Konsumen: Sinyal Starlink Terganggu Jika Antena Terhalang Pohon - Bangunan

16 Mei 2024 8:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sinyal internet satelit bakal terganggu jika antena terhalang oleh objek seperti pohon hingga tower BTS. Foto: Telkomsel
zoom-in-whitePerbesar
Sinyal internet satelit bakal terganggu jika antena terhalang oleh objek seperti pohon hingga tower BTS. Foto: Telkomsel
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Internet Starlink besutan Elon Musk, sekejap menarik perhatian publik. Akses internet langsung ke satelit, speed ngebut, dan ada pilihan untuk bisa dibawa ke mana-mana. Siapa yang enggak ‘kepincut’ untuk mencoba?
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, internet seluler dan broadband masih menjadi pilihan yang tepat untuk mereka yang tinggal di perkotaan. Karena secara desain, internet satelit diperuntukan bagi mereka yang tinggal di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal tersebut, simak beberapa fakta berikut ini.
Pertama, Starlink terdiri dari perangkat yang membutuhkan akses jaringan langsung ke satelit Low Earth Orbit (LEO). Antena atau penerima sinyal ini harus dipasang di area yang terbuka tanpa ada halangan (obstruction) di atasnya. Apa gangguan yang dimaksud? Ia bisa berupa dahan ranting pohon, besi melintang, atap rumah, beton dan genteng yang ada di atas antena.
Buat pengguna yang memiliki mobilitas tinggi atau di daerah terbuka, tentu ini tak jadi masalah. Persoalan akan muncul bagi para pengguna di area perkotaan seperti perumahan, atau apartemen, di mana tempat kediaman bisa jadi terhalang tower lain yang lebih tinggi. Antena Starlink sejatinya, memang terus bergerak mendeteksi konstelasi satelit di angkasa.
ADVERTISEMENT
Mereka harus memanjat atap rumah atau mencari spot lain yang lebih optimal agar antena dapat menerima sinyal satelit lebih baik. Hal ini dialami pengguna Starlink di Jakarta, Ramda Yanurzha. Dalam akun X (dulu bernama Twitter) @ryanurzha, ia berbagi pengalamannya menggunakan Starlink di Jakarta.
Di X, Ramda mengatakan bahwa ia sempat menaruh antena di halaman rumah. Namun, aplikasi Starlink mendeteksi masih ada obstruction, sehingga sinyal kurang maksimal. Ramda lalu memasang antena di atap rumah. Di spot ini, jangkauan sinyal jauh lebih baik. Ramda mendapat kecepatan download 60 sampai 80 Mbps, serta upload 35 Mbps, serta latency rendah 28ms langsung ke satelit.
“Jadi dia memang syaratnya butuh luas pandang yang cukup besar, 100 derajat kalau nggak salah. Posisi antena jangan terhalang oleh ranting pohon, bangunan, atau objek lain. Nanti kan juga ada built in analisisnya, jadi kelihatan daerah mana yang terhalang,” kata Ramda.
ADVERTISEMENT
Ramda juga mengatakan internet Starlink nggak cocok buat orang yang maunya “terima beres.” Sebab, mereka harus memasang perangkat dan setup sendiri antenanya sebelum bisa menikmati internet dengan kecepatan tinggi.
Kedua, dari segi biaya langganan internet, Starlink lebih mahal dari internet seluler atau fixed broadband. Untuk paket bulanan Residensial, Starlink mematok harga mulai Rp 750 ribu dan harus membeli kit perangkat (beli di awal) dengan harga mulai Rp 7,8 juta.
Layanan satelit Starlink yang mahal juga diakui oleh Ramda. Dia bilang, Starlink memang ditujukan untuk segmen masyarakat menengah ke atas mengingat perangkat dan biaya internet yang dibanderol harga tinggi.
“Ini jelas bukan untuk segmen masyarakat umum. Terutama penghasilan menengah ke bawah. Karena kan alatnya saja Rp 8 juta untuk terminal satelitnya. Kemudian untuk langganan internetnya Rp 750 ribu per bulan. Ini kan harga yang bisa dibilang cuma untuk masyarakat yang mampu, sangat mampu bahkan,” kata Ramda.
ADVERTISEMENT
Layanan seluler dan fixed broadband masih jauh lebih terjangkau dari sisi harga. Apalagi buat pengguna di daerah perkotaan dengan segmen pengguna yang sangat memperhatikan pengeluaran bulanan mereka.
Berdasarkan riset Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2023, mayoritas pengguna internet mengeluarkan biaya langganan paket data seluler (Mobile Internet) antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu, tanpa membeli perangkat tambahan. Sementara untuk layanan fixed broadband mayoritas pengguna internet di Indonesia mengeluarkan biaya bulanan Rp 100 hingga 300 ribu.
Ridwan Effendy, Dosen Prodi Telekomunikasi STEI Institut Teknologi Bandung (ITB), membeberkan alasan mengapa harga langganan internet Starlink jauh lebih mahal dibanding seluler dan fixed broadband. Ini tentu berkaitan dengan investasi teknologi perusahaan SpaceX yang lebih besar untuk menyediakan rangkaian satelit mini di orbit yang rendah dari Bumi.
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan, internet satelit Starlink lebih cocok digunakan di rural area, karena mungkin di sana jangkauan akses fixed broadband maupun seluler masih kecil dan sulit.
“Karena investasinya Starlink juga enggak murah (untuk) satelit, makanya membutuhkan biaya yang enggak murah juga. Harganya sebanding dengan kecepatan yang ditawarkan untuk menjangkau daerah rural,” kata Heru kepada kumparanTECH.
Di area perkotaan, jaringan fixed broadband sudah tersebar sangat luas dengan ketersediaan kabel serat optik (FO), serta penyedia jasa internet (ISP) yang beragam dan memadai. Sementara itu, untuk layanan seluler, ketersediaan jaringannya mengandalkan infrastruktur base transceived station (BTS).
Sama seperti jaringan fixed broadband, infrastruktur BTS telah tersebar di banyak titik dengan ragam layanan jaringan LTE, 4G hingga 5G. Jaringan ini memiliki kualitas penetrasi sinyal yang baik yang mampu menembus tembok rumah, mal, perkantoran, area publik termasuk sudut kota yang padat, tanpa harus membeli antena satelit terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT