Memahami Micro Influencer yang Dianggap Paling Optimal dalam Pemasaran

14 November 2019 7:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi influencer perempuan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi influencer perempuan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Influencer seringkali menjadi jawaban sebuah brand untuk meningkatkan kesadaran konsumen atas identitas dan produk perusahaan. Namun, sebenarnya influencer macam apa sih yang dapat diandalkan untuk memperkenalkan brand kita?
ADVERTISEMENT
Pertanyaan itulah yang dibahas oleh Olivier Girard, Customer Success Director Digimind, saat mengisi konferensi Social Media Week Jakarta 2019, Rabu (13/11). Pasalnya, menurut laporan Olivier, 92 persen pemasar yang menggunakan influencer sebagai strategi pemasaran mereka menganggap bahwa itu memang merupakan cara yang efektif.
“Pertanyaannya bukan lagi ‘mengapa kita harus menggunakan influencer?’, tapi ‘bagaimana kita mengoptimalkan cara kita menggunakan influencer?’,” jelas Olivier.
Suasana Social Media Week Jakarta 2019 di Senayan City, Rabu (13/11). Foto: Aulia Rahman/kumparan
Olivier melanjutkan bahwa influencer sebenarnya memiliki kategori yang berbeda-beda tergantung cakupan follower-nya. Brand ambassador, misalnya, merupakan kategori influencer dengan follower dibawah 10 ribu. Adapun micro influencer adalah influencer yang memiliki pengikut antara 10-100 ribu. Dua kategori lain adalah macro influencer (100 ribu-1 juta) dan selebritas (lebih dari 1 juta follower).
ADVERTISEMENT
Lantas, jenis influencer apa yang lebih efektif menghubungkan brand dan konsumen? Menariknya, Olivier menganggap bahwa micro influencer merupakan jenis influencer yang paling optimal.
Influencer mikro adalah para ahli yang memiliki pengetahuan yang baik tentang produk, layanan, dan sektor yang mereka promosikan,” ungkap Olivier.
“Mereka juga kompeten, bersemangat, dan autentik,” sambungnya.
Social Media Week Jakarta 2019 di Senayan City, Rabu (13/11). Foto: Aulia Rahman/kumparan
Menurut Olivier, setiap influencer memiliki karakteristik peran yang berbeda. Brand ambassador, misalnya, meski punya follower yang sedikit, namun mereka cocok untuk menanamkan loyalitas brand ke konsumen. Sedangkan selebriti, meski follower-nya banyak, hanya dapat menanamkan kesadaran brand ke publik.
Omongan Olivier memang memiliki dasar. Penelitian yang dilakukan ExpertVoice pada 2016 lalu, misalnya, mengungkap bahwa dalam sepekan, micro-influencer memiliki 22,2 kali ajakan pembelian yang lebih banyak daripada konsumen biasa.
ADVERTISEMENT
“Konversi pembelian bukan hanya menyebutkan merek dalam percakapan, melainkan rekomendasi aktif untuk membeli produk, merek, atau layanan tertentu. Ini adalah dialog dua arah dengan masa simpan yang jauh lebih lama daripada penyebutan merek di media sosial yang hanya berlangsung beberapa menit,” jelas ExpertVoice, dalam penelitian mereka yang berjudul ‘The power of influencers. Quantified.’ (2016).
Meski demikian, Olivier tetap mengingatkan bahwa pemilihan influencer bergantung kepada tujuan kita ketika bekerja sama dengan mereka. Ini bukan berarti influencer dalam kategori lain menjadi tidak penting.