Pendiri WhatsApp Bingung dengan Kebijakan Aplikasi Buatannya

17 Januari 2021 9:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu pendiri WhatsApp, Brian Acton. Foto: Mike Blake/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu pendiri WhatsApp, Brian Acton. Foto: Mike Blake/Reuters
ADVERTISEMENT
Aturan baru WhatsApp yang menggarisbawahi soal data pribadi pengguna membuat pendiri aplikasi tersebut mengernyitkan dahinya. Brian Acton, salah satu pendiri WhatsApp, mengungkap bahwa aturan tersebut sangat membingungkan dan sulit untuk diikuti.
ADVERTISEMENT
"Setelah membaca kebijakan privasi WhatsApp, saya merasa itu sangat membingungkan dan sulit untuk diikuti. Facebook mencoba memasukkan cara khusus tentang bagaimana mereka menggunakan data Anda untuk menampilkan iklan kepada Anda," ujar Acton, seperti dikutip Business Today.
"Dengan pembaruan tersebut, Anda masih memiliki premis data dibagikan kembali ke Facebook sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menargetkan pelanggan."
WhatsApp sendiri didirikan Acton bersama Jan Koum pada Februari 2009. Lima tahun berselang, tepatnya Februari 2014, mereka menjual aplikasi chat tersebut ke Facebook dengan harga hampir 22 miliar dolar AS.
Mengunduh aplikasi chat Whatsapp. Foto: Pixabay
Seiring berjalannya WhatsApp di bawah naungan Facebook, Acton akhirnya memutuskan pergi dari perusahaan pada September 2017. Kepergian Acton pun disebabkan oleh ketidaksepakatan dengan manajemen Facebook soal cara menghasilkan uang atau monetisasi di aplikasi pesan instannya.
ADVERTISEMENT
Kini, nama Acton kembali santer karena popularitas aplikasi chat Signal yang ia dirikan bersama Moxie Marlinspike pada Januari 2018. Setelah aturan baru WhatsApp menuai protes dari para penggunanya, Signal menjadi salah satu aplikasi dengan lonjakan download terbanyak minggu ini.
Berdasarkan laporan App Annie, ranking WhatsApp di daftar aplikasi populer menurun untuk wilayah Inggris Raya dan Amerika Serikat. Di AS, WhatsApp menempati posisi 38 untuk jumlah download dan urutan 10 di Inggris.
Sementara aplikasi pesaing WhatsApp, Telegram dan Signal, justru mengalami lonjakan jumlah download. Di beberapa negara bahkan jumlahnya melampaui total unduhan WhatsApp.
Aplikasi Signal di smartphone. Foto: Signal
Sensor Tower melaporkan pada 7 Januari, pertama kali kebijakan baru WhatsApp diberlakukan, jumlah download aplikasi Telegram meningkat hingga 1,7 juta dan Signal sebesar 1,2 juta. Sementara WhatsApp yang biasanya mendominasi industri platform chatting hanya meraih angka 1,3 juta.
ADVERTISEMENT
"Sebagai kebijakan perusahaan, kami tak membuka angka download. Tapi, kami melihat rekor angka pertumbuhan minggu ke belakang. Signal memuncaki ranking di App Store di lebih dari 70 negara dan di (Google) Play Store di lebih dari 35 negara," klaim Acton.
"Kami tak ingin tahu apapun. Tidak pada siapa Anda bicara, berapa banyak pesan yang Anda kirim, bahkan seperti apa foto profil Anda. Data Anda adalah untuk Anda sendiri," tegasnya.
Ia juga mengklaim bahwa Signal tidak bisa membaca pesan pengguna atau mendengarkan panggilan. Aplikasi Signal juga tidak memiliki akses terhadap kontak, keanggotaan, foto profil, atau data lokasi.
"Jika terjadi percobaan oleh peretas atau lembaga pemerintah, penyergap akan melihat deretan huruf dan angka yang tidak masuk akal. Signal tidak menyimpan log panggilan atau cadangan data,” katanya.
ADVERTISEMENT
“Kami telah memastikan aplikasi tersebut sangat mudah dioperasikan dan juga dapat atur pesan Anda agar menghilang seiring waktu, atau foto menghilang setelah dilihat sekali,” tegasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.