Internet Satelit Starlink Lebih Cocok di Daerah 3T dan Tengah Laut, Bukan Kota

15 Mei 2024 10:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Starlink Foto: Rokas Tenys/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Starlink Foto: Rokas Tenys/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tengah kehebohan publik Indonesia akan kehadiran layanan internet Starlink, pakar telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengingatkan bahwa internet berbasis satelit sejatinya diperuntukan bagi pengguna yang berada di wilayah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal) atau perusahaan yang beroperasi di tengah laut.
ADVERTISEMENT
Alih-alih untuk daerah perkotaan, internet Starlink lebih baik dan optimal bila digunakan di wilayah pelosok yang secara geografis sulit dijangkau oleh infrastruktur telekomunikasi kabel serat optik.
“Perlu diperhatikan, sistem komunikasi satelit berbeda dengan fiber optic maupun seluler. Starlink ini bagus untuk rural, pedalaman, bahkan laut. Dia nanti agak sulit untuk memenuhi kebutuhan buat di kota. Menurut saya, sistem komunikasi satelit enggak bisa menandingi broadband dan seluler.” kata Ridwan Effendy, Dosen Prodi Telekomunikasi STEI ITB, kepada kumparanTECH.
Ridwan menjelaskan, untuk saat ini Starlink boleh memberi kecepatan internet tinggi, bisa tembus hingga 200 Mbps. Ini terlihat dari uji coba yang dilakukan di wilayah Bandung. Namun, perlu ditekankan bahwa Starlink baru dipakai oleh beberapa orang saja. Ketika pengguna semakin banyak, ini akan memengaruhi kecepatan internet.
ADVERTISEMENT
Ridwan menyarankan agar mereka yang tinggal di perkotaan, lebih baik menggunakan layanan broadband atau seluler. Layanan berbasis kabel dinilai lebih stabil, harga yang ditawarkan juga lebih murah.
Internet berbasis kabel umumnya juga tidak mewajibkan pengguna untuk membeli perangkat keras di awal. Perangkat keras itu berstatus sewa yang umumnya dimasukkan ke dalam biaya langganan bulanan.
Para pengguna yang hendak memakai Starlink juga perlu mempertimbangkan faktor instalasi yang harus dikerjakan sendiri, dan tidak adanya teknisi yang akan datang ke rumah dalam layanan purnajualnya.
ilustrasi Starlink Foto: wedmoments.stock/Shutterstock
Pengamat teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, memandang bahwa harga layanan internet Starlink saat ini akan sangat sulit untuk bersaing di pasar ritel. Ini karena harga yang ditawarkan Starlink adalah harga korporasi, sehingga lebih tinggi dari harga ritel.
ADVERTISEMENT
Starlink sendiri mematok tarif terendah di Indonesia dalam Paket Residensial, seharga Rp 750.000 per bulan dengan harga perangkat Rp 7,8 juta. Harga itu lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang dipatok layanan fixed broadband untuk rumah tangga.
Rata-rata tarif internet rumahan yang mampu dibayar rumah tangga Indonesia adalah Rp 200-300 ribu. Bahkan, sekarang ada yang tarif internet rumahan yang lebih murah di kisaran Rp 150 ribu.
“Jadi kalau masuk segmen perumahan, pasti berat untuk bersaing dengan ISP (internet service provider) yang sudah ada dan bahkan kemahalan," jelasnya.
Dengan begitu, menurut Heru, segmen yang cocok dimasuki Starlink adalah segmen korporasi. Segmen ini pun akan melihat berapa kecepatan yang didapatkan karena teknologi satelit membatasi kecepatan internet yang bisa didapat konsumen.
ADVERTISEMENT
"Sehingga, dengan harga sama dipastikan kecepatan berbasis satelit akan lebih rendah. Karena itu, yang bisa dimasuki adalah segmen korporasi yang ada di wilayah 3T atau non komersial serta offshore," pungkasnya.
Di lain pihak, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mendorong Starlink untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kualitas layanan internet. Starlink diharapkan bisa menyediakan akses yang stabil dan terjangkau bagi masyarakat di seluruh Indonesia, terutama di daerah 3T yang terbatas oleh ketersediaan infrastruktur dan biaya implementasi tinggi.
Inisiasi tersebut dimulai dengan peresmian kerja sama antara APJII dengan PT. Starlink Services Indonesia pada April 2024 lalu. Ketua Umum APJII, Muhammad Arif, berharap kemitraan ini dapat terjalin dengan suasana saling menghormati dan menguntungkan tanpa merugikan bisnis lokal, karena Indonesia bukan hanya pasar bagi Starlink.
ADVERTISEMENT
Kemitraan APJII dan Starlink, dalam konteks bisnis, menjadi langkah yang akan memberikan manfaat bagi ekosistem internet di Indonesia secara keseluruhan.
"Dengan mengintegrasikan layanan Starlink dengan infrastruktur yang sudah ada, bisnis ISP lokal dapat memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas layanan mereka, sementara Starlink juga dapat memanfaatkan jaringan yang sudah terbangun untuk mencapai lebih banyak pengguna di seluruh Indonesia," kata Arif.