Kominfo Ungkap PSE yang Belum Daftar: LinkedIn, Steam, Amazon, DOTA dkk

21 Juli 2022 17:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi aplikasi pencari kerja, linkedIn. Foto: MARTIN BUREAU/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi aplikasi pencari kerja, linkedIn. Foto: MARTIN BUREAU/AFP
ADVERTISEMENT
Kementerian Kominfo membeberkan sejumlah penyedia layanan sistem elektronik asing yang belum mendaftar PSE Privat per Kamis (21/7). Beberapa di antaranya seperti layanan gaming hingga jejaring sosial.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan menyebut beberapa penyedia layanan ini masuk ke dalam kategori 100 penyelenggara sistem elektronik dengan traffic terbesar. Apa saja?
"Dari data yang kami dapatkan, 100 (PSE) pertama yang belum daftar ialah Roblox, Opera, LinkedIn, PayPal, amazon.com, alibaba.com, Yahoo! Bing, Steam, DOTA, Epic Game, Battlenet, Origin, Counter Strike Global Offensive," kata Semuel dalam konferensi pers, Kamis (21/7).
Kantor Amazon. Foto: Reuters/Abhishek N. Chinnappa
Game Dota 2. Foto: Valve
Semuel mengatakan, keempat belas PSE tersebut akan dikirimkan surat 'ultimatum.' Artinya, jika dalam kurun waktu tertentu sejumlah PSE tersebut belum mendaftar, layanannya akan diblokir.
"Bagi mereka yang tak mendaftarkan per deadline, akan kita kirimkan surat peringatan untuk segera melengkapi dengan batas waktu 5 hari kerja," tegas Semuel.
"Sekarang sedang disiapkan surat untuk yang tadi saya sebutkan mereka yang belum daftar. Surat peringatan (bertujuan) (agar mereka) segera melengkapi, kalau tidak proses pemblokiran akan berjalan." tambahnya.
ADVERTISEMENT

Penyedia layanan elektronik diwajibkan mendaftar, kenapa?

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate, menekankan bahwa kewajiban pendaftaran bagi PSE, murni merupakan pendataan untuk mengelola dan mengetahui layanan apa saja yang beroperasi di Indonesia, pendaftaran tersebut bukan terkait izin konten.
“Pendaftaran ini jangan dikaitkan dengan substansi konten, ini bukan masalah konten, ini masalah administratif, ketertiban administrasi,” jelas Plate saat ditemui pada pertemuan ketiga Digital Economy Working Group (DEWG) G20 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Rabu (20/7).
Ia mengatakan, aturan ini sudah mengingatkan lembaga PSE sejak 2 tahun lalu untuk mendaftar melalui Online Single Submission (OSS). Adapun setiap PSE yang beroperasi di Indonesia wajib tunduk pada ketentuan dan regulasi berlaku, agar ekosistem digital di Indonesia dapat berkembang.
ADVERTISEMENT
“Sekarang untuk pendaftaran yang sangat sederhana dan ini sudah hampir 2 tahun, bukan mendadak. Kira-kira bisa Anda bayangkan kalau untuk mendaftar saja yang sangat mudah itu ditolak dan tidak mau, korporasi seperti apakah itu,” tegas Plate.

Kekhawatiran terhadap perlindungan data pribadi

Aturan PSE wajib mendaftar tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 (Permenkominfo 5/2020). Permenkominfo itu lantas menuai sorotan.
Ahli keamanan siber Teguh Aprianto dalam cuitannya di Twitter mengatakan, ada beberapa pasal terindikasi mengandung sejumlah pasal karet.
Misalnya, kendali untuk melakukan pemutusan akses berlebihan terhadap konten yang “melanggar aturan, meresahkan masyarakat, dan mengganggu ketertiban umum” yang tertuang pada Pasal 14 ayat 3.
Kominfo juga dikhawatirkan dapat meminta data pribadi pengguna untuk keperluan proses hukum, seperti yang tertuang pada Pasal 36 ayat 1.
ADVERTISEMENT
Padahal, hal ini bertentangan dengan kebijakan privasi dan panduan komunitas sebagian besar platform digital, seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan lain-lain.
Terkait kekhawatiran tersebut, Menteri Kominfo Johnny G. Plate menekankan jika kewajiban pendaftaran bagi PSE itu murni merupakan pendataan untuk mengelola dan mengetahui layanan apa saja yang beroperasi di Indonesia.