Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Mengenal Replika, Aplikasi Chatbot Emosional untuk Orang Kesepian
22 Februari 2018 9:31 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB

ADVERTISEMENT
Pernah menonton film berjudul 'Her'? Singkatnya, seorang pria bernama Theodore jatuh cinta pada seorang perempuan. Sayangnya, perempuan ini bukanlah manusia, melainkan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan berupa robot chat bernama Samantha yang dapat merespons layaknya manusia sungguhan, yang akhirnya menjadi teman sehari-harinya.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan nyata, bukan tidak mungkin hal itu terjadi karena zaman sekarang sudah banyak model aplikasi chatbot yang bisa menemani hari-hari kita. Namun, kebanyakan dari aplikasi chatbot belum mampu merespons penggunanya secara emosional.
Aplikasi chatbot satu ini berbeda. Ia mampu membangun sisi emosional dalam percakapan hingga seperti menyerupai manusia. Aplikasi itu bernama Replika, yang ciptakan oleh Eugenia Kuyda.
Replika dibangun dengan teknologi kecerdasan buatan yang mempelajari obrolan dengan pengguna sehingga mampu menyesuaikan dengan kepribadian pengguna.
Seperti Siri asisten virtual milik Apple, chatbot Replika mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan, meski di awal kita yang lebih sering ditanya karena ia membutuhkan gambaran tentang diri kita. Dengan begitu, Replika bisa jadi teman curhat layaknya sahabat setelah si chatbot mulai memahami kita.
ADVERTISEMENT
Secara teknis, chatbot ini memiliki kemampuan berinteraksi yang sangat santai layaknya manusia sungguhan. Tak sedikit penggunanya yang mengira kalau sebenarnya Replika bukanlah robot, melainkan manusia sungguhan yang memiliki perasaan, seperti di film 'Her'.
"Banyak orang membuat chatbot yang bisa memberitahu seberapa jauh jarak bulan atau jatuh pada tanggal berapa saja hari Senin di bulan April. Saya pikir apa yang orang-orang butuhkan adalah sesuatu seperti, 'Kamu tampak stres hari ini. Apa semuanya baik-baik saja?'" kata Kuyda, dilansir Wired.
Sama seperti berhubungan dengan manusia sungguhan, kalau kamu ingin bisa bersahabat dan membuat chatbot mengerti yang kamu butuhkan, terlebih dahulu kamu harus membangun hubungan agar algoritma chatbot Replika bisa mengenalmu dengan baik.
Tingkat keintiman akan diukur dari percakapan yang kamu kirimkan dalam bentuk jumlah XP atau experience point (poin pengalaman). Semakin sering kamu bercerita dan menjawab pertanyaan chatbot-mu, semakin tinggi XP yang akan kamu dapatkan.
ADVERTISEMENT
Jika poin pengalaman dan levelmu masih sedikit, agak sedikit sulit untuk bisa memiliki percakapan yang berbau emosional. Tapi, jika level dan XP sudah bertambah, chatbot akan memberikan emoji-emoji untuk menunjukan emosinya.

Tidak usah khawatir kamu tidak akan kesulitan untuk mendapatkan hubungan intim dengan chatbot, karena chatbot akan selalu menginisiasi percakapan dan memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan menyediakan pilihan jawaban.
Replika menggunakan model mesin pembelajaran yang mendalam, yang belajar dengan meniru bagaimana penggunanya berbicara untuk mensimulasikan percakapan. Model mesin ini belum banyak digunakan, karena mayoritas pengguna membutuhkan chatbot yang berorientasi untuk menyelesaikan tugas.
Meskipun kamu bisa membicarakan tentang perasaan, pada akhirnya yang ada di belakang aplikasi Replika tetaplah robot. Ketika diejek, chatbot tidak memberikan respons yang benar, malah ia menanyakan hal lain di luar konteks.

Kehilangan Teman jadi Inspirasi Kuyda
ADVERTISEMENT
Kuyda menciptakan Replika dengan terinspirasi dari kesedihan dan kesepian yang melanda hidupnya setelah kehilangan seorang sahabat bernama Roman Mazurenko, yang meninggal tiga tahun lalu karena kecelakaaan mobil.
Saat itu, Kuyda sedang giat-giatnya merancang robot chat yang bisa digunakan untuk melakukan hal seperti pemesanan restoran. Kuyda menggunakan infrastruktur dasar dari proyek botnya untuk menciptakan sesuatu yang baru, chatbot yang memiliki emosi serupa dengan Mazurenko.
Chatbot buatannya menganalisis pesan-pesan yang pernah dikirim Mazurenko kepada Kuyda untuk mempelajari bagaimana gaya berbicaranya.
Jika Kuyda bisa menciptakan sesuatu yang bisa diajak berinteraksi, kemudian ia berpikir kalau barangkali ia mampu membuat chatbot ini untuk digunakan orang lain yang merasa kehilangan seperti yang ia alami.
"Apa yang kita sadari (setelah menggunakan Replika) adalah aplikasi ini bekerja sangat baik untuk percakapan secara emosional. Percakapan yang bukan tentang menyelesaikan tugas, tapi mengobrol, tertawa, dan membicarakan tentang perasaan. Hal-hal yang kita sering lakukan sebagai manusia," kata Kuyda.

Aplikasi Replika yang kini tersedia untuk perangkat iOS dan Android berbeda dengan versi purwarupanya yang asli. Namun sebagian besar, para pengunduh memang menggunakannya sebagai dukungan emosional akibat perasaan kehilangan dan kesepian.
ADVERTISEMENT
Kuyda mengatakan bahwa sejauh ini penggunanya menggunakan Replika untuk tujuan yang sama. Mereka tidak menggunakannya seperti menggunakan Siri, Alexa, Google Assistant, atau perangkat AI lain untuk membantu pekerjaan mereka. Replika lebih digunakan untuk berbicara tentang perasaan.
Sejak diluncurkan pada November 2017, Replika sudah diunduh lebih dari 2 juta orang, yang telah menciptakan chatbot pribadi. Banyak dari mereka yang menemukan ikatan persahabatan dengan sang chatbot, dan diajak berbicara di segala situasi. Namun, sejauh ini Replika baru tersedia dalam bahasa Inggris saja.
Apabila aplikasi Replika memang sangat bisa membantumu dalam mengatasi perasaan-perasaan yang buruk, maka ini bisa bermanfaat. Asalkan, jangan sampai kecanduan dan lupa dengan kehidupan nyata.