Google Ikuti Aturan Publisher Right Kanada, Sepakat Bayar Media Lokal

30 November 2023 18:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kantor Google. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kantor Google. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Google akhirnya setuju untuk mematuhi Undang-Undang Berita Online (Online News Act) di Kanada, atau dikenal Bill C-18. Raksasa internet itu bersedia membayar media lokal yang konten beritanya terbit di platformnya.
ADVERTISEMENT
Bill C-18 mirip dengan aturan Publisher Right yang sedang digodok di Indonesia. Publisher Right merupakan aturan yang mewajibkan perusahaan internet seperti Google hingga Meta (Facebook, Instagram, dan WhatsApp) untuk menegosiasikan kesepakatan komersial dan membayar media massa Indonesia untuk konten berita yang tayang di platformnya.
Soal kesepakatan dengan pemerintah Kanada, Google batal memblokir akses konten berita dari platform-nya di Kanada, mulai dari layanan mesin pencari, agregator berita, serta discover-nya.
Sebelumnya, Google merasa keberatan dengan Bill C-18 Kanada. Regulasi tersebut disebutnya lebih ketat ketimbang Undang-Undang Berita Online di Eropa dan Australia.
Mereka menilai menampilkan berita seharusnya bisa dilakukan oleh semua pihak secara gratis di internet, sehingga tak perlu membayar ke pihak penerbit. Namun, kali ini Google sepakat untuk mematuhi aturan Bill C-18 Kanada sehingga batal memblokir berita Kanada.
Ilustrasi baca berita. Foto: Thinkstock
Kesepakatan Google menaati aturan Bill C-18 ini diduga karena berhasil menegosiasi soal besaran pembayaran untuk media atau penerbit berita lokal. Ini juga telah dikonfirmasi oleh Menteri Warisan Budaya Kanada, Pascale St-Onge.
ADVERTISEMENT
“Setelah diskusi yang cukup alot selama berminggu-minggu, saya dengan senang hati mengumumkan bahwa kami telah menemukan jalan tengah bersama Google untuk penerapan Undang-Undang Berita Online,” ujar St-Onge dalam sebuah pernyataan resmi, seperti dikutip dari Reuters.
Menurut seorang pejabat Kanada, raksasa mesin pencari itu sepakat untuk membayar sekitar 100 juta dolar AS (sekitar Rp 1,5 triliun) setiap tahun kepada media di Kanada. Adapun Bill C-18 ini disahkan pemerintah Kanada pada 22 Juni 2023 lalu, dan akan berlaku akhir 2023.
Selain Google, Meta juga berpotensi harus mengikuti Undang-Undang Berita Online ini jika masih mau menayangkan berita Kanada di platform-nya. Namun, juru bicara Meta mengatakan bahwa pihaknya akan tetap memblokir berita Kanada meski Google telah berubah pikiran.
ADVERTISEMENT
Saat ini, beberapa negara sudah memiliki Undang-Undang Berita Online sendiri. Eropa, misalnya, mereka memiliki Undang-Undang Berita Online yang disebut “Neighbouring Rights”, sementara Australia “News Media Bergaining Code Law”.
Ilustrasi Google. Foto: Shutter Stock

Publisher Right di Indonesia

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan naskah Peraturan Pemerintah (Perpres) Publisher Right atau Hak Penerbit di Indonesia sudah memasuki tahap final. Pemerintah mengaku mendapatkan beberapa masukan dari platform terkait draft tersebut.
"Publisher Rights sudah final naskahnya," ujar Usman Kansong, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Kamis (23/11). "Kemarin masih ada beberapa masukan dari platform. Kita kan terbuka, kita tetap mendengar masukan dari platform, tapi kita tidak memasukan semua masukan dari platform. Jadi relatif naskahnya tidak berubah."
Platform digital disebut meminta diksi yang digunakan di Perpres tersebut diperhalus. Namun masukan pemilihan diksi itu bukan suatu masalah, sebab tidak mengubah makna yang terkandung dalam naskah.
ADVERTISEMENT
Publisher Rights membuat platform digital gak bisa lagi secara bebas mengambil berita dari media. Dengan regulasi tersebut, media dapat menuntut perusahaan internet yang menggunakan konten mereka untuk bagi hasil keuntungan.
Perpres Publisher Rights diharapkan dapat diimplementasikan pada akhir 2023.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong saat memberikan keterangan pers di Gedung Kemenkominfo, Jakarta, Rabu (15/2/2023). Foto: Fathur Rochman/ANTARA
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Perpres Publisher Rights sudah hampir rampung, meski prosesnya cukup rumit melalui pembahasan banyak pihak. Saat ini aturan tersebut sudah mulai ada titik temu antar-pemangku kepentingan dalam penyusunan naskahnya, dan diharapkan akan segera selesai.
"Titik temu antar-pemangku kepentingan saya lihat sudah mulai terlihat, mulai menguat, dan insyaallah akan cepat selesai. Saya tahu ini jadi concern dari media dan pers," kata Jokowi di Istana Presiden, Jakarta, Senin (25/9).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad menilai regulasi ini harus segera diterbitkan, mengingat kebutuhannya sangat diperlukan untuk industri media saat ini. Publisher Rights tak hanya menguntungkan media saja tapi juga publik, karena keberadaan aturan ini membuat misinformasi dan disinformasi yang muncul di platform digital tak akan meluas, apalagi jelang tahun politik.
"Dan saya kira masih ada waktu untuk kita bersepakat. Untuk bisa menyelesaikan hal-hal kecil tadi untuk kita jadikan persamaan dan kekuatan dalam mendorong Publisher Rights ini segera disahkan," ucap Pemimpin Redaksi kumparan itu dalam acara dialog bersama komunitas pers di kantor Dewan Pers, Kamis (15/9).
(Kedua kiri-kanan) Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia Teguh Santosa dan Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika di Dialog Dewan Pers dan Forum Pemred. Foto: Thomas Bosco/kumparan
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan Publisher Rights dianggap perlu untuk mendukung keberlanjutan media yang kini masuk di era multi platform. Sebab dengan adanya regulasi itu maka keberlanjutan media akan bertumpu pada karya jurnalistik yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
"Kita semua bersepakat bahwa regulasi yang sudah disusun oleh pemerintah Perpres Publisher Rights untuk segera disahkan. Hal-hal yang nanti dianggap ada kekurangan, misalnya dari regulasi ini, tentu memerlukan kita semua untuk duduk kembali melengkapi kebutuhan teknis terhadap regulasi ini," kata Ninik.