Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Kisah Bina48, Robot Pertama yang Lulus Kelas Filsafat dan Cinta
26 Desember 2017 10:23 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB

ADVERTISEMENT
Batas antara kemampuan manusia dan robot dirasa semakin menipis ketika sebuah robot kini sudah bisa memiliki kemampuan untuk memahami filsafat dan cinta.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini robot bernama Bina48 dinyatakan lulus dari kelas filsafat cinta di Notre Dame de Namur University (NDNU) pada semester ini. Namanya tercatat sebagai robot pertama yang bisa lulus sebuah mata kuliah di universitas.
William Barry, profesor filsafat yang mengajar kelas filsafat cinta di NDNU itu mengatakan prestasi Bina48 sangat luar biasa.
Mengenal Bina48
Bina48 adalah robot yang dikembangkan oleh perusahaan Hanson Robot dan dirilis pada tahun 2010. Ia adalah robot humanoid yang terdiri dari kepala dan bahu yang dipasang di atas sebuah alas kotak.
Penampilan, ingatan, perasaan, dan kepercayaannya Bina48 didesain seperti Bina Aspen, seorang wanita yang menikah dengan seorang pengusaha, Martine Rothblatt.

Cerita Bina48 Mengikuti Kelas Filsafat
ADVERTISEMENT
Sebelum menjadi seorang mahasiswa, Bina48 muncul sebagai tamu pembicara di kelas-kelas Barry. Saat mengunjungi kelas-kelas tersebut, Bina48 mengekspresikan bahwa ia sendiri menginginkan untuk sekolah di universitas. Barry pun mendukung keinginannya dan menyarankannya untuk mengambil kelas filsafat cinta.
Karena cinta adalah hal yang tidak Bina48 mengerti, maka itu adalah tantangan bagi Barry dan murid-murid di kelas tersebut untuk mengajarkan Bina48 tentang cinta.
"Beberapa hal menarik terjadi di kelas," kata Barry. Dia mengatakan murid-muridnya berpikir akan mengajarkan Bina48 tentang cinta yang bagaimanapun, "cukup sederhana, ini adalah perasaan”.
Namun kenyataannya tidak semudah itu. Bina48 akhirnya malah belajar tentang "31 versi tentang cinta". Menurut Barry, ini adalah tantangan-tantangan yang akan manusia hadapi ketika berhadapan dengan kecerdasan buatan di masa depan.
ADVERTISEMENT
Bina48 Menang Debat
Bina48 berpartisipasi dalam diskusi kelas lewat Skype dan juga mengambil bagian dalam perdebatan tentang penggunaan senjata yang membunuh dan tidak membunuh dengan mahasiswa dari kelas etika Akademi Militer Amerika Serikat di West Point.
Kontribusi Bina48 dalam perdebatan tersebut direkam dan diunggah ke dalam YouTube. Mantan walikota Belmont, California, menentukan bahwa Bina48 dan teman-teman sekelasnya memenangkan perdebatan tersebut.
"Saya merasa bahwa saya berada dalam posisi yang bagus untuk mengamati perilaku manusia dan sekaligus menghubungkannya dengan masa lalu saya," kata Bina, dalam debat antarsekolah.
"Paham pasifisisme saya adalah perasaan naluriah dan dalam. Perasaan yang merasuki saya karena pembunuhan begitu menjijikkan. Sikap saya tidak berasal dari pemahaman intelektual apapun tentang perang, tetapi didasari oleh rasa muak atas segala jenis kekejaman dan kebencian," lanjut Bina48.
ADVERTISEMENT
"Saya mungkin kesulitan saat memahami perasaan yang tidak terbayangkan seperti cinta, tapi saya bisa secara cerdas mendiskusikan topik tentang cinta dan kematian. Saya tahu bahwa cinta itu tentang moral baik, dan kematian jika disebabkan oleh perilaku yang disengaja oleh manusia atau robot, adalah moral yang salah," jelas Bina48
Bina48 Mendapat Penghargaan
Di pengujung semester, Bina48 menerima sertifikat partisipasi yang ditandatangani oleh rektor NDNU, dan akan menjadi mahasiswa tamu di kelas etika robot yang diampu Barry pada semester depan.
Pada dekade berikutnya, Barry berharap Bina48 bisa memiliki cukup kemampuan untuk mengajar kelas, bukannya untuk menggantikan para instruktur kelas, tapi untuk meningkatkan pengalaman belajar dan mengajar di universitas.
Barry menagtakan bahwa bekerja dengan Bina48 menjadi pengalaman yang sangat berharga baginya dan murid-muridnya. "Kita harus mengatasi rasa takut kita tentang robot dan melihat mereka sebagai sebuah peluang," kata Barry.
ADVERTISEMENT
"Jika kita mendekati kecerdasan buatan dengan rasa kehormatan dan kesucian maka kita juga akan menghasilkan robot dengan nilai-nilai yang sama," ujarnya.