Duduk Perkara Gugatan RCTI yang Ancam Kebebasan Live Streaming IG, FB, YouTube

28 Agustus 2020 15:57 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sosial media. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sosial media. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
RCTI dan iNews jadi buah bibir netizen media sosial pada pekan ini. Perbincangan soal kedua stasiun televisi swasta itu tak lepas dari isu larangan live streaming secara bebas di media sosial jika gugatan UU Penyiaran mereka di Mahkamah Konstitusi dikabulkan.
ADVERTISEMENT
Gugatan RCTI dan iNews terhadap UU Penyiaran telah didaftarkan sejak Mei 2019. Sebenarnya, gugatan mereka tidak menyasar pada live streaming di media sosial. Lalu, kenapa isu ini bisa mengancam kebebasan live streaming?
kumparanTECH telah merangkum fakta-fakta penting gugatan RCTI dan iNews terhadap UU Penyiaran, dan mengapa gugatan itu bisa berdampak pada siaran langsung di media sosial. Kamu bisa melihatnya melalui daftar berikut.

1. Awal mula RCTI dan iNews gugat UU Penyiaran: Untuk atur Netflix-YouTube

Pada awalnya, gugatan RCTI dan iNews terhadap UU Penyiaran ditujukan untuk mengatur layanan streaming video seperti Netflix dan YouTube. Gugatan ini didaftarkan pada 27 Mei 2020 dengan nomor 39/PUU-XVIII/2020.
Ilustrasi ruangan Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Gugatan dari iNews diwakili David Fernando Audy selaku Direktur Utama dan Rafael Utomo selaku Direktur, sedangkan dari pihak RCTI diwakili oleh Jarod Suwahjo dan Dini Aryanti Putri selaku Direktur. Para direktur kedua stasiun televisi tersebut memberikan kuasanya kepada firma hukum TNKP Law Firm.
ADVERTISEMENT
Adapun UU yang digugat oleh RCTI dan iNews adalah Pasal 1 angka 2 di dalam UU Penyiaran, yang berbunyi seperti di bawah ini:

2. RCTI dan iNews merasa UU Penyiaran tidak adil

iNews dan RCTI merasa dirugikan dengan ketentuan dalam pasal itu. Pasal tersebut dinilai membuat perlakuan yang berbeda antara penyiaran konvensional dan layanan streaming over the top (OTT) karena belum mengatur penyiaran yang menggunakan internet. Padahal, menurut RCTI dan iNews, UU Penyiaran adalah rule of the game bagi penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Menyebabkan adanya perlakuan yang berbeda (unequal treatment) antara Para Pemohon sebagai penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan spektrum frekuensi radio dengan penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti layanan Over the Top (OTT) dalam melakukan aktivitas penyiaran," demikian bunyi gugatan mereka dikutip dari situs MK, Sabtu (30/5).
Ilustrasi menonton Netflix Foto: Shutter Stock
Menurut iNews dan RCTI, Pasal 1 angka 2 dalam UU Penyiaran itu melanggar hak konstitusional mereka untuk diberikan kedudukan yang sama di dalam hukum, mendapatkan kepastian hukum yang adil dan perlakukan yang sama di hadapan hukum, serta bebas dari perlakukan yang bersifat diskriminatif, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945.
Keduanya menilai kerugian yang mereka alami saat ini tak akan muncul bila kemudian UU Penyiaran mengatur juga penyiaran berbasis internet.
ADVERTISEMENT

3. Contoh ketidakadilan UU Penyiaran yang diberikan RCTI dan iNews

RCTI dan iNews mencontohkan, sebelum melakukan aktivitas penyiaran, sejumlah syarat harus dipenuhi. Syarat tersebut antara lain: (i) asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran di Indonesia; (ii) persyaratan penyelenggaraan penyiaran; (iii) perizinan penyelenggaraan penyiaran; (iv) pedoman mengenai isi dan bahasa siaran; (v) pedoman perilaku siaran; dan (vi) pengawasan terhadap penyelenggaraan penyiaran.
Menurut RCTI dan iNews, syarat semacam itu belum berlaku untuk layanan penyiaran yang menggunakan internet.
Contoh lainnya yang dicantumkan oleh mereka adalah mengenai kepatuhan pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS) dalam membuat siaran. iNews dan RCTI menyebut kalau mereka sudah tunduk pada aturan itu. Jika mereka melanggar P3SPS, maka mereka akan disanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Ilustrasi YouTube Foto: Shutterstock
RCTI dan iNews juga melampirkan laporan tahunan KPI tahun 2018 yang memuat data teguran tertulis terhadap lembaga penyiaran mereka. Laporan itu mencatat iNews mendapat teguran 3 kali, sementara RCTI 1 kali.
ADVERTISEMENT
"Sementara bagi penyelenggara siaran yang menggunakan internet tentu tidak ada kewajiban untuk tunduk pada P3SPS sehingga luput dari pengawasan. Padahal faktanya banyak sekali konten-konten siaran yang disediakan layanan OTT yang tidak sesuai dengan P3SPS dimaksud," bunyi gugatan.

4. Minta layanan streaming diatur dan memohon revisi Pasal UU Penyiaran

Menurut RCTI dan iNews, layanan streaming OTT seharusnya masuk kategori 'siaran' apabila merujuk Pasal 1 angka 1 UU Penyiaran. Pasal tersebut berbunyi: "Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran."
Oleh karena itu, menurut RCTI dan iNews, berbagai macam layanan streaming OTT seperti Netflix dan YouTube pada dasarnya juga melakukan aktivitas penyiaran, sehingga seharusnya masuk dalam aturan penyiaran.
ADVERTISEMENT
Perbedaan layanan streaming dan penyiaran konvensional, kata mereka, hanya terletak pada metode penyebarluasan yang digunakan. Pada aktivitas penyiaran konvensional yang digunakan adalah spektrum frekuensi radio, sementara layanan OTT menggunakan internet.
Ilustrasi menonton televisi. Foto: Dok. Freepik
Untuk itu, RCTI dan iNews meminta agar MK menyatakan bahwa Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran bertentangan dengan UUD 1945. RCTI dan iNews juga meminta agar pasal tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “… dan/atau (ii) kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran”.
Lebih lanjut, RCTI dan iNews meminta Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran direvisi menjadi demikian;
ADVERTISEMENT

5. Gugatan RCTI dan iNews berdampak pada aktivitas live streaming di media sosial

Gugatan RCTI dan iNews ternyata memiliki implikasi yang lebih luas. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang dalam hal ini berstatus sebagai wakil pemerintah dalam sidang gugatan, akan timbul perluasan yang membuat ketidakpastian hukum bila gugatan RCTI dan iNews dikabulkan.
ADVERTISEMENT
Kominfo menilai akan terjadi dampak yang sistemik bila gugatan itu dikabulkan. Contoh, sejumlah kanal media sosial menjadi harus memiliki izin, termasuk bila masyarakat selaku pemilik akun di kanal tersebut akan melakukan siaran langsung.
"Akan memiliki implikasi sangat besar dan luas serta dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, baik dalam industri penyiaran maupun dalam tatanan kehidupan masyarakat," kata Ahmad M Ramli, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo, dalam sidang lanjutan yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada Rabu (27/8).
Ahmad M. Ramli ikut melakukan tax amnesty. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
"Mengingat perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, YouTube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial, akan diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin. Artinya, kita harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin," kata dia.
ADVERTISEMENT

6. Kominfo usul dibuat UU baru

Menurut Kominfo, saat ini sudah banyak lembaga yang menggunakan layanan OTT dalam kegiatannya, mulai dari lembaga negara, lembaga pendidikan, hingga industri kreatif. Oleh karena itu, bila kegiatan dalam OTT dikategorikan sebagai penyiaran, lembaga-lembaga tersebut mau tidak mau harus memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.
Kominfo menilai bahwa implikasinya akan membuat content creator tanpa izin dapat dipidana, bila gugatan itu disetujui.
"Hal ini tentunya tidak mungkin, karena lembaga negara, lembaga pendidikan, dan content creator tidak akan dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran yang mengakibatkan kegiatan yang dilakukan merupakan penyiaran ilegal dan harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena penyiaran tanpa izin merupakan pelanggaran pidana," ungkap Ramli.
Kominfo juga menyebut, permintaan RCTI dan iNews agar Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran mencakup kegiatan penyiaran yang menggunakan internet akan mengubah tatanan industri penyiaran dan mengubah secara keseluruhan UU Penyiaran serta peraturan terkait di bawahnya. Menurut mereka, solusi dari gugatan ini adalah dengan membuat UU baru yang merupakan kewenangan dari DPR dan Pemerintah.
ADVERTISEMENT

7. Dikritik netizen, RCTI dan iNews pakai alasan moral, lalu dikritik lagi

Saat kabar mengenai tanggapan Kominfo itu tayang pada Kamis (27/8) sore, netizen langsung mengritik RCTI dan iNews, membuat isu ini jadi salah satu topik paling dibicarakan di Twitter.
Menurut netizen, gugatan RCTI dan iNews itu akan mengebiri kreativitas publik di media sosial. Mereka juga khawatir akan kehabisan tontonan dan content creator di Instagram, Facebook, hingga YouTube, kalau gugatan itu diterima. Masalahnya jadi pelik ketika, menurut netizen, acara di televisi konvensional kurang mendidik dan tidak semenarik tayangan di layanan streaming OTT seperti Netflix dan YouTube.
Ilustrasi main Twitter. Foto: Melly Meiliani/kumparan
Menanggapi kritik netizen tersebut, MNC Group selaku perusahaan induk RCTI dan iNews buka suara. Menurut Corporate Legal Director MNC Group Christophorus Taufik, RCTI & iNews bukan ingin mengebiri kreativitas medsos dengan uji materi UU Penyiaran, tetapi untuk kesetaraan dan tanggung jawab moral bangsa.
ADVERTISEMENT
"Itu tidak benar. Permohonan uji materi RCTI dan iNews tersebut justru dilatarbelakangi keinginan untuk melahirkan perlakuan dan perlindungan yang setara antara anak-anak bangsa dengan sahabat-sahabat YouTuber dan Selebgram dari berbagai belahan dunia dan mendorong mereka untuk tumbuh, meningkatkan kesejahteraan mereka dan berkembang dalam tataran kekinian," kata Chris dalam keterangan yang diterima kumparan, Jumat (28/8).
Chris menambahkan, jika gugatan mereka dicermati, tidak terbersit, tersirat, ataupun tersurat sedikitpun dalam permohonan mereka untuk memberangus kreativitas para sahabat YouTuber, selebgram, dan sahabat-sahabat kreatif lainnya.
"Kami mendorong agar UU Penyiaran yang sudah jadul itu untuk bersinergi dengan UU yang lain, seperti UU Telekomunikasi yang sudah mengatur soal infrastruktur, UU ITE yang sudah mengatur soal Internet, dan UU Penyiaran sebagai UU yang mengatur konten dan perlindungan kepada insan kreatif bangsa memang tertinggal perkembangannya. Hal ini yang ingin kami dorong," ujar Chris.
ADVERTISEMENT
Kabar mengenai alasan moral dari RCTI dan iNews pun kembali dikritik oleh netizen. Dalam hal ini, netizen memberikan sejumlah screenshot tayangan RCTI yang mereka anggap tidak bermoral.
ADVERTISEMENT