Jika Grab dan Gojek Merger, Anthony Tan Mau Jadi CEO Seumur Hidupnya?

27 Desember 2020 9:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
CEO dan pendiri Grab, Anthony Tan. Foto: Zahrina Yustisia/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
CEO dan pendiri Grab, Anthony Tan. Foto: Zahrina Yustisia/kumparan
ADVERTISEMENT
Kabar upaya merger duo perusahaan layanan on-demand Asia Tenggara, Grab dan Gojek, semakin santer terdengar dan dikabarkan sudah dalam detail proses penggabungan. Bahkan, kini keduanya sudah membahas soal siapa pemegang kuasa setelah kedua perusahaan melebur menjadi satu.
ADVERTISEMENT
Pihak Grab meminta CEO Anthony Tan untuk memegang hak suara yang besar di perusahaan. Perusahaan juga menginginkan hak veto atas keputusan dewan serta pengaruh atas kompensasinya sendiri.
Hal itu diungkap oleh dua sumber rahasia yang tidak disebutkan namanya kepada media Nikkei. Sumber lain menyebut informasi soal siapa yang yang akan menunjuk pemimpin pengganti dan dalam kondisi seperti apa Anthony Tan akan tergantikan misalnya, jika ia meninggal.
Jika disetujui, kesepakatan ini akan memberi Tan kekuasaan yang cukup signifikan atas entitas gabungan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di antara beberapa investor karena mereka mungkin akan membatalkan investasi potensial di masa mendatang.
Diketahui, beberapa investor ingin segera meluncurkan IPO setelah merger Grab dan Gojek. Di sisi lain, Grab dikabarkan baru saja memberi klarifikasi kepada investor yang bersangkutan bahwa proposalnya telah disalah-artikan selama negosiasi.
ADVERTISEMENT
Grab juga mengatakan entitas yang digabungkan akan dijalankan dengan cara yang sesuai dengan peraturan IPO. Pada saat yang sama, Grab berpendapat bahwa mereka, yang baru-baru ini mau go public, memiliki saham super-voting yang memberikan pengaruh lebih besar kepada para pendiri.
Logo Gojek dan Grab Foto: Istimewa
Oleh karena itu, berdasarkan laporan Nikkei Asia, Grab telah menjelaskan saham super-voting juga akan diberikan kepada Co-CEO Gojek, Andre Soelistyo. Kendati demikian, Grab dan Gojek menolak berkomentar ketika dikonfirmasi, begitu juga SoftBank selaku investor terbesar Grab.
Merger atau penggabungan kemungkinan akan membuat Grab memimpin dalam perusahaan karena dinilai lebih tinggi valuasinya ketimbang Gojek serta mereka beroperasi di lebih banyak pasar di Asia Tenggara. Tapi, di sisi lain, Gojek punya cakar bisnis yang kuat di Indonesia, pasar terbesar di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang mengetahui masalah ini mengatakan bahwa meskipun negosiasi masih pada tahap awal, namun ketidaksepakatan utama adalah struktur kepemilikan saham dari entitas gabungan tersebut.
"Gojek telah meminta 40 persen saham, jumlah yang menurut Grab secara fundamental terlalu banyak. Ini mengingat kalau Grab berada dalam kondisi keuangan yang lebih sehat, termasuk dalam pendapatan, daripada Gojek," ungkap sumber yang enggan diungkap identitasnya itu.
Seperti diketahui, Grab dan Gojek telah melakukan pembicaraan merger selama hampir satu tahun, di mana investor dari kedua belah pihak secara agresif mengejar kesepakatan saat ini. Beberapa dari investor ingin mengakhiri persaingan perusahaan yang telah menghabiskan modal miliaran dolar AS, terutama karena terkena dampak negatif dari pandemi virus corona.
Logo baru GOJEK Foto: Astrid Rahadiani Putri/kumparan
"Beberapa dari mereka (investor) ingin mengakhiri persaingan yang intens yang telah menghabiskan dana miliaran dolar AS. Apalagi sekarang, baik Grab dan Gojek, telah terkena dampak negatif dari pandemi COVID-19 karena bisnis inti mereka, yaitu angkutan penumpang, anjlok," tegas sumber tersebut.
ADVERTISEMENT
Investor di belakang Grab dan Gojek kompak dalam mengusahakan agar kedua perusahaan merger. Tetapi baik Gojek dan Grab masih tetap terpisah dan hingga saat ini belum nampak akan berakhir dalam sebuah kesepakatan. 
Berdasarkan laporan sumber, tidak menutup kemungkinan mereka membatalkan kesepakatan ini. Bahkan jika kedua unicorn setuju untuk bergabung, masalah anti-trust monopoli pasar pasti akan menghalangi kesepakatan apa pun. 
“Pemerintah ingin persaingan yang sehat antara kedua perusahaan terus berlanjut, sehingga ada keseimbangan pasar dan jika perusahaan dominan terbentuk, hal itu dapat merugikan konsumen,” kata seorang pejabat pemerintah dilansir Nikkei Asia.