan oleh Pemerintah Daerah setempat setelah menampung aspirasi dari pengusaha angkutan kota, taksi, dan aspirasi pengemudi transportasi online itu sendiri.
ADVERTISEMENT