Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kisah Intel Tukang Bakso dan Gado-Gado di Penyergapan Azahari dan Noordin M. Top
19 Juni 2020 7:07 WIB
ADVERTISEMENT
Selama beberapa hari terakhir komedian stand up Bintang Emon menjadi viral di media sosial. Hal itu terjadi setelah Emon mengunggah video kritik terhadap jaksa penuntut umum kasus penyiraman air keras Novel Baswedan. Dalam video berdurasi 1 menit 43 detik itu, ia mengkritik jaksa yang menuntut pelaku dengan hukuman 1 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Di akhir video, ia sempat menyinggung meme yang sudah populer di kalangan warganet yaitu: “Lho, kok ada tukang bakso?”
Sebagian warganet mengaitkan kata-kata itu dengan aktivitas intelijen yang sering menyamar menjadi tukang bakso.
Menurut pengamat intelijen Ridlwan Habib, profesi penjual makanan keliling seperti tukang bakso memang sering digunakan oleh anggota reserse atau Densus 88 untuk mengintai pelaku kriminal atau terorisme. Ia mencontohkan penyergapan dua gembong teroris Jamaah Islamiyah yaitu, Dr Azahari dan Noordin M. Top. Keduanya merupakan otak serangan sejumlah aksi teror di Indonesia seperti Bom Bali 2002 dan 2005, Bom JW Marriott 2003, serta Bom Kedutaan Besar Australia 2004.
Penyergapan yang berujung tewasnya dua teroris itu diawali oleh aktivitas pengintaian anggota Densus 88. Dalam kasus penyergapan Dr Azahari di Malang tahun 2005 silam, anggota Densus menyamar menjadi tukang Bakwan Malang.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam penyergapan Noordin M. Top di Solo pada 2009, anggota Densus menyamar menjadi tukang gado-gado. Noordin M. Top sendiri dikenal licin karena sering lolos dari sergapan aparat. Ia berhasil lolos saat penyergapan Dr. Azahari dan kembali lolos dengan menderita luka tembak di kaki saat dikepung di Wonosobo pada 2006.
“Contoh kesuksesan penyamaran terjadi saat penyergapan Dr Azahari di Malang. Mereka menyamar menjadi tukang bakwan kawi Malang di Perumahan Batu. Kemudian di Wonosobo mereka menyamar jadi penjual gas keliling. Sementara penyergapan Noordin M. Top menyamar jadi tukang gado-gado,” kata Ridlwan, kepada kumparan, Selasa (16/6).
Meski kerap digunakan anggota kepolisian, menurut Ridlwan, penyamaran sebagai penjual makanan keliling justru sudah jarang dilakukan anggota intelijen. Alasannya, zaman sudah berubah. Kini cara memperoleh informasi dilakukan dengan memantau percakapan di media sosial.
ADVERTISEMENT
“Sekarang eranya social media intelligence. Jadi sudah tidak perlu lagi operasi penyamaran sebagai tukang bakso. Orang-orang lebih sering membicarakan isu di media sosial,” jelasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.