Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Pembuat ChatGPT Sambangi Jakarta, Diskusi Pendidikan dengan Nadiem Makarim
14 Juni 2023 16:02 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Sam Altman, Co-Founder dan CEO OpenAI yang mengembangkan ChatGPT, menjadi pembicara di event Conversation with Sam Altman di Hotel Kempinski, Jakarta, pada Rabu, 14 Juni 2023. Dalam sesi itu hadir Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim .
ADVERTISEMENT
Menteri Nadiem menyampaikan 2 pertanyaan ke Sam Altman. Pertama, soal apakah AI atau kecerdasan buatan dapat mendominasi sektor pendidikan? Bagaimana para murid dapat memandang AI sebagai perspektif baru dalam proses belajar mereka.
“Sistem pendidikan (kemungkinan) dapat mengadopsi AI. Seperti apa menurut Anda pendidikan di masa depan dengan hadirnya sistem AI dan Natural Language System . . . bagaimana ini akan mengubah perspektif dalam perkembangan murid?” tanya Nadiem ke Sam.
Apa jawaban pertama yang diutarakan Sam?
Sam mengatakan, tools seperti ChatGPT awalnya akan ditolak oleh para guru dan dunia pendidikan. Ini adalah cara pandang yang sama seperti orang-orang dahulu merespons kehadiran kalkulator dan mesin pencari konten internet seperti Google.
ADVERTISEMENT
“Kami melihat para guru menolak (menggunakannya). Menganggap (kehadirannya) sebagai 'akhir' dari pendidikan. Namun, ada juga guru yang berpendapat bahwa 'kita perlu menggunakannya (ChatGPT)',” kata Sam.
Kehadiran AI dinilai bisa memberi kemudahan tersendiri bagi murid dalam proses belajar. Sama halnya seperti murid di level tertentu, atau mahasiswa, terbantu dengan alat bantu kalkulator untuk mempercepat perhitungan, atau mesin pencari Google untuk melakukan riset. Hal semacam ini, menurut Sam, adalah alat yang berharga buat para murid dalam memahami suatu konteks.
Sam berbagi cerita soal bagaimana ChatGPT pada awalnya dibatasi pemakaiannya oleh guru dan murid. Tetapi di tengah jalan, seiring dengan pengembangan teknologi AI di baliknya, mereka mulai mengadopsi AI untuk pencarian informasi.
“Saat ChatGPT pertama kali hadir di AS, guru dan sekolah mulai membatasi (hal itu). Namun, setelah itu, mereka menyadari bahwa mereka membuat kesalahan. Kita bakal (mengadopsi ini) dalam proses mengajar,” kata Sam.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, ChatGPT dan AI model lain berbasis teks, belum dapat diandalkan sepenuhnya untuk membedakan fakta dan fiksi. Sistem masih sering keliru soal berbagai hal, soal tanggal, fakta, sampai angka.
OpenAI sendiri memberi peringatan di halaman utama ChatGPT bahwa sistem ini "terkadang dapat menghasilkan informasi yang salah."
Nadiem Makarim kemudian melontarkan pertanyaan kedua perihal bagaimana ChatGPT dapat 'naik kelas' dari non profit tools menjadi sebuah hal yang dapat menghasilkan uang.
Sam mengungkapkan bahwa sejak awal, ChatGPT dibangun dengan misi non profit. Namun, ia menyadari bahwa membangun sistem Artificial General Intelligence (AGI) butuh biaya yang tidak sedikit dan butuh investor.
Sam membocorkan bahwa perusahaan sendiri butuh dana lebih dari 10 miliar dolar AS untuk menjalankan sistem tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia menganggap langkah itu sebagai sebuah taktik di mana ChatGPT bisa berjalan secara non profit namun tetap dapat beroperasi dan berkembang.
“ChatGPT bisa jadi milik kita semua. Kami tetap dapat melakukan hal terbaik untuk dunia dan tak melulu berpikir soal profit. Namun, kita bisa merangkul (para investor) untuk mendapatkan sumber daya yang kita butuhkan (untuk menjalankan ChatGPT).”