Bos Bolt Akhirnya Bicara soal Utang Frekuensi: Kami Patuh pada Kominfo

21 November 2018 15:26 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Direktur Internux, Dicky Moechtar. (Foto: Internux/bolt.id)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Direktur Internux, Dicky Moechtar. (Foto: Internux/bolt.id)
ADVERTISEMENT
Manajemen PT Internux yang mengelola layanan Bolt, akhirnya angkat bicara terkait masalah biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi yang masih menunggak sejak tahun 2016 dan 2017. Perusahaan menegaskan mengapresiasi langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang bersama-sama mencari langkah penyelesaian terbaik.
ADVERTISEMENT
Pada Jumat, 16 November 2018, Internux menyatakan pihaknya telah mengajukan proposal penyelesaian kepada Kominfo untuk mencapai solusi dan kesepakatan.
Presiden Direktur Internux, Dicky Moechtar, berkata dalam siaran pers resmi, Rabu (21/11), bahwa pihaknya "akan patuh terhadap kebijakan Kominfo," tetapi sebagai penyelenggara layanan internet 4G LTE Bolt, perusahaan tetap mengedepankan layanan optimal bagi pelanggan.
Di sisi lain, Internux memutuskan untuk menghentikan sementara pembelian pulsa atau pembelian paket Internet dari pelanggan sampai ada arahan untuk melanjutkan layanan dari Kominfo.
ADVERTISEMENT
Internux merupakan salah satu operator telekomunikasi yang memenangkan lelang spektrum frekuensi 2.3 GHz dengan lebar pita 15 MHz pada Zona 4, meliputi kawasan Jabodetabek dan Banten).
Sumber daya layanan Internet Bolt juga diperkuat oleh tambahan spektrum frekuensi 2,3 GHz milik induk perusahaannya, PT First Media Tbk, yang dapat izin operasi di Zona 4 (Jabodetabek-Banten) dan Zona 1 (Sumatra bagian utara).
Kedua perusahaan ini belum melunasi BHP frekuensi sejak 2016 dan 2017. Diketahui tunggakan pokok dan denda izin frekuensi yang harus dilunasi Bolt adalah sebesar Rp 343.576.161.625, sementara First Media Tbk sebesar Rp 364.840.573.118.
Dicky Moechtar, Presiden Direktur Internux (Bolt). (Foto: Bolt)
zoom-in-whitePerbesar
Dicky Moechtar, Presiden Direktur Internux (Bolt). (Foto: Bolt)
Izin frekuensi First Media Tbk dan Internux belum ditentukan
Dari Kominfo sendiri sampai sekarang belum menentukan nasib izin frekuensi kedua perusahaan, setelah ada proposal penyelesainnya untuk mencari solusi.
ADVERTISEMENT
Kominfo masih membicarakan hal ini dengan Kementerian Keuangan sebagai pihak yang akan menerima Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari spektrum frekuensi radio di Indonesia.
Plt. Kepala Biro Humas Kominfo, Ferdinandus Seto, menjelaskan sejauh ini sudah ada itikad baik dari First Media Tbk dan Internux untuk melunasi sejumlah tunggakan BHP frekuensinya pada akhir tahun ini, kemudian dicicil pada 2019 dan 2020.
"Tapi, sikap pemerintah terhadap kedua perusahaan ini belum final. Kami butuh diskusi lebih lanjut," kata Ferdinandus, saat dihubungi kumparan pada Selasa (20/11).
Penyedia layanan internet, Bolt. (Foto: Bolt)
zoom-in-whitePerbesar
Penyedia layanan internet, Bolt. (Foto: Bolt)
Selain First Media Tbk dan Internux, ada satu lagi perusahaan yang sejak 2016 menunggak BHP frekuensi 2,3 GHz. Perusahaan ini adalah PT Jasnita Telekomindo yang menunggak Rp Rp 2.197.782.790. Jasnita memiliki izin frekuensi 2,3 GHz di zona Sulawesi bagian utara.
ADVERTISEMENT
Jasnita memilih untuk melepas izin penggunaan frekuensi 2,3 GHz miliknya dan perusahaan telah mengirim surat pengembalian frekuensi kepada Kominfo.