Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Sebuah petisi online viral di komunitas eSports pada 1 Juli 2019. Petisi itu dibuat oleh CEO Louvre eSports, Erick Herlangga, yang mengkritik aturan bayar Rp 15 miliar untuk ikut turnamen Mobile Legends Professional League (MPL). Dia menuding Moonton memonopoli turnamen Mobile Legends: Bang Bang, salah satu game terpopuler di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Petisi tersebut kini telah ditandatangani lebih dari 52.000 orang. Ditujukan ke Presiden Joko Widodo, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf.
Ricuh ini bermula ketika Moonton selaku pengembang dan penerbit game Mobile Legends, menerapkan sistem franchise league pada MPL Indonesia Season 4. Berbeda dari tiga perhelatan sebelumnya, kini setiap tim yang mau turut serta dalam MPL wajib membayar dana investasi sebesar Rp 15 miliar.
Moonton menyediakan delapan slot untuk MPL Season 4. Kabar terakhir, slot tersebut semua udah terisi oleh delapan tim eSpots, yang sampai kini belum diumumkan secara resmi.
Erick melihat aturan baru ini kurang patut dan mengarah ke diskriminasi. Erick protes soal tidak transparannya Moonton dalam menentukan siapa saja tim yang berhak ikut MPL Season 4. Hal ini disebutnya berpotensi mengancam perkembangan industri eSports di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Aturan baru beli slot 15 Miliar cuma di negara Indonesia dan negara lain gratis dan Moonton hanya mempertandingkan 8 team akan merusak prestasi atlet dan ditambah monopoli turnamen," tulisnya di petisi online.
Petisi ini menjadi ramai di media sosial juga di komunitas eSports. Apalagi membawa keterangan Rp 15 miliar sebagai syarat wajib. Tentu ini bukan jumlah yang kecil.
Moonton tergerak memberi klarifikasi tentang aturan baru MPL Season 4 dan menanggapi petisi Louvre eSports. Melalui akun Facebook, Moonton menyatakan komitmen untuk menciptakan liga baru yang dapat bermanfaat bagi ekosistem eSports di Indonesia. Liga berbayar dengan model distribusi pendapatan bersama (shared revenue) diklaim sudah lazim dan banyak diterapkan pada liga eSports profesional di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
"Dalam model ini, lebih dari 50 persen dari seluruh pendapatan Liga dari sponsor dan hak penyiaran untuk Season mendatang akan didistribusikan kepada tim sehingga memastikan tim dapat menggunakan dana untuk membiayai tim mereka berdasarkan aliran pendapatan yang stabil setiap Season-nya," tulisnya.
Pro-kontra tak kunjung mereda kendati sudah ada klarifikasi dari Moonton. Isu menjadi bola salju, baik di media sosial, maupun komunitas.
Ketua Indonesia eSports Association (IESPA), Eddy Lim, membantah penilaian yang menyatakan bahwa turnamen eSports dengan entrance fee berbiaya besar dapat merusak industri secara keseluruhan. Anggapan ini dinilainya kurang tepat. Namun, dia juga tidak mengamini bahwa hal ini dapat menyehatkan industri secara keseluruhan.
Sukses atau gagalnya MPL dengan sistem franchise hanya akan berdampak langsung kepada Moonton, dan permainan Mobile Legends itu sendiri. Semua kembali pada pada urusan dan pasar Moonton. Ini tidak akan memengaruhi bisnis pada game lain macam Dota 2 atau PUBG.
ADVERTISEMENT
Namun, Eddy menyatakan bahwa jika penyelenggaraannya berhasil, ada kemungkinan cara ini akan diikuti oleh publisher game lain untuk mengadakan liga serupa.
"Menyehatkan industri eSports, terlalu jauh. Menyehatkan bisa atau enggak? Mungkin bisa. Merugikan bisa enggak? Mungkin bisa. Tapi, jalan dulu. Kalo mereka jalanin sukses, besok PUBG juga bakal disuruh bayar. Game-game publisher yang ada di Indonesia meminta bayaran semua. Ya, kan?" katanya saat ditemui di Jakarta, Minggu (7/7).
Angka investasi Rp 15 miliar untuk mengikuti MPL, dinilai Eddy, telah menjadi hak Moonton sebagai penerbit dan penyelenggara liga, yang nyatanya memang paling prestisius di Indonesia untuk Mobile Legends. Eddy melihat apa yang dilakukan oleh Moonton sudah wajar, jika membandingkan dengan liga eSports di luar negeri yang sudah banyak menerapkan sistem franchise dengan janji mendapatkan shared revenue.
ADVERTISEMENT
Indonesia, dalam hal ini, akan menjadi proyek pilot Moonton untuk mengembangkan liga MPL berbasis sistem franchise. Hal ini dilihat dari sistem MPL yang masih gratis di negara lainnya, seperti Malaysia, Filipina, atau India. Hanya Indonesia yang baru menerapkan sistem franchise league di MPL.
"Mungkin saja Indonesia dijadikan pilot. Indonesia mulai duluan, Malaysia memang belum ada. Tapi di Indonesia sukses, mungkin di Malaysia akan jalan. Orang Indonesia sukses, Rp 15 M, 8 slot terisi, terus Malaysia akan free? Enggak mungkin dong?," terangnya.
Wajar memang bila Moonton menerapkan sistem ini pertama kali di Indonesia karena ini adalah pasar terbesarnya dan sangat potensial. Menurut data per September 2018, Mobile Legends dimainkan oleh 100 juta pengguna di Indonesia dari total 200 juta pengguna di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Lembaga riset Newzoo juga memprediksi pasar game Asia Tenggara akan menghasilkan nilai 4,6 miliar dolar AS pada tahun 2019. Kenaikan ini mencapai 22 persen dari tahun ke tahun dan Indonesia menjadi salah satu pasar terbesarnya.
Tim eSports besar RRQ dan EVOS, termasuk yang mendukung franchise league dan mereka berpartisipasi dalam MPL Season 4. Walaupun, dana Rp 15 miliar itu diakui CEO RRQ, Andrian Pauline, sebagai jumlah yang terbilang berat untuk tim sekelas RRQ. Dari sini ia berharap ada benefit yang akan diterima jika ikut serta dalam franchise.
“Buat saya, ada banyak aspek. Kalau cuma participate doang tentu enggak worth it. Tapi kalau kita bisa dapat benefit lebih, kayak misalnya eksistensi sebuah tim, contohnya RRQ. Kalau RRQ sendiri eksistensi atau fanbase paling besar RRQ kan juga ada di Mobile Legends . Jadi, kita harus ada (di MPL Season 4),” ujar AP, dalam video wawancaranya dengan seorang caster Frans Volva di YouTube.
ADVERTISEMENT
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Reza Apandi alias Daylen, selaku pendiri tim eSports Saints Indo, dan salah satu pemain senior dari Indonesia untuk game Mobile Legends. Menurutnya, sistem ini akan membuat tim kecil jadi sulit bersaing. MPL menurutnya akan dikuasai oleh delapan tim yang bersifat permanen karena telah membayar Rp 15 miliar, kecuali ada tim yang menjual slot mereka ke tim lain.
Daylen memberi saran yang mewakili suara tim eSports kecil. Dia berharap Moonton mempertimbangkan untuk memberi ruang bertanding di MPL bagi tim yang mau menempuh jalur kualifikasi. Konsekuensinya, tim yang lolos dari jalur kualifikasi tidak mendapatkan bagi hasil. Itu dinilai cukup adil untuk mendorong tim kecil merangkak naik ke level berikutnya. Dia mengingatkan tim-tim kecil juga punya mimpi besar untuk berlaga di MPL.
ADVERTISEMENT
Semua keputusan tentu akan kembali ke Moonton selaku penyelenggara MPL. Perusahaan asal China ini berjanji untuk memberi keterangan detail soal skema baru franchise league atau pola bagi hasil atas investasi Rp 15 miliar di MPL. Semua akan dipaparkan pada konferensi pers MPL pada 23 Juli mendatang.
"Savage!"