Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
CEO SoftBank, Masayoshi Son, dikenal sebagai miliarder yang ramah bagi pendiri perusahaan rintisan (startup) dalam beberapa dekade terakhir. Ia juga gemar suntik dana dan mendorong para pendiri startup untuk mengejar impiannya, meski itu berarti harus kehilangan banyak uang di awal bisnisnya.
ADVERTISEMENT
Namun, kesan yang ramah dari Son tampak sirna dalam sebuah acara pertemuan SoftBank dan beberapa pendiri startup yang diinvestasinya pada pekan ini. Dalam acara tersebut, Son memperingatkan bahwa bisnis tidak boleh main-main.
Menurut laporan Bloomberg yang berasal dari sumber yang hadir di acara tersebut, Son menyampaikan pesan kepada para pendiri startup yang isinya begini: Mimpi Anda sebaiknya menguntungkan. Mereka, para pendiri startup, diminta perlu segera mendapat keuntungan dan menekankan pentingnya tata kelola perusahaan yang baik.
Son juga mengingatkan bahwa investor tidak akan menoleransi tipu muslihat, seperti hak super-voting atau struktur saham yang rumit, yang menguntungkan pendiri startup secara sepihak atas pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, dia berpesan bahwa perusahaan harus mendapatkan bentuk tata kelola yang baik sebelum mereka menjual sahamnya ke publik atau initial public offering (IPO).
ADVERTISEMENT
Imbas dari Drama SoftBank dan WeWork?
Wejangan yang disampaikan Son nyatanya bukanlah pesan biasa. Ada indikasi ucapan itu berkaitan dengan gagalnya WeWork, startup penyedia CoWorking Space (ruang kerja bersama) dan juga salah satu perusahaan yang diinvestasi oleh SoftBank, untuk IPO.
Sebelumnya, WeWork hendak masuk ke dalam bursa saham. Namun, upaya tersebut mandek karena data keuangan yang buruk. Salah satu pihak yang mendesak keputusan tersebut adalah investor mereka, SoftBank, karena takut dengan valuasi yang tidak menentu.
Menurut dokumen prospektus IPO WeWork, startup yang memiliki basis di New York, AS, tersebut ternyata mengalami kerugian 900 juta dolar pada paruh pertama 2019. Selain itu, WeWork juga memiliki utang sebesar 47 miliar dolar untuk kewajiban sewa. Pendapatannya memang berlipat ganda secara efektif setiap tahun, tetapi beban sedemikian rupa lebih menjadi perhatian ketimbang besaran pertumbuhannya.
Terbongkarnya data keuangan WeWork yang kelam itu menjadikan para investor skeptis untuk menaruh uang mereka. Nilai valuasi WeWork pun turun, dari 47 miliar dolar (Rp 665,7 triliun) menjadi kurang dari 20 miliar dolar (Rp 283,3 triliun).
ADVERTISEMENT
Carut-marut tersebut juga dilengkapi dengan terungkapnya dokumen yang menyebut peran CEO WeWork, Adam Neumann, bisa menggunakan perusahaan untuk keuntungan dirinya sendiri dan beberapa ide yang tak relevan dengan bisnis perusahaan, menurut laporan The Verge. Ditambah, ia punya kepribadian yang eksentrik, mengingatkan kita pada sosok Jordan Belfort di film The Wolf of Wall Street.
Kondisi perusahaan yang belum memadai untuk IPO ini membuat hubungan Neumann dengan Son dan para investor lainnya menjadi renggang. Mundurnya Neumann dari jabatan CEO juga dilaporkan berasal dari desakan Son dan para petinggi SoftBank, yang disebut punya peran di dewan direksi WeWork.