Apa itu NFT? Cara Jual Meme Harga Miliaran Rupiah

1 September 2021 6:30 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Meme 'Disaster Girl' terjual dengan harga 500.000 dolar AS pada April 2021. Foto: David Roth
zoom-in-whitePerbesar
Meme 'Disaster Girl' terjual dengan harga 500.000 dolar AS pada April 2021. Foto: David Roth
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu membayangkan sebuah meme dijual dengan harga miliaran rupiah? Lewat NFT, kamu bisa melakukan itu.
ADVERTISEMENT
Seorang bocah 12 tahun asal Inggris bernama Benyamin Ahmed, misalnya, baru-baru ini menuai sukses usai menjual koleksi meme berjudul Weird Whales (Paus Aneh) lewat NFT. CNBC melaporkan bahwa pendapatannya dari dagang meme Paus Aneh itu bisa mencapai Rp 5,7 miliar pada akhir Agustus 2021.
Sang bocah kini bermimpi hendak jadi orang sugih seperti Elon Musk dan Jeff Bezos lewat jualan meme dengan NFT.
Kisah Ahmed si bocah juragan meme hanya salah satu kisah unik bagaimana orang bisa jadi miliarder lewat dagang meme dengan NFT. Dalam beberapa bulan terakhir, NFT telah menarik perhatian publik usai benda-benda digital yang tampak tak bernilai — seperti meme — berhasil dilelang dengan nilai miliaran rupiah ketika dijadikan NFT.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa NFT itu? Mengapa orang-orang mau membeli benda digital lewat NFT dengan harga yang mahal — di saat mereka bisa mendapatkannya secara gratis?

Apa itu NFT?

NFT merupakan kepanjangan dari non-fungible token. Untuk memahami makna utuhnya, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa itu fungible.
Dalam ekonomi, fungible adalah aset yang dapat dipertukarkan dengan barang sejenisnya. Agar lebih mudah, kamu bisa membayangkan contoh aset fungible sebagai uang. Jika kamu punya uang Rp 10 ribu, kamu bisa menukarkannya dengan dua lembar uang Rp 5 ribu.
Nah, dari penjelasan tersebut, kita dapat memahami bahwa non-fungible adalah aset yang tidak dapat dipertukarkan. Aset non-fungible adalah benda yang memiliki sifat yang unik sehingga tidak dapat dipertukarkan dengan sesuatu yang lain.
Sejumlah wartawan yang mengenakan masker berdiri di depan lukisan "Mona Lisa" di Museum Louvre, Paris, Prancis, Selasa (23/6). Foto: Charles Platiau/Reuters
Contoh aset non-fungible ini bisa berupa rumah, atau lukisan seperti Mona Lisa. Kamu tentu dapat men-download gambar lukisan Mona Lisa atau membeli cetakannya. Meski demikian, kepemilikanmu atas gambar download dan cetakan itu enggak mengubah fakta bahwa hanya ada satu lukisan asli Mona Lisa yang asli.
ADVERTISEMENT
Dari sini, kita dapat memahami bahwa NFT menyoal kepemilikan barang “unik” dan “satu-satunya” yang tidak dapat dipertukarkan dengan barang lain. Adapun istilah “token” di dalam NFT merujuk kepada sertifikat yang didapat orang usai membeli aset non-fungible itu.

Bagaimana cara kerja NFT?

Ketika internet belum ada, sebuah karya seni seperti lukisan mendapatkan nilai tinggi karena orisinalitasnya — karya tersebut adalah satu-satunya dan unik. Namun, seiring perkembangan digital, orisinalitas mulai terkikis. Kamu bisa dengan mudah men-download suatu karya lukisan digital dan menduplikasinya terus-menerus.
Nah, lewat NFT ini, suatu karya bisa dijamin orisinalitasnya. Melalui NFT, seseorang dapat mengeklaim orisinalitas suatu karya digital karena mereka memiliki sertifikatnya (yang berupa token).
Token NFT dibangun berdasarkan blockchain yang serupa seperti yang digunakan dalam cryptocurrency. Pembeliannya pun melibatkan mata uang kripto yang umumnya adalah Ether.
ADVERTISEMENT
Blockchain pada dasarnya adalah buku besar transaksi digital yang diduplikasi dan didistribusikan di seluruh jaringan sistem komputer. Blockchain ini merupakan sistem pencatatan informasi untuk meminimalisir adanya perubahan, peretasan, atau penipuan catatan transaksi.
Nah, karena transaksinya tercatat di ribuan komputer di seluruh dunia, sertifikat kepemilikan suatu karya seni digital dapat ditelusuri dan tidak dapat dipalsukan.
Untuk memperjelas, seseorang yang membeli karya seni NFT sebenarnya tak memiliki objek karya tersebut. Mereka hanya memiliki token yang merepresentasikan kepemilikan objek karya yang dibeli.
Dalam beberapa kasus, pembelian karya seni NFT juga melibatkan kontrak yang memungkinkan sang seniman tetap memiliki hak cipta atas karya yang dia jual. Artinya, sang seniman tetap bisa menduplikasikan karya NFT yang telah dibeli dan menjual duplikasi tersebut.
ADVERTISEMENT

Apa saja yang dijual melalui NFT dan berapa harganya?

Semua benda digital dapat dijual lewat NFT. Namun, banyak orang yang berpikir bahwa NFT khususnya digunakan untuk transaksi jual-beli karya seni digital.
Bagaimanapun, makna karya seni digital punya definisi yang longgar. Sebagai contoh, Sina Estavi, orang yang membeli NFT tweet pertama dari founder Twitter Jack Dorsey, menganggap bahwa kicauan tersebut adalah karya seni yang dapat setara dengan Mona Lisa.
"Ini bukan hanya tweet!" Estavi posting di Twitter usai membeli NFT tweet Jack Dorsey senilai Rp 42 miliar pada Maret 2021. "Saya pikir bertahun-tahun kemudian orang akan menyadari nilai sebenarnya dari tweet ini, seperti lukisan Mona Lisa."
Selain tweet, meme juga merupakan karya yang paling banyak diperdagangkan dengan NFT. Pada tanggal 19 Februari, sebuah Gif bernama Nyan Cat, yang menampilkan meme pop-art kucing terbang yang populer pada 2011, terjual lebih dari 500.000 dolar AS.
ADVERTISEMENT
Pada Maret 2021, musisi Grimes menjual beberapa karya seni digitalnya, termasuk video musik, dengan harga lebih dari 6 juta dolar AS. Menariknya, video ini dapat di-download langsung di situs tempat penjualan karya NFT Grimes.
Penjualan NFT terbesar dicatat oleh seniman digital bernama Beeple. Pada Maret lalu, karyanya yang berjudul Everydays: The First 5000 Days berhasil dijual oleh rumah lelang terkemuka, Christie’s, senilai 69 juta dolar AS.

Mengapa orang mau beli meme dengan harga miliaran rupiah?

Dari karya NFT berharga miliaran rupiah yang disebutkan di atas, kita dapat men-download-nya secara bebas dan gratis. Lantas, mengapa ada orang yang mau membeli karya NFT hingga miliaran rupiah?
Pertanyaan tersebut semakin lucu lagi jika kita mengingat bahwa pembeli bahkan tak memiliki objek karyanya secara langsung. Absurditas nilai karya seni NFT pun dipertanyakan oleh para pelaku di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Sehari sebelum lelang yang memecahkan rekor, Beeple, yang nama aslinya adalah Mike Winkelmann, mengatakan kepada BBC bahwa NFT adalah bentuk bubble ekonomi.
"Saya benar-benar berpikir akan ada gelembung, sejujurnya,” kata Beeple. "Dan saya pikir kita bisa berada dalam gelembung itu sekarang."
Video berjudul "Death of the Old" dari Grimes yang dijual lewat NFT. Harga mahal karya seni NFT membingungkan banyak orang karena objek yang dijual bisa di-download secara gratis, bahkan lewat situs lelang yang menyediakannya. Foto: Screenshot situs web Nifty Gateway
Mantan juru lelang Christie’s, Charles Allsopp, juga mengungkapkan skeptisisme serupa. Kepada BBC, ia bahkan mengatakan bahwa konsep membeli NFT "tidak masuk akal".
"Ide membeli sesuatu yang tidak ada di sana sungguh aneh," kata Allsopp kepada BBC.
"Saya pikir orang yang berinvestasi di dalamnya adalah mug kecil, tapi saya harap mereka tidak kehilangan uang mereka."
Bagaimanapun, beberapa orang menilai bahwa harga fantastis NFT masuk akal. CEO Indodax, Oscar Darmawan, menganggap bahwa kepemilikan orisinal merupakan daya tarik dari karya NFT.
ADVERTISEMENT
"Sistem NFT tentunya cocok dengan pencipta atau penemu teknologi. Suatu karya dilelang dengan sistem NFT dan dibeli dengan kripto. Karena menggunakan sistem blockchain, NFT mengadopsi sifat efisien, sehingga penjualan karya lewat NFT bisa terjadi secara fantastis," kata Oscar kepada kumparan beberapa waktu lalu.
Penjelasan lain mengapa karya seni NFT bisa mahal, mungkin, disebabkan oleh dampaknya bagi si pembeli dalam konteks sosial, menurut peneliti dari University of Washington, Aaron Hertzmann.
Dalam tulisannya di The Conversation, Hertzmann, mencoba untuk merasionalkan harga mahal dari karya NFT. Dia bilang, karya seni NFT mesti dilihat dalam kacamata sosial.
“Seni di rumah kamu mengomunikasikan minat dan selera kamu. Karya seni dapat memicu percakapan, baik di museum atau di rumah. Orang-orang membentuk komunitas berdasarkan kecintaan mereka pada seni, baik melalui museum dan galeri, atau majalah dan situs web. Membeli karya mendukung seniman dan seni,” kata Hertzmann.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Hertzmann juga menyoroti aspek “kelangkaan” yang ditawarkan karya seni NFT. Bagaimanapun objek fisik karya seni NFT tidak dimiliki oleh si pembeli dan orang lain dapat men-download-nya secara gratis, sang pembeli dapat bangga bahwa hanya dirinyalah yang memiliki sertifikat orisinal karya tersebut.
Lebih jauh, Hertzmann menyebut bahwa nilai sebuah karya seni adalah bentukan sosial, bukan dari apa dan bagaimana objek tersebut ditampilkan. Sebagai contoh, dia menggunakan fenomena karya seni pisang dilakban berjudul “Comedian” yang dibuat oleh Maurizio Cattelan pada 2019 lalu.
“Tradisi seni konseptual telah lama memisahkan objek itu sendiri dari nilai karya. Maurizio Cattelan menjual pisang yang ditempel di dinding seharga enam digit ... nilai karya itu bukan pada pisang atau lakbannya, bukan pula pada cara keduanya dilekatkan, melainkan pada cerita dan drama di sekitar karya tersebut,” kata Hertzmann.
ADVERTISEMENT
“Sekali lagi, pembeli tidak benar-benar membeli pisang, mereka membeli hak untuk mengatakan bahwa mereka “memiliki” karya seni ini,” sambungnya.
Dengan contoh tersebut, Hertzmann mengatakan bahwa karya seni NFT bisa dipandang dari dua sisi.
Pertama, NFT semakin mempertegas bahwa karya seni tak lagi menyoal objek fisik, melainkan konsep abstrak semata. Atau, yang kedua, NFT menunjukkan kepada kita bagaimana nilai karya seni telah terkikis oleh konsumerisme.
“Bergantung pada sudut pandang kamu, seni kripto bisa menjadi manifestasi akhir dari pemisahan seni konseptual dari karya seni dari objek fisik apa pun. Ini adalah abstraksi konseptual murni, diterapkan pada kepemilikan,” kata dia.
“Di sisi lain, seni kripto dapat dilihat sebagai mengurangi seni menjadi bentuk paling murni dari jual beli untuk konsumsi yang mencolok.”
ADVERTISEMENT