Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cepat Atau Lambat, Pekerjaan Manusia akan Diganti oleh AI
17 Desember 2022 10:29 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini ramai Artificial Intelligence pembuat gambar seperti Dall-E dan Chat GPT. Dall-E dapat membuat gambar artistik hanya dengan sepotong kalimat. Gambar yang dihasilkan dapat berupa gambar kartun hingga ilustrasi foto realistik.
ADVERTISEMENT
Ada lagi ChatGPT. Ini adalah kecerdasan buatan teks yang dapat diandalkan melakukan percakapan, menyusun artikel, skrip video, puisi, hingga bercerita soal sejarah. Keduanya dibuat oleh OpenAI.
Dall-E bisa menghasilkan hingga sepuluh gambar berbeda dari satu prompt kalimat, dan itu dilakukan hanya dalam hitungan detik.
Apakah ini adalah tanda pekerjaan sektor kreatif seperti ilustrator akan digeser oleh mesin?
AI jualan gambar
Tak bisa disangkal AI “artis” mulai mendisrupsi dunia kreatif. Pasalnya, gambar bikinan AI yang tidak hanya mentok di tahap pengembangan, tapi juga sudah masuk tahap komersialisasi dan ramai digunakan. Dall-E misalnya, sudah menjajakan produknya untuk digunakan oleh perusahaan sebagai API website-nya.
Ada juga Lensa, aplikasi AI buat avatar yang viral di iOS dan Android, ini juga sudah menjadi produk komersil tahap lanjut. Diperkirakan Lensa memperoleh pendapatan 8 juta dolar AS untuk Desember 2022 saja, seperti dilansir dari Business of Apps.
Semakin banyak gambar buatan AI yang diperjualbelikan, di platform yang sama yang menjual karya seniman. Adobe Stock mengumumkan mulai menjual stok gambar yang dihasilkan AI per Desember 2022. Arstation, sebuah platform, juga berencana demikian. Namun artis serentak melakukan penolakan masif di platform tersebut dengan memasang poster “No to AI Generated art” di portofolio mereka.
ADVERTISEMENT
Pro kontra "seniman" AI
Gambar AI ini bukan tanpa pro kontra. Salah satunya adalah isu plagiarisme. Gambar yang dihasilkan oleh AI tidak lebih dari kumpulan pixel hasil “belajar” dari ribuan karya artis lain. Ketika gambar hasil AI dibuat dan dijual, tidak ada kredit untuk artis yang menjadi referensi gambar.
Lebih dari itu, karena hanya berjalan atas fungsi matematika, AI tidak memahami arti dari karya mereka, pun tidak bisa menjelaskan objek apa saja yang ada di sana. AI hanya punya tingkat kepercayaan diri tertentu dalam korelasi antara teks caption dengan foto.
Sehingga, bisa disimpulkan, karya seni AI belum bisa disamakan dengan karya seniman manusia.
Noah Bradley, seniman digital yang menggunakan AI untuk memperkuat seninya, berpendapat bahwa AI di dunia seni sama seperti smartphone di fotografi–membuatnya lebih mudah diakses oleh banyak orang tanpa mengganti profesional.
ADVERTISEMENT
“Ada banyak kerumitan dalam menciptakan karya seni yang belum siap untuk dikerjakan oleh mesin,” ungkapnya kepada Wired.
Namun di sisi lain, AI dapat menghasilkan kreasi yang efisien waktu, tenaga dan uang.
Misal seorang insinyur asal Inggris menggunakan AI untuk membuat buku cerita anak hanya dalam waktu beberapa hari, lalu menjualnya di Amazon.
Ammar Reshi menggunakan ChatGPT untuk menghasilkan naskah buku dan prompt ilustrasi. Teks prompt ilustrasi tersebut kemudian dibawa ke AI penghasil gambar, MidJourney.
Tugasnya tinggal menggabungkan naskah dan gambar, dan boom! Selesai sebuah buku anak yang biasanya butuh waktu satu tahun bahkan lebih untuk membuatnya. Reshi hanya butuh 72 jam.
Tentu tidak semua senang atas adaptasi teknologi AI ini. khususnya dari kalangan profesional penulis buku anak yang menghabiskan waktu dan umurnya untuk membuat buku. Belum lagi isu hak cipta ilustrasi yang digunakan AI untuk dasar data train.
ADVERTISEMENT
Negatifnya, AI ilustrator bermasalah soal kredit terhadap karya seniman manusia yang digunakan. Positifnya, AI, seperti robot di industri, bisa menghemat waktu, tenaga, dan biaya.
Namun, karya AI tidak dipandang sama dengan karya manusia di mata hukum. Lembaga hak cipta AS menyatakan bahwa karya “seni” AI tidak bisa di-copyright. Lembaga hukum di berbagai negara juga tengah di proses membuat regulasi komprehensif terkait AI.
Diskursus di atas tidak hanya berlaku untuk seni visual, tapi juga teks generatif dan musik.
Teks ada ChatGPT, lagu ada LastFM buatan Google. Masih banyak lagi produk AI yang siap mengisi produk kreatif dan dikomersialisasikan.
Mari bahas dari sisi non kreatif.
AI di dunia medis
Implementasi lain yang non-artistik, adalah penggunaan AI di dunia medis. Google sendiri punya AI Medic buatan Google yang bisa diagnosis. AI ini, yang dibuat oleh sub perusahaan Google Health, berhasil mendeteksi kanker payudara berdasarkan citra mamogram.
ADVERTISEMENT
Terbaru, Google melisensikan model kecerdasan buatan tersebut kepada perusahan teknologi medis iCAD untuk penggunaan AI yang lebih luas dan menuju komersialisasi.
Di kasus ini, AI bisa terbebas dari error manusia. Faktor lain, AI bisa bekerja tanpa tekanan, perasaan, dan letih. Sehingga cocok mengisi pekerjaan intensif.
Pertanyaannya, apakah sebagian besar, jika tidak semua, pekerjaan manusia akan digantikan oleh AI?
Cepat atau lambat, semua pekerjaan akan digantikan AI
Kuwat Triyono, dekan FMIPA UGM mengatakan cepat atau lambat semua pekerjaan manusia bisa digantikan oleh AI. Sampai saat ini, AI sudah secara luas diadaptasi, khususnya untuk pekerjaan pengulangan.
“Hanya cepat dan lambatnya pekerjaan mana yang akan didisrupsi oleh AI,” ungkapnya kepada kumparanTECH, Jumat (16/12).
ADVERTISEMENT
Ada beberapa pendapat berbeda soal apakah AI akan menghapus lapangan pekerjaan. Kuwat berpendapat bahwa disrupsi AI sangat mungkin menghapus, dan juga bisa membuka lapangan pekerjaan baru. Kuncinya adalah menaikkan skill individu pekerja, kemudian pindah ke sektor yang belum terdisrupsi, atau langsung cemplung menguasai AI-nya.
"Pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya rutin itu akan paling cepat diberhentikan oleh AI. Kemudian pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya untuk kalkulasi itu juga sifatnya sudah mulai (terindikasi digantikan AI)," kata Kuwat.
Dilansir dari Pew Research, sekitar 48 persen ahli yang diminta pendapatnya mengatakan bahwa AI dan robot akan menggantikan kerja baik pekerja kerah biru maupun kerah putih di masa depan. Sementara 52 persen ahli berpendapat bahwa AI akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Pew Research menyorot kesiapan lembaga pendidikan untuk menyiapkan masyarakat dengan masa depan yang terdisrupsi ini.
ADVERTISEMENT
Word Economic Forum memprediksi akan ada 97 juta lapangan pekerjaan baru yang berkaitan dengan AI dan data per 2025. Sementara sektor pekerjaan yang bisa terautomatisasi seperti data entry, akuntan, pekerja pabrik hingga manajer operasi akan mulai tergeser.
Kuwat menambahkan, bahwa pekerjaan mana yang akan digeser oleh AI ditentukan oleh kesiapan AI dan manusianya. AI membutuhkan infrastuktur masif dan data yang komprehensif. Adaptasi ini akan masuk secara perlahan. Dari segi manusianya, AI juga menunggu individu yang memiliki kemampuan mumpuni untuk memantapkan kehadirannya di sektor yang belum terjamah saat ini.