Isu Merger Gojek - Grab Makin Kuat, Dapat Restu Konglomerat Jepang

15 September 2020 14:02 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengemudi ojek online menunnggu orderan di kawasan Tanah Kusir, Jakarta, Jumat (7/4/2020).  Foto: Antara/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Pengemudi ojek online menunnggu orderan di kawasan Tanah Kusir, Jakarta, Jumat (7/4/2020). Foto: Antara/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Gojek dan Grab kembali dilaporkan menjajaki perbincangan untuk merger. Perbincangan merger kedua raksasa ojek online Asia Tenggara itu pun didukung oleh para investor.
ADVERTISEMENT
Salah satu investor kuat yang mendukung merger Gojek dan Grab adalah SoftBank. Menurut laporan Financial Times, dukungan tersebut diberikan setelah pendiri SoftBank Masayoshi Son, memberi restu aksi korporasi tersebut.
Isu mengenai merger Gojek dan Grab sebenarnya telah muncul sejak enam bulan lalu. Namun, saat itu perbincangan kedua belah pihak terhalang oleh tentangan dari SoftBank, sebagai salah satu pemegang saham terbesar sebelumnya di Grab.
Menurut narasumber terdekat dengan duduk perkara yang diwawancarai Financial Times, Masayoshi Son saat itu percaya bahwa industri ojek online (ride hailing) akan menjadi industri monopoli. Artinya, perusahaan dengan uang tunai paling banyak pada akhirnya mendominasi pasar dan tak ada opsi merger.
Namun, ternyata Gojek terbukti tangguh dalam persaingan dengan Gojek, menurut laporan Financial Times. Khususnya setelah perusahaan ojek online yang didirikan Nadiem Makarim itu mendapat investasi dari Facebook dan PayPal baru-baru ini, setelah sebelumnya juga didukung raksasa internet asal China Tencent.
Masayoshi Son, CEO SoftBank. Foto: Charly Triballeau/AFP
Son pun saat ini berubah pikiran dan berada di antara kelompok yang mendukung merger, kata sumber tersebut. Menurutnya, merger Gojek dan Grab bisa memberikan sinergi yang luas dan memangkas biaya operasi kedua perusahaan agar valuasi mereka meningkat.
ADVERTISEMENT
Diskusi untuk Gojek dan Grab merger muncul ketika keduanya sama-sama merugi karena pembatasan terkait virus corona di Indonesia. RI merupakan pasar terbesar buat dua perusahaan tersebut untuk bersaing. Valuasi Gojek dan Grab turun di pasar sekunder di mana saham diperdagangkan secara informal.
Menurut pialang saham kedua perusahaan, nilai saham Gojek dan Grab telah diperdagangkan di pasar sekunder secara diskon. Saham Grab, misalnya, diperdagangkan dengan diskon 25 persen.
Grab menolak berkomentar kepada kumparanTECH terkait isu merger ini. Selain itu, Gojek juga belum memberikan tanggapan.
Para pengamat yang diwawancarai sendiri menilai bahwa merger Gojek dan Grab dapat meningkatkan profitabilitas kedua pihak. Khususnya akibat dampak pandemi corona dan kekhawatiran pada model bisnis ojek online.
Pengemudi ojek online menurunkan penumpang di kawasan Jl. Kendal, Jakarta, Senin (8/6). Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
"(Merger) dapat secara signifikan mempercepat jalur Grab dan Gojek menuju profitabilitas," kata Asad Hussain, analis dari perusahaan riset PitchBook, kepada Financial Times.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Hussain, Rashan Raj, seorang konsultan dari perusahaan konsultan pasar berkembang Redseer, mengatakan kebangkitan ojek online akan memakan waktu lama.
Ia menjelaskan, sebelum pandemi corona kedua startup decacorn ini telah mengambil langkah monetisasi yang lebih baik seperti menaikkan komisi yang ditarik dari mitra ojol dan mengurangi subsidi pelanggan. Namun, tren itu terganggu pandemi.
Meski demikian, merger Gojek dan Grab bisa terganggu oleh hukum anti-monopoli di Indonesia. Hal tersebut membuat analis ragu bahwa merger kedua raksasa ojol itu benar dapat terwujud.
"Pada saat banyak ekonomi sedang berjuang, merger tidak mungkin mendapatkan restu dari regulator mengingat kemungkinan akan banyak pekerjaan (karyawan) yang dipangkas," kata analis teknologi Fitch Solutions, Kenny Liew.
ADVERTISEMENT