Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Kebocoran data 6 juta pasien COVID-19 milik Kementerian Kesehatan pada awal tahun ini membuat sejumlah pihak mendesak agar DPR segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
ADVERTISEMENT
Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi, misalnya, menyebut bahwa instrumen peraturan yang ada saat ini belum ada yang sepenuhnya mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan data pribadi, yang berakibat pada ketidakpastian perlindungan data masyarakat.
"Beberapa aspek yang masih nihil dalam pengaturan saat ini, antara lain adalah terkait dengan perlindungan data sensitif, kejelasan perlindungan hak-hak subjek data, termasuk mekanisme pemulihan ketika terjadi pelanggaran," kata Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi dalam pernyataan resmi, Jumat (7/1).
Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi sendiri terdiri dari 28 LSM advokasi, termasuk ELSAM, AJI Indonesia, ICT Watch, YLBHI, ICW, hingga SAFEnet.
Koalisi menilai pengesahan RUU PDP penting disegerakan untuk menghadirkan rujukan instrumen perlindungan yang komprehensif, sehingga mampu meminimalisir terus berulangnya insiden kebocoran data pribadi.
ADVERTISEMENT
Koalisi juga menekankan perlunya otoritas pelindungan data pribadi yang independen, yang mampu bekerja secara fair dan adil, dalam menjalankan aturan PDP.
"Tanpa adanya otoritas PDP yang independen, tentunya sulit untuk mencapai tujuan dari perlindungan data pribadi, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28G ayat (1) UUD 1945," jelas Koalisi.
"Apalagi mengingat besarnya pemrosesan data pribadi warga negara yang dilakukan oleh institusi publik, baik di tingkat pusat maupun daerah. Juga ketidaksiapan mereka dalam kepatuhan terhadap perlindungan data pribadi, yang nampak dari sejumlah insiden kebocoran data pribadi yang melibatkan institusi publik, seperti yang nampak salah satunya dari kasus ini."
Pemerintah telah memasukkan draf RUU PDP ke DPR pada Desember 2019. Sejak 2020, RUU PDP sudah masuk ke daftar Prolegnas, namun selalu ditunda pengesahannya oleh DPR.
ADVERTISEMENT
Terhambatnya pengesahan RUU PDP disebabkan belum adanya kesepakatan soal posisi lembaga yang memiliki otoritas sebagai pengawas perlindungan data pribadi.
"Kali ini kawan-kawan di DPR RI mau cari alasan apa lagi untuk tidak segera mengesahkan RUU PDP? Kalau masih ada masalah di satu-dua pasal kan bisa dibicarakan, atau kalau perlu lakukan voting jika tidak ada titik temu,” sesal Juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia, Sigit Widodo, Jumat (7/1).
PSI berharap RUU PDP bisa segera disahkan karena sudah banyak sekali kasus kebocoran data pribadi yang menimpa Warga Negara Indonesia.
Sebelumnya, data pengguna aplikasi Health Alert Card (eHAC) buatan Kemenkes juga sempat bocor pada Agustus lalu. Kebocoran data ini memuat sekitar 1,3 juta pengguna.
ADVERTISEMENT
“Kali ini enam juta data pasien bobol. Sebelumnya bahkan data pribadi presiden kebobolan. Bagaimana negara bisa melindungi rakyatnya kalau Undang-undang yang mengatur perlindungan data pribadi saja tidak ada,” ujar Sigit.
Sebelumnya, ahli keamanan siber telah mewanti-wanti bahwa RUU PDP perlu disahkan untuk menekan kebocoran data di Indonesia.
CEO dan Chief Digital Forensic Indonesia Ruby Alamsyah mengatakan, rentetan kebocoran data di Indonesia telah membuat item data pribadi masyarakat yang terekspos semakin lengkap.
"Kalau data pribadi sudah telanjang, nanti RUU PDP yang mau disahkan entah kapan itu, yang mau dilindungi apaan?" kata Ruby kepada kumparanTECH, dalam sebuah kesempatan wawancara pada Juni 2021 lalu.