Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Ferdy Sambo dkk Diperiksa Pakai Lie Detector, Bagaimana Cara Kerjanya?
6 September 2022 15:45 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Polri berencana memeriksa tersangka pembunuhan Brigadir Yosua, Ferdy Sambo, menggunakan lie detector atau alat pendeteksi kebohongan pada Rabu (7/9).
ADVERTISEMENT
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian menjelaskan, pemeriksaan menggunakan teknologi tersebut dilakukan untuk menguji kejujuran dari keterangan para tersangka.
"Rencananya seperti itu (pemeriksaan Ferdy Sambo menggunakan lie detector)," ungkapnya saat dikonfirmasi, Selasa (6/9). "Hanya untuk menguji tingkat kejujuran tersangka dalam memberikan keterangan."
Cara kerja lie detector
Ketika kita berbohong, akan ada reaksi tubuh yang timbul di detak jantung/tekanan darah, pernapasan, dan konduktivitas kulit. Alat pendeteksi kebohongan, atau biasa disebut poligraph, mendeteksi perubahan tersebut ketika seseorang ditanya dan menjawab pertanyaan.
Sensor dipasang di sekujur tubuh subjek yang akan diinterogasi. Pola pernapasan diukur dengan pneumograph yang dipasang di dada. Aktivitas jantung diukur dengan tensimeter, dan konduktivitas kulit (yang biasa disebut Galvanic) diukur dengan elektroda yang dipasang di ujung jari.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan ini yang diberikan ketika sesi pertanyaan juga bukan sembarang pertanyaan. Dikutip dari American Psychological Association, pertanyaan dibagi menjadi Control Question Test (CQT) dan pertanyaan relevan.
Pertanyaan relevan yang berkaitan dengan kasus, seperti “apakah anda membunuh istri anda?” Sementara pertanyaan CQT bersifat lebih umum dan mengangkat masa lalu subjek, seperti “apakah anda pernah mengkhianati seseorang di masa lalu?”
Alat pendeteksi kebohongan pertama kali ditemukan oleh psikolog John A. Larson pada 1921. Larson, yang juga bekerja sebagai polisi di California, AS, saat itu mencari cara bagaimana menghubungkan perubahan di pembuluh darah, detak jantung dan kecepatan pernapasan pada seseorang yang sedang berbohong. Namun sebelum Larson, psikolog Italia bernama Vittorio Sensasi sudah menemukan hubungan antara pernapasan dengan tingkah berbohong pada 1914.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya, apakah lie detector ini akurat dalam mendeteksi kebohongan?
Laman American Psychological Association menulis bahwa sampai sekarang tidak pernah ditemukan pola fisiologis yang unik pada perilaku berbohong. Seperti yang diungkapkan oleh Leonard Saxe, PhD, pendeteksi kebohongan lebih ke mitos daripada kenyataan.
Maksudnya adalah, perubahan output tubuh yang disebutkan tadi, mulai dari detak jantung hingga pernapasan, tidak bisa mengetahui 100 persen seseorang sedang berbohong atau tidak. Bahkan, lie detector dapat memberi false positive jika seseorang jujur namun grogi ketika diinterogasi.
“Apa yang diukur di sini bukan lagi reaksi orientasi, tetapi reaksi yang terlalu kompleks terhadap pertanyaan-pertanyaan mengancam yang seharusnya menimbulkan ketakutan pada semua orang, baik bersalah atau tidak. Permainan rumit dengan alam seperti itu sudah gagal sejak awal,” tulis psikolog Klaus Fiedler di bukunya Basic and Applied Social Psychology.
ADVERTISEMENT