Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Gelombang ketidakpercayaan sejumlah brand besar di dunia terhadap platform media sosial masih terjadi, yang mendorong mereka berhenti beriklan di platform media sosial Facebook dan Instagram. Ini diawali dengan Unilever yang menyatakan berhenti beriklan di platform media sosial terbesar itu.
ADVERTISEMENT
Keputusan Unilever tidak lepas dari kekecewaan terhadap grup Facebook yang tidak serius mengatasi ujaran kebencian dan misinformasi di platform-nya. Putusnya kerja sama iklan dari Unilever ini sangat berdampak karena mereka adalah salah satu perusahaan dengan belanja iklan terbesar dunia, yang juga masuk dalam daftar 30 perusahaan dengan iklan terbesar di Facebook.
Setidaknya ada total 90 brand yang melakukan gerakan ini. Selain Unilever, ada juga sederet brand ternama lain yang memutuskan untuk berhenti beriklan di platform Facebook.
Untuk Levi's dan Dockers yang mengatakan mereka akan menghentikan semua iklan di Facebook dan Instagram setidaknya untuk Bulan Juli.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari lalu, perusahaan teknologi dan e-commerce Rakuten, pemilik aplikasi chatting Viber, juga ikut melakukan langkah serupa. Lebih jauh lagi, Viber juga menghentikan dukungan pada Giphy yang baru saja dibeli Facebook.
“Facebook harus mengambil tindakan untuk menghentikan informasi yang salah (hoax ) dan pernyataan-pernyataan kebencian di platform-nya. Ini adalah penghinaan yang tidak dapat diterima terhadap nilai-nilai kita. Kami dan Dockers bergabung dengan kampanye #stophateforprofit dan menjeda semua iklan di Facebook,” tulis Levi’s dalam sebuah pernyataan resmi.
Munculnya gelombang untuk melakukan pemberhentian iklan di media sosial milik Facebook menyusul surat terbuka organisasi nirlaba Liga Anti-Fitnah (Anti-Defamation League/ADL) pada 17 Juni 2020, yang meminta perusahaan-perusahaan besar berhenti berbisnis dengan Facebook karena media sosial itu telah jadi ladang kebencian dan hoaks.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Twitter, Facebook tidak melabeli konten ujaran kebencian dan hoaks yang ada di platform mereka. Hal tersebut kemudian mendorong para aktivis dan karyawan Facebook itu sendiri untuk mengkritik kebijakan perusahaan.
Gara-gara hal ini, saham Facebook turun 8,3 persen dan terkoreksi hingga 58 miliar dolar AS dalam perdagangan bursa pada Jumat (26/6), sekaligus menandai kerugian terbesar dalam tiga bulan terakhir.
Kekayaan pendiri sekaligus CEO Facebook, Mark Zuckerberg, juga menurun sebesar 7,21 miliar dolar AS atau sekitar Rp 103,5 triliun dalam 24 jam terakhir. Hal tersebut membuat Zuckerberg turun ke posisi empat dalam daftar orang terkaya di dunia, di bawah bos Louis Vuitton Bernard Arnault, pendiri Microsoft Bill Gates, dan CEO Amazon Jeff Bezos.
ADVERTISEMENT
Menanggapi kritik tersebut, Mark Zuckerberg mengumumkan bahwa pihaknya akan melabeli semua posting-an terkait Pemilu AS dengan tautan yang mendorong pengguna untuk melihat pusat informasi pemilu. Facebook juga akan memperluas definisi tentang ujaran kebencian yang dilarang, serta menambahkan klausul bahwa tidak akan ada iklan yang ditampilkan dalam posting-an yang diberi label berbahaya oleh Facebook.
"Tidak ada pengecualian untuk politisi dalam kebijakan apa pun yang saya umumkan di sini hari ini," kata Zuckerberg.