Ilmuwan Sebut AI Bisa Bantu Manusia Berkomunikasi dengan Alien di Masa Depan

20 November 2024 17:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi AI Foto: Habib Allbi Ferdian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi AI Foto: Habib Allbi Ferdian/kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam film fiksi ilmiah berjudul “Arrival” yang dirilis pada 2016, seorang ahli bahasa dihadapkan pada tugas berat untuk menguraikan bahasa alien terdiri dari frasa palindromik, ditulis menggunakan simbol melingkar. Saat ia menemukan petunjuk, banyak negara menafsirkan pesan tersebut secara berbeda, beberapa di antaranya menganggap sebagai ancaman.
ADVERTISEMENT
Jika situasi ini terjadi di dunia nyata, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) mungkin bisa menjadi jalan untuk mengembangkan bahasa, dan meminimalisasi perbedaan tafsir bahasa alien.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud bahasa? Sebagian besar dari kita menggunakan setidaknya satu bahasa untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar, tapi bagaimana bahasa itu muncul? Para ahli telah merenungkan pertanyaan ini selama beberapa dekade terakhir, dan tampaknya tidak mudah untuk mengungkap bagaimana bahasa berevolusi.
Menurut Olaf Lipinski, peneliti dan mahasiswa PhD Artificial Intelligence di University of Southampton dalam The Conversation, bahasa pada dasarnya bersifat sementara, tak meninggalkan jejak yang bisa diteliti dalam catatan fosil. Tidak seperti tulang, kita tidak dapat menggali bahasa kuno untuk mempelajari bagaimana bahasa tersebut berkembang seiring waktu.
ADVERTISEMENT
Meski kita tak bisa mempelajari evolusi bahasa manusia yang sebenarnya, mungkin simulasi dapat memberikan beberapa wawasan baru. Di sinilah AI berperan. Untuk menyimulasikan bagaimana bahasa dapat berevolusi, peneliti memberi “agen” AI tugas sederhana yang memerlukan komunikasi, seperti permainan di mana satu robot harus memandu robot lain ke lokasi tertentu tanpa menunjukkan peta.
Ilustrasi alien. Foto: Shutterstock
“Kami nyaris tidak memberikan batasan apa pun tentang apa yang dapat mereka katakan, kami hanya memberi mereka tugas dan membiarkan mereka menyelesaikannya sesuai keinginan,” papar Olaf.
Karena tugas ini mengharuskan agen berkomunikasi satu sama lain, peneliti dapat mempelajari bagaimana komunikasi mereka berkembang seiring waktu untuk mendapatkan gambaran tentang evolusi bahasa.
Percobaan serupa telah dilakukan pada manusia. Bayangkan Anda adalah seorang penutur bahasa Inggris, dipasangkan dengan seorang penutur bahasa non-Inggris. Tugas Anda adalah memberikan instruksi kepada lawan bicara untuk mengambil kubus hijau dari berbagai objek di atas meja. Anda mungkin akan mencoba memberi isyarat bentuk kubus dengan tangan, dan menunjuk rumput di luar jendela sebagai simbol warna hijau.
ADVERTISEMENT
Seiring waktu, Anda dan pasangan akan mengembangkan semacam bahasa proto yang disepakati bersama. Mungkin Anda akan membuat isyarat atau simbol khusus untuk kubus dan hijau. Melalui interaksi berulang, sinyal improvisasi ini akan menjadi lebih baik dan konsisten, membentuk sistem komunikasi dasar.
Hal berlaku untuk AI. Melalui uji coba dan kesalahan, mereka belajar berkomunikasi tentang objek yang dilihat, dan belajar memahami objek tersebut.
Namun, bagaimana orang ketiga bisa tahu apa yang mereka bicarakan? Sedangkan bahasa tersebut hanya dikembangkan oleh dua orang untuk berkomunikasi. Tantangan interpretasi ini menjadi bagian penting dalam studi Olaf.

Memecahkan Kode

Menugaskan AI memahami sebuah bahasa awalnya tampak mustahil.
“Jika saya mencoba berbicara dalam bahasa Polandia (bahasa ibu saya) kepada seorang kolaborator yang hanya berbicara bahasa Inggris, kami tidak dapat saling memahami atau bahkan mengetahui di mana setiap kata dimulai dan diakhiri,” kata Olaf.
ADVERTISEMENT
“Tantangan dalam bahasa AI bahkan lebih besar, karena mereka mungkin mengatur informasi dengan cara yang benar-benar asing bagi pola linguistik manusia.”
Sinyal alien WOW. Foto: Dok. Big Ear Radio Observatory
Sama seperti arkeolog yang menyusun bahasa kuno dari fragmen, Olaf dan timnya menggunakan pola-pola dalam percakapan AI untuk memahami struktur linguistiknya. Dia menemukan kemiripan dengan bahasa manusia, dan bahkan menemukan cara-cara berkomunikasi yang benar-benar baru.
“Alat-alat ini membantu kita mengintip kotak hitam komunikasi AI, mengungkap bagaimana agen buatan mengembangkan cara unik mereka sendiri dalam informasi,” papar Olarf.
Studi Olaf berfokus pada penggunaan apa yang dilihat dan dikatakan agen AI untuk menginterpretasikan bahasa mereka. Ini seperti transkrip percakapan dalam bahasa yang tidak diketahui, beserta apa yang dilihat oleh setiap pembaca. Olaf dapat mencocokkan pola dalam transkrip dengan objek dalam bidang penglihatan peserta, membangun hubungan statistik antara kata dan objek.
ADVERTISEMENT
Contohnya, frasa “yayo” bertepatan dengan seekor burung yang lewat–kita dapat menebak bahwa “yayo” adalah kata untuk menyatakan “burung”. Melalui analisis pola-pola ini, peneliti dapat menguraikan makna di balik komunikasi agen.
Peneliti mengatakan, metode ini dapat digunakan untuk merekayasa balik bagian dari bahasa dan sintaksis AI, memberi kita wawasan tentang bagaimana AI dapat menyusun komunikasi. Lalu apa hubungannya dengan Ai dan alien?
Metode yang Olaf kembangkan untuk memahami bahasa AI dapat membantu manusia menguraikan komunikasi alien di masa mendatang.
“Jika kita bisa memperoleh beberapa teks alien beserta konteksnya (seperti informasi visual yang berkaitan dengan teks tersebut), kita dapat menerapkan alat statistik yang sama untuk menganalisisnya. Pendekatan yang kita kembangkan saat ini dapat menjadi alat yang berguna dalam studi bahasa alien di masa mendatang, yang dikenal sebagai xenolinguistik,” papar Olaf.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk merasakan penelitian ini sebenarnya tak perlu menunggu bahasa alien ditemukan. Sebab ini bisa diaplikasikan di berbagai sektor, mulai dari peningkatan model bahasa seperti ChatGPT atau Claude hingga peningkatan komunikasi antara kendaraan otonom atau drone.
Dengan mendekode bahasa-bahasa baru, kita dapat membuat teknologi masa depan lebih mudah dipahami, kata Olaf. Baik itu mengetahui bagaimana mobil self-driving, mengoordinasikan gerakannya, atau bagaimana sistem AI membuat keputusan.