Di Arab, Stalking Ponsel Pasangan Bisa Kena Denda Rp 1,9 Miliar

31 Mei 2019 3:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi main smartphone. Foto: Stephen Lam/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi main smartphone. Foto: Stephen Lam/Reuters
ADVERTISEMENT
Saling percaya merupakan kunci utama keberhasilan sebuah hubungan. Arab Saudi sepertinya menjadi salah satu negara yang ingin menekankan nilai itu di kehidupan masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
Bahkan kini perilaku seseorang yang tidak percaya pada pasangannya sudah dianggap sebagai tindak kriminal. Arab Saudi memberlakukan denda yang cukup berat bagi seseorang yang kerap melihat atau mengakses smartphone pasangannya.
Kalau ketahuan memata-matai smartphone pasangan untuk membuktikan ketidaksetiaan atau sekadar ingin memastikan tidak ada orang ketiga, seseorang akan dikenakan hukuman penjara hingga satu tahun atau denda 500.000 riyal Saudi atau sekitar Rp 1,9 miliar.
Di undang-undang Arab, perbuatan stalking ponsel pasangan sudah masuk ke dalam kejahatan dunia maya alias cybercrime. Siapa pun yang mengakses smartphone pasangan tanpa izin akan dikenakan hukuman, karena dianggap setara dengan peretasan.
Pemerintah Arab Saudi bisa memberikan hukuman yang lebih ringan, apabila si pelaku tidak melihat isi pesan teks, gambar, dan video dari smartphone pasangan.
Ilustrasi stalking ponsel. Foto: Pexels/Pixabay
ADVERTISEMENT
Peraturan ini sebenarnya selaras dengan munculnya fenomena “milik saya adalah milik kamu” di kalangan milenial dan selanjutnya. Hal ini membuat mereka terdorong untuk berbagi password biometrik alias keamanan sidik jari.
Dengan hadirnya opsi penyimpanan beberapa sidik jari atau identitas wajah, pasangan akhirnya saling berbagi ruang untuk memudahkan pasangannya mengakses smartphone masing-masing.
“Berbagi sidik jari ponsel menunjukkan kepercayaan antara dua orang,” kata Emma Clarke, perempuan berusia 24 tahun yang tinggal di New York, Amerika Serikat. Ia sendiri mengaku sudah bertukar sidik jari biometrik dengan sang kekasih agar saling bisa mengakses smartphone.
Emma menilai jika di zaman ini sudah layaknya berbagi intimasi. Ia tidak mengatakan bahwa ini adalah suatu hal yang salah, namun jika ini terus berlanjut, pasangan yang melakukan hal ini akan merasa dikhianati apabila salah satu dari mereka memilih untuk memiliki privasi atau ruang untuk dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT