Cara Buzzer Bikin Trending Hoaks dan Bagaimana Kita Harus Melawannya

23 Juni 2020 8:19 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Buzzer Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Buzzer Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Keberadaan hoaks menampilkan dua sisi koin media sosial. Di satu sisi, media sosial bisa menghadirkan informasi ter-update bagi pengguna. Namun di sisi lain, ia juga jadi ladang bagi buzzer untuk menyebarkan fitnah dan berita bohong.
ADVERTISEMENT
Menurut pengamat media sosial, Ismail Fahmi, cara kerja hoaks untuk menjadi trending dan viral paling bisa dipahami melalui Twitter. Sebab, Twitter memiliki ukuran yang bisa dihitung dalam menentukan viralnya suatu pesan atau tidak.
Ismail menjelaskan, ada dua cara hoaks bisa menjadi viral di Twitter. Pertama, pesan hoaks tersebut disebarkan melalui bot, yang bisa mengirim pesan berjumlah masif dalam waktu serentak. Adapun cara kedua, yang lebih organik, memerlukan influencer dengan followers yang besar untuk memperbesar cakupan berita bohong tersebut di media sosial.
Kedua cara tersebut, kata Ismail, punya tantangannya masing-masing. Meski bot bisa menghasilkan pesan bohong yang banyak dalam satu waktu, cara tersebut sangat mungkin diblokir oleh Twitter karena dianggap spam.
ADVERTISEMENT
"Jadi, mereka harus pintar-pintar mainnya. Makanya, pendekatannya itu sekarang kan pakai giveaway banyaknya," kata Ismail ketika dihubungi kumparan, Senin (22/6). "Ada orang-orang, ada tim yang digerakkan. Sehingga agak-agak natural dikit lah."
Ismail Fahmi, Analis Media Sosial Drone Emprit. Foto: Fauzan Dwi Anangga/kumparan
Dalam hal ini, Ismail menjelaskan dua istilah yang sering dimaknai sama satu sama lain, yakni 'buzzer' dan 'bot'. Meski keduanya merujuk pada cara memviralkan suatu pesan, keduanya memiliki perbedaan yang mendasar.
Bot merujuk pada akun yang menyebar tweet secara masif di waktu bersamaan, di mana akun-akun tersebut dikendalikan melalui program yang dijalankan oleh seseorang. Sedangkan buzzer merupakan akun media sosial yang dikendalikan langsung oleh manusia asli, dan kadang mencantumkan identitas dirinya di akun yang dia pakai.
Adapun cara persebaran hoaks kedua melalui keterlibatan para influencer. Untuk cara ini, pendekatan melalui influencer memerlukan keterlibatan sebuah akun dengan jumlah followers yang besar. Masalahnya, kata Ismail, untuk mendapatkan 'dukungan' dari influencer bukanlah hal yang mudah.
ADVERTISEMENT
Ismail pun menjelaskan, meski tampak berbeda, penyebaran hoaks di Twitter biasanya dihasilkan melalui penggabungan kedua cara tersebut.
"Biasanya di zaman pilpres itu dulu, itu (trending hoaks) disiapkan pagi-pagi. Jam 4 sudah mulai naik. Ketika orang mulai ngantor, mulai kelihatan kan tuh di trending topic, ‘Oh ada trending ini, nih.’ Jadi, pagi itu waktu yang bagus untuk melihat ada sesuatu yang trending," kata Ismail yang juga merupakan pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia.
Ilustrasi profesi selain buzzer. Foto: Dok: Maulana Saputra.
"Itu angkanya masih sedikit, baru kemudian influencer jam 7 ikut dia ngangkat," sambungnya.
Contoh lain yang diberikan oleh Ismail adalah kasus fitnah yang dialami komika stand-up comedy Bintang Emon baru-baru ini.
Menurut Ismail, hoaks yang menerpa Bintang Emon hanya disebar oleh tiga akun bot pada Minggu (14/6) malam. Namun, karena respons para influencer yang terdiri dari komika lain untuk membela Emon, hoaks ketiga akun bot itu bisa jadi viral di Twitter pada Senin (15/6).
ADVERTISEMENT
"Mereka nggak tahu kalau yang nyerang sudah selesai. Sudah setop. Jadi, yang viral di antara mereka saja," kata Ismail. "Jadi, ibaratnya kalau ramai-ramai, Wah, ada maling nih.’ Maling-nya sudah ketangkap, tapi orang-orang di belakang masih ramai, bingung semuanya kan gitu."
Ismail sendiri memaklumi fenomena tersebut. Menurutnya, orang awam memang tidak mengetahui apakah serangan hoaks berhasil viral atau tidak. Sehingga pada akhirnya respons mereka malah membuat hoaks yang tidak viral jadi makin viral.
Dia pun menjelaskan, cara untuk mengetahui apakah tren hoaks berhasil viral atau tidak biasanya memerlukan tools khusus seperti yang dipakai Drone Emprit. Sedangkan masyarakat umum biasanya hanya merespons suatu pesan hoaks secara impulsif tanpa memikirkan apakah kabar bohong itu sudah viral atau belum.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Ismail menilai bahwa respons tersebut diperlukan dalam melawan sebuah pesan hoaks. Menurutnya, pesan yang bersifat simpang siur memang harus segera diklarifikasi, agar tidak terlanjur dianggap sebagai kebenaran.
"Kalau menurut saya, secara umum kalau ada fitnah harus diklarifikasi. Harus dikasih kontra-narasinya kayak apa," kata Ismail. "Jangan dibiarkan. Kalau dibiarkan nanti menyebar dan dianggap fitnah itu yang jadi benar."