Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Kisah Albert Bangun Traveloka: Berawal dari Susah Beli Tiket Pesawat Medan - AS
21 Juli 2022 9:41 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Belasan tahun lalu, Albert sering bolak-balik dari kampung halamannya di Medan , ke Indiana di Amerika Serikat, untuk menempuh kuliah ilmu komputer di Purdue University. Urusan beli tiket pesawat kala itu ruwet sekali. Dari Medan, dia harus beli tiket untuk terbang ke Jakarta atau Singapura, yang kemudian baru bisa terbang lagi menuju Indiana.
ADVERTISEMENT
Banyak orang mengandalkan tiket pesawat yang dibeli dari agen travel. Tiket pesawat yang dibeli secara online sudah ada kala itu, tapi membelinya butuh banyak tahap yang memakan waktu dan tenaga. Ini membuat perjalanan panjang dengan pesawat terbang sulit direncanakan bagi individu.
Hal serupa dialami oleh Ferry Unardi, seorang pemuda asal Padang yang kuliah di Harvard University di Massachusetts, dan Derianto Kusuma, pemuda asal Jakarta yang kuliah di Stanford University di California.
Pengalaman melewati proses beli tiket pesawat yang ruwet ini memicu ketiganya membangun sebuah platform hebat yang kini dikenal sebagai Traveloka . Nama ini adalah gabungan dari kata travel yang berarti perjalanan, dan loka yang dalam bahasa Sansekerta berarti dunia.
Albert dan kawan-kawan melihat ada peluang untuk membuat layanan online travel agent (OTA) dengan maksud membantu masyarakat yang juga mengalami hal serupa.
ADVERTISEMENT
Tiga pemuda ini sepakat kembali ke Indonesia untuk memulai Traveloka. Albert meninggalkan pekerjaan di Netsuite, salah satu perusahaan penyedia layanan cloud ternama yang kemudian diakuisisi Oracle, sementara Ferry meninggalkan pekerjaannya di Microsoft.
Masa-masa awal Traveloka digerakkan dari sebuah apartemen yang mereka sewa di Jakarta dengan modal tiga laptop. Layanan dimulai sebagai situs pencarian dan perbandingan harga tiket pesawat. Mereka melakukan otomatisasi sebagian tugas agen travel yang dulu sering dipakai oleh Albert, Ferry, dan Derianto, kala mencari tiket pesawat dari Indonesia ke Amerika Serikat.
Tahun 2012, Traveloka meluncur ke publik di Indonesia sebagai aplikasi online travel agent (OTA). Teknologi kunci dari Traveloka ada pada metasearch engine yang membantu pengguna melakukan pencarian tiket pesawat, tiket kereta api, sampai dengan pemesanan hotel.
ADVERTISEMENT
Metasearch engine di Traveloka bekerja mengorganisasikan penyatuan hasil dari berbagai search engine dengan tujuan untuk meningkatkan presisi hasil pencarian informasi di web maupun aplikasi.
Para pendiri Traveloka kala itu tak hanya menjalankan peran sebagai software engineer. Mereka menjalan tugas dari A sampai Z. Mereka turut berperan sebagai customer service yang mendengar langsung pertanyaan dan keluhan dari konsumen.
Ada pertanyaan atas kebutuhan yang telah diakomodir oleh layanan Traveloka. Ada juga kebutuhan lain yang belum diakomodir dalam layanan Traveloka, dan pada akhirnya itu menjadi fitur penting yang memberi pengalaman hebat dalam memakai Traveloka.
“Waktu itu banyak telepon. Ada yang menanyakan, ‘Kalau mau beli tiket jauh begini, jam segini, caranya bagaimana? Pas klik, ini itu, jadinya bagaimana?’ Kami banyak belajar mendengar keluhan-keluhan konsumen, termasuk kebutuhannya apa."
ADVERTISEMENT
Traveloka bukan cuma mengakomodir saran dan kritik dari pengguna. Mereka juga harus menampung kebutuhan para mitra bisnis seperti maskapai penerbangan, PT Kereta Api Indonesia, sampai para pengelola hotel di Indonesia dan di luar negeri.
Mendengar langsung kebutuhan konsumen dan mitra bisnis menjadi pengalaman yang berharga bagi Albert. Dia menjadikan itu sebagai budaya kerja di Traveloka. Dalam wawancara dengan kumparanTECH beberapa waktu lalu di Traveloka Campus di kawasan BSD, Tangerang Selatan, Albert berulang kali menekankan pentingnya menjalankan prinsip "always listen to your customers and partners."
"Kami selalu berusaha mendengar apa mau konsumen dan apa mau partner bisnis kami untuk menentukan kehadiran fitur baru atau produk baru. Kolaborasi ini sangat penting," jelas Albert.s
Layanan Traveloka kini tak sebatas pada layanan OTA. Di usia 10 tahun, perusahaan berambisi menjadi lifestyle superapp dengan berbagai layanan, mulai dari Traveloka Eats untuk beli antar makanan, Traveloka Xperience untuk membeli tiket wisata atraksi, layanan keuangan Traveloka PayLater yang kerja sama dengan BRI, dan beberapa produk lainnya.
ADVERTISEMENT
Albert berani klaim Traveloka saat ini adalah pemain OTA terbesar di Asia Tenggara. Sejak 2015, Traveloka memperluas bisnisnya di negara Asia Tenggara, termasuk Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Filipina, dengan total pengguna aktif mencapai 40 juta orang.
Titik terendah di kala pandemi Covid-19
Traveloka mengalami masa terburuk sepanjang sejarah perusahaan di kala pandemi Covid-19. Pariwisata adalah sektor industri yang paling terdampak.
CEO Traveloka, Ferry Unardi, mengatakan bisnis mereka kala itu "berada di titik terendah yang belum terjadi sejak pertama kali Traveloka berdiri." Permintaan konsumen atas penerbangan, perjalanan kereta api, dan penginapan, menurun drastis. Pemesanan turun drastis. Perusahaan dihadapi pada permintaan pengembalian dana (refund) yang melonjak signifikan.
Bisnis Traveloka mulai naik seiring diberlakukannya relaksasi mobilitas masyarakat di Indonesia dan sejumlah negara lain. Traveloka mendukung inisiatif pemerintah yang mendorong pemulihan industri pariwisata, yang pada akhirnya nanti berdampak positif pada performa perusahaan.
ADVERTISEMENT
Albert banyak belajar atas ketidakpastian yang muncul dari pandemi. Mereka semakin disiplin dalam hal investasi dan mengeluarkan uang. Mereka juga berupaya menggerakkan perusahaan secara efisien. "Ke depannya kita harus hati-hati lagi. Kita tetap monitoring situasinya," jelas Albert.