Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) menghadirkan berbagai sistem dan perangkat yang memudahkan kehidupan manusia. Tak bisa dipungkiri, beberapa pekerjaan yang membutuhkan peran manusia, mulai ada yang tergantikan dengan robot .
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, hal ini menguntungkan perusahaan karena tidak perlu membayar tenaga kerja yang banyak. Mereka hanya perlu menginvestasikan modalnya untuk membeli robot dan biaya perawatan.
Namun di sisi lain, penggunaan robot menggeser pekerjaan manusia. Salah satu dampaknya, mungkin saja pengangguran yang tidak bisa dihindari. Lalu, apakah kehadiran AI sudah sepatutnya membuat manusia khawatir akan 'invasi' teknologi robot?
Menurut Yose Rizal Damuri, Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), ketakutan manusia akan tergantikan oleh teknologi adalah hal yang wajar. Namun, itu adalah transisi yang sudah sepatutnya dilalui dari era ke era.
“Karena kalau bicara soal menggantikan pekerjaan, itu sejak 200 tahun lalu sudah begitu. Katanya kalau personal computer itu ditemukan itu banyak orang yang takut akan kehilangan pekerjaan, eh tapi ternyata personal computer bikin lebih banyak pekerjaan. Begitu juga 100 tahun yang lalu ketika mesin uap ditemukan, itu orang pada takut,” ungkap Yose, dalam konferensi CSIS Global Dialogue, Jakarta, Senin (16/9).
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Yose menekankan bahwa peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendukung implementasi teknologi kecerdasan buatan. Tidak hanya dalam bentuk robot, melainkan adopsi AI untuk pekerjaan sederhana seperti pengaturan lalu lintas atau pembantu pembuatan kebijakan baru.
Ia mengakui bahwa pemerintah hingga saat ini belum terjun dalam penerapan AI dan melihat manfaatnya lebih dalam. Yose mengatakan pemerintah harus menyiapkan solusi yang lebih dinamis untuk menyeimbangi pemanfaatan teknologi tersebut.
“Tadi ada expert dari Indonesia bilang, dalam 3 tahun aja kadang-kadang sudah memecat orang, karena kebutuhannya sudah berbeda. Itu baru dalam perusahaan yang sudah advanced, tetapi kalau perusahaannya makin banyak yang seperti itu, itu artinya pemerintah harus menyiapkan tenaga kerja atau pendidikan yang fleksibel dan adaptif,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya pendidikan dan sistem ketenagakerjaan yang fleksibel, dinilai bisa membantu orang untuk mengubah skill mereka dari suatu bidang ke bidang lain secara cepat. Dengan kata lain, untuk menyesuaikan teknologi yang membuat dunia lebih dinamis, harus menciptakan talenta-talenta yang lebih adaptif.