AI Bisa Dipakai buat Baca Pikiran Orang, Diterjemahkan Jadi Tulisan

3 Mei 2023 16:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para ilmuwan menangkap pemindaian dari otak manusia.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Para ilmuwan menangkap pemindaian dari otak manusia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Peneliti mengumumkan keberhasilannya memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk ‘membaca’ pikiran manusia. Hasil membaca pikiran tersebut kemudian diterjemahkan menjadi tulisan.
ADVERTISEMENT
Tim peneliti dari University of Texas menggunakan citra dari functional magnetic resonance imaging (fMRI), yang kemudian diolah neural network AI untuk mengungkap maksudnya —seperti kata yang ingin diucapkan. Penelitian ini dapat membantu mereka yang kesulitan berkomunikasi.
Namun riset semacam ini disebut memicu pertanyaan seputar ‘privasi mental’, atau pikiran yang terbaca tanpa persetujuan pasien atau responden. Oleh karena itu, penelitian percobaan masih terbatas kepada responden yang telah menghabiskan berjam-jam dipindai fMRI.
Cara kerjanya, otak responden dipindai menggunakan fMRI. Ketika responden ingin mengatakan sesuatu, ada bagian spesifik otak yang bertanggung jawab atas gerak mulut yang ‘menyala’. Pola ‘menyala’ tersebut dihubungkan dengan maksud dari kata-kata, menggunakan kapabilitas model kecerdasan buatan.
Alexander Huth, seorang ahli saraf di University of Texas dan salah satu penulis studi baru, mengatakan decoder bahasa timnya bekerja pada tingkat yang sangat berbeda.
ADVERTISEMENT
"Sistem kami benar-benar bekerja pada level ide, semantik, (dan) makna," katanya seperti dikutip VOA.
Ilustrasi otak manusia. Foto: Shutterstock
Ini adalah sistem pertama yang mampu merekonstruksi bahasa berkelanjutan tanpa implan otak invasif, menurut penelitian yang terbit di jurnal Nature Neuroscience per 1 Mei 2023 tersebut.
Untuk penelitian ini, tiga orang menghabiskan total 16 jam di dalam mesin fMRI mendengarkan cerita naratif lisan, seperti podcast "Modern Love" dari The New York Times. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk memetakan bagaimana kata, frasa, dan makna memicu respons di wilayah otak yang dikenal untuk memproses bahasa.
Mereka memasukkan data ini ke dalam model bahasa jaringan saraf yang menggunakan GPT-1, model AI buatan OpenAI yang merupakan pendahulu teknologi AI yang kemudian digunakan untuk ChatGPT.
ADVERTISEMENT
Model tersebut dilatih untuk memprediksi bagaimana otak setiap orang akan merespons ucapan yang dirasakan, kemudian mempersempit pilihan hingga menemukan respons yang paling dekat.
Untuk menguji akurasi model, peneliti melakukan pengujian balik. Responden akan didengarkan sebuah cerita dan peneliti akan melihat citra otak. Dilihat apakah hasilnya akan sama seperti di awal.
Ilustrasi hasil gambar MRI dari otak manusia. Foto: Thinkstock
Jerry Tan, penulis utama studi mengatakan bahwa model berhasil menangkap inti apa yang responden dengar. Misalnya, ketika peserta mendengar ungkapan, "Saya belum punya SIM," model itu menjawab, "Dia bahkan belum mulai belajar mengemudi."
Menurut para peneliti, decoder atau model sedikit sulit berurusan dengan dengan kata ganti orang seperti "aku" atau "dia". Namun ketika para peserta memikirkan cerita mereka sendiri, atau menonton film bisu, model disebutnya masih dapat memahami "intinya".
ADVERTISEMENT
Hal ini menunjukkan bahwa peneliti mendekodekan sesuatu yang lebih dalam dari bahasa, lalu mengubahnya menjadi bahasa.
Karena pemindaian fMRI terlalu lambat untuk menangkap kata-kata individual, mesin mengumpulkan campuran kebingungan atau aglomerasi informasi selama beberapa detik.
"Jadi, kita bisa melihat bagaimana ide itu berkembang, meski kata-kata persisnya hilang," kata Huth.