Aktivis Sebut Facebook 'Ancaman Besar' Penyebar Hoaks Medis Corona

23 Agustus 2020 11:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Logo Facebook. Foto: Bianda Ludwianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Logo Facebook. Foto: Bianda Ludwianto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah laporan terbaru yang dibuat organisasi aktivis hak asasi manusia Avaaz yang berbasis di Amerika Serikat, mengungkap betapa masifnya hoaks kesehatan yang beredar di media sosial Facebook.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan riset mereka, setidaknya hoaks kesehatan di Facebook telah dilihat 3,8 miliar kali sepanjang 2019. Jumlah tersebut meningkat di saat pandemi corona, di mana setidaknya konten hoaks kesehatan telah dilihat sebanyak 460 juta kali hanya pada April 2020.
Menurut catatan Avaaz, 10 situs web teratas yang diidentifikasi sebagai penyebar misinformasi kesehatan memiliki tampilan di Facebook hampir empat kali lebih banyak ketimbang informasi dari website resmi milik lembaga kesehatan, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Ini menunjukkan bahwa ketika warga paling membutuhkan informasi kesehatan yang kredibel, dan sementara Facebook mencoba secara proaktif meningkatkan profil lembaga kesehatan yang berwenang di platform tersebut, algoritma mereka berpotensi merusak upaya ini,” kata laporan tersebut, yang dipublikasi pada 19 Agustus 2020.
Ilustrasi hoaks Foto: Shutterstock
Algoritma Facebook memang menjadi sorotan dalam risetnya Avaaz, karena dianggap sebagai 'ancaman besar' yang membantu menyebarkan hoaks kesehatan. Bahkan, direktur kampanye Avaaz, Fadi Quran, menyebut algoritma milik raksasa media sosial itu sebagai ancaman utama bagi kesehatan publik.
ADVERTISEMENT
Ketika Facebook berjanji memberikan informasi valid selama pandemi corona, algoritma di platform-nya justru malah mengarahkan 2,7 miliar penggunanya ke posting-an misinformasi yang diunggah jaringan penyebar hoaks. "Infodemik ini akan membuat pandemi semakin buruk, kecuali Facebook detoksifikasi algoritmanya dan memberikan koreksi kepada semua orang yang terpapar kebohongan viral ini," katanya.
Para peneliti Avaaz juga menemukan, sebagian besar hoaks kesehatan dibagikan dari halaman publik (page) di Facebook. Mereka mengidentifikasi ada 42 halaman yang diikuti oleh lebih dari 28 juta pengguna Facebook dan meraup sekitar 800 juta tampilan atau pageview.
Menariknya, data yang disampaikan oleh Avaaz ini hanya diambil dari pengguna Facebook di lima negara, yakni Amerika Serikat, Inggris Raya, Prancis, Jerman, dan Italia.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, Indonesia tidak termasuk dalam pantauan mereka. Di sisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara paling infodemik di dunia saat pandemi saat ini.
Avaaz sendiri menyoroti sejumlah hoaks kesehatan yang paling sering disebarkan pengguna Facebook. Beberapa hoaks tersebut meliputi artikel yang mengklaim Bill Gates mendukung vaksinasi polio yang menyebabkan kelumpuhan setengah juta anak di India, posting-an yang menyepelekan virus corona, teori konspirasi yang menghubungkan jaringan internet mobile 5G dengan COVID-19, hingga kabar bohong mengenai penemuan obat sebuah penyakit.

Bantahan Facebook

Menanggapi temuan ini, Facebook menyebut bahwa laporan yang disampaikan Avaaz tak merefleksikan langkah-langkah yang perusahaan ambil.
“Kami berbagi tujuan Avaaz untuk membatasi kesalahan informasi. Berkat jaringan pemeriksa fakta global kami, dari April hingga Juni, kami menerapkan label peringatan pada 98 juta keping informasi yang salah tentang COVID-19 dan menghapus 7 juta keping konten yang dapat menyebabkan bahaya dalam waktu dekat,” kata Facebook dalam pernyataan resmi, seperti dikutip BBC.
ADVERTISEMENT
"Kami telah mengarahkan lebih dari 2 miliar orang ke sumber daya dari otoritas kesehatan dan ketika seseorang mencoba membagikan tautan tentang COVID-19, kami menampilkan munculan untuk menghubungkan mereka dengan informasi kesehatan yang kredibel,” sambungnya.
Patung-patung berdiri di depan logo jejaring sosial Facebook. Foto: JOEL SAGET / AFP
Terlepas dari upaya Facebook itu, Avaaz mengestimasi bahwa hanya 16 persen dari hoaks kesehatan yang diidentifikasi di Facebook memiliki label peringatan. “Meskipun isinya diperiksa fakta, 84 persen artikel lainnya dan posting-an yang dijadikan sampel dalam laporan ini tetap online tanpa peringatan,” kata Avaaz dalam laporannya.
Hoaks kesehatan merupakan masalah nyata di masa pandemi saat ini. Sebab, hoaks tersebut secara literal dapat membunuh orang yang mempercayainya.
Dalam sebuah studi studi yang diterbitkan American Journal of Tropical Medicine and Hygiene pada 10 Agustus 2020, misalnya, para peneliti menemukan bahwa setidaknya ada 800 orang yang meninggal akibat informasi keliru saat pandemi corona.
ADVERTISEMENT
Para peneliti juga menemukan, setidaknya ada 5.876 orang yang dirawat di rumah sakit akibat informasi palsu di media sosial.
Kebanyakan orang yang meninggal itu disebabkan karena menenggak metanol atau produk pembersih berbasis alkohol. Mereka secara keliru percaya bahwa produk tersebut adalah obat untuk virus corona. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa para korban telah mengikuti saran yang menyerupai informasi medis yang kredibel, padahal salah. Informasi-informasi tersebut pun bermacam-macam, mulai dari makan bawang putih dalam jumlah besar hingga meminum air kencing sapi sebagai cara mencegah infeksi corona.