Pencipta PlayStation Sebut Metaverse Tidak Berguna

22 Januari 2022 11:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ken Kutaragi, pencipta PlayStation. Foto: YOSHIKAZU TSUNO / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ken Kutaragi, pencipta PlayStation. Foto: YOSHIKAZU TSUNO / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pencipta PlayStation, Ken Kutaragi, berpendapat bahwa metaverse tidak berguna. Dia pun memiliki ide lain untuk menciptakan dunia virtual selain metaverse.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa bulan terakhir, metaverse telah menjadi kata kunci yang 'seksi' di dunia teknologi karena menjanjikan dunia virtual di mana orang-orang dapat bekerja dan bermain. Wujud konsep tersebut sebenarnya masih buram hingga saat ini karena produk finalnya belum ada, namun sejumlah tokoh teknologi menganggap bahwa metaverse tidak menarik – salah satunya adalah Kutaragi.
Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg pada Kamis (20/1), Kutaragi menyebut bahwa metaverse tidak terlalu berbeda dengan teknologi masa kini dan tidak ada gunanya.
“Kamu lebih suka menjadi avatar yang dipoles daripada dirimu yang sebenarnya? Itu pada dasarnya tidak berbeda dari situs papan pesan anonim," kata Kutaragi.
Kutaragi, yang kini berusia 71 tahun, merupakan sosok di balik konsol game ternama PlayStation. Ia merupakan orang yang menciptakan bisnis video game Sony Group Corp. pada tahun 1993, dan sekarang menjabat sebagai chief executive officer di Ascent Robotics Inc., startup kecerdasan buatan yang berbasis di Tokyo.
ADVERTISEMENT
Menurut Kutaragi, metaverse justru tidak akan menggabungkan pengalaman dunia nyata dan virtual karena terkendala headset VR – perangkat untuk masuk ke ‘dunia virtual’ tersebut.
"Headset akan mengisolasi Anda dari dunia nyata, dan saya tidak setuju dengan itu," katanya. “Headset hanya mengganggu.”
Liburan menggunakan Virtual Reality di Jepang. Foto: Kim Kyung-hoom/REUTERS
Sebaliknya, Kutaragi menilai bahwa robot yang sedang dikembangkan Ascent Robotics saat ini akan mengatasi permasalahan tersebut dan membuat pengalaman dunia virtual terhubung dengan dunia nyata.
Tujuan dari Ascent Robotics, yang digambarkan Kutaragi sebagai misi hidupnya, adalah untuk memadukan dunia nyata dengan dunia maya secara mulus, tanpa gadget seperti hologram Star Wars.
Teknologi yang dikembangkan Ascent untuk sistem robotiknya akan membantu mengubah objek dunia nyata menjadi data yang dapat dibaca komputer. Idenya adalah untuk membuat robot yang lebih cerdas dan lebih fleksibel yang dapat melakukan berbagai tugas dan menghasilkan lebih dari satu jenis produk.
ADVERTISEMENT
Melalui teknologi tersebut, Kutaragi membayangkan revolusi industri e-commerce di mana orang dapat melihat produk yang ia pilih lewat hologram, atau menciptakan meeting jarak jauh tanpa perlu menggunakan perangkat VR yang rumit.
Selain untuk pengguna akhir (end-user), perangkat Ascent juga akan ditujukan untuk pelanggan ritel dan logistik guna membebaskan tenaga manusia dari tugas-tugas sederhana.
“Robot saat ini tidak memiliki perangkat lunak dan sensor yang dapat menandingi manusia dalam memahami dunia nyata dan bereaksi terhadap hal-hal yang mereka lihat untuk pertama kalinya, dan tujuan jangka pendek kami adalah menawarkan solusi untuk itu,” katanya.
“Karena Anda ingin robot dapat menciptakan berbagai hal, bukan hanya unit yang tak terhitung jumlahnya dari hal yang sama.”
ADVERTISEMENT
Ascent saat ini belum membuat produk konsumen dan masih merahasiakan detail rencana jangka panjangnya. Meski demikian, Kutaragi akan mulai membagikan lebih banyak visinya kepada publik tahun ini dan juga akan membentuk grup kolaborasi terbuka seperti yang dia lakukan saat membuat bisnis PlayStation.

Robot pembuat hologram, chip otak, atau metaverse: siapa yang jadi hal besar berikutnya?

Kutaragi bukanlah satu-satunya pemimpin teknologi yang menganggap bahwa produk perusahaannya lebih menarik bagi masa depan ketimbang konsep metaverse.
Sebelumnya, orang terkaya di dunia, Elon Musk, menyebut bahwa chip otak buatan startup Neuralink yang ia dirikan menawarkan pengalaman virtual yang lebih baik ketimbang metaverse yang mengandalkan headset VR.
Chip otak yang diciptakan Neuralik merupakan perangkat chip brain-computer interface. Ini merupakan chip yang memungkinkan orang untuk berinteraksi dengan komputer hanya dengan berpikir – layaknya telepati.
ADVERTISEMENT
Musk menyebut bahwa chip otak itu akan mulai diuji coba ke manusia pada tahun ini, setelah sebelumnya berhasil dipasang ke babi dan monyet.
CEO SpaceX dan Tesla, Elon Musk. Foto: Aaron P. Bernstein/Reuters
Di sisi lain, perusahaan pendukung metaverse masih yakin bahwa konsep dunia virtual itu akan menjadi hal besar berikutnya di masa depan. Contohnya adalah Meta – perusahaan induk Facebook – yang menurut laporan The Financial Times sudah mulai mematenkan lusinan teknologi baru guna mewadahi pengiklan di metaverse.
Pada tahun lalu, Facebook telah umumkan rencana mempekerjakan 10.000 orang di negara Uni Eropa dalam lima tahun ke depan untuk membuat metaverse. Perusahaan juga bilang mereka bakal menghabiskan setidaknya 10 miliar dolar AS di tahun 2021 untuk Facebook Reality Labs, divisi metaverse-nya yang bertugas membuat perangkat keras, perangkat lunak, dan konten AR dan VR.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan diri serupa juga ditunjukkan oleh Microsoft, pendukung metaverse selain Meta. Raksasa teknologi itu pada pekan ini membeli penerbit game Activision Blizzard dengan nilai hampir Rp 1.000 triliun karena menganggap game akan jadi fondasi metaverse.