Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ADVERTISEMENT
Kualitas udara di Jakarta pada malam hari mendadak menjadi sangat mengkhawatirkan. Hal ini didukung dengan bukti di aplikasi pemantau kualitas udara, AirVisual.
ADVERTISEMENT
kumparan menemukan keanehan tentang kualitas udara di Jakarta pada Selasa (21/4) malam hingga Rabu (22/4) dini hari. Dalam periode tersebut, polusi udara Jakarta meningkat pesat dibandingkan pada pagi atau siang hari, waktu di mana masyarakat sedang giat beraktivitas.
Berdasarkan pantauan di aplikasi pemantau kualitas udara, AirVisual, kondisi udara di wilayah Jakarta pada rentang waktu Selasa (21/4) malam hingga Rabu (22/4) dini hari terjadi peningkatan polusi udara yang cukup signifikan.
Aplikasi AirVisual menangkap polusi udara tertinggi terjadi pada jam 03.00 WIB dengan tingkat Air Quality Index (AQI) di level 220, yang berarti Very Unhealthy (sangat tidak sehat). Di jam tersebut, konsentrasi PM 2.5 mencapai 170 µg/m³.
Batas aman konsentrasi PM 2.5 di Indonesia adalah 65 mikrogram/m3. Jika melebihi batas tersebut, maka dapat mengganggu fungsi paru, memperburuk penyakit asma, dan jantung.
ADVERTISEMENT
Pengecekan juga dilakukan dengan data Kedutaan Besar AS di Jakarta di situs aqicn.org. Data tersebut juga menunjukkan hal yang sama, ada peningkatan polusi udara di Jakarta pada malam hari hingga puncak di dini hari. Data Air Quality Index menunjukkan, 197 yang berada pada level berbahaya.
Data BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) juga menunjukkan pola yang sama dengan data AirVisual dan Kedutaan Besar AS di Jakarta. BMKG menghitung PM 10 yaitu partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron.
Dari data BMKG, konsentrasi PM 10 tertinggi pada Rabu (22/4) pukul 02.00 WIB sebesar 172.00 µg/m³ dan semakin menurun menjelang pagi hari. Menurut WHO, ambang batas aman paparan PM 10 dalam durasi waktu 24 jam adalah 50 µg/m3.
Untuk kelompok sensitif mungkin lebih merasakan bagaimana dampak dari menghirup polutan ini. Salah satu kelompok “sensitif” yang mungkin akan lebih cepat menerima gejala akut dari kondisi tersebut salah satunya adalah anak-anak. Kelompok yang masih dalam masa pertumbuhan seperti anak-anak memiliki tingkat risiko penyakit pernapasan yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Kedua, ibu hamil dan kelompok geriatri atau kelompok lanjut usia. Tidak hanya itu, pekerja luar ruangan juga memiliki tingkat risiko yang tinggi terkait penyakit pernapasan. Dan yang terakhir adalah populasi-populasi yang sudah memiliki penyakit-penyakit dasar sebelumnya.
Analisis pakar soal polusi udara di Jakarta pada Selasa (21/4) malam
Fenomena polusi udara di Jakarta yang meningkat saat malam hari menimbulkan banyak pertanyaan. Apalagi saat ini ibu kota Indonesia itu sedang menjalankan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga tidak banyak aktivitas yang terjadi baik, pabrik maupun kendaraan.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Bondan Andriyanu, cukup terkejut dengan hasil data yang disampaikan bahwa polusi udara di Jakarta sangat tinggi saat malam hari. Menurutnya, untuk mencari sumber polusi dengan ukuran PM 2.5 sangat sulit dilacak.
ADVERTISEMENT
"Wah iya sampai 160 ug/m3 PM 2.5-nya jam 02.00. Untuk tahu pasti penyebabnya agak sulit. Karena PM 2.5 ini kan bisa travel 100 km dari sumbernya. Yang pasti, kalau asumsinya kendaraan berkurang, berarti ada sumber lain yang signifikan. Dan itu sulit di lacaknya," jelasnya saat dihubungi kumparan, Rabu (22/4).
Sementara Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto menjelaskan, fenomena itu hal biasa sebagai karakteristik harian dari perubahan suhu Bumi. Perubahan suhu ini menyebabkan tingkat polutan meninggi karena tidak bisa bergerak bebas.
"Ini memang karakteristik harian dari konsentrasi polutan, baik PM 2.5 maupun PM 10 menunjukkan karakter yang sama. Di mana waktu dini hari sampai pagi hari disebabkan udara yang mendingin atau suhu udara yang minimum. Saat udara mendingin, ia menjadi lebih mampet dan bergerak turun karena lebih berat, artinya polutan akan terbawa," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Polusi udara akan membaik ketika pagi hari diakibatkan oleh masuknya sinar matahari yang menyinari Bumi. Sinar tersebut membuat molekul udara lebih renggang, sehingga polutan bisa lepas ke atmosfer.
"Ketika pagi hari, udara ini lebih renggangkan. Karena sudah menerima sinar matahari maka berangsur panas itu renggangkan molekul udara. Ketika molekul udara merenggang, maka konsentrasi polutan ikut merenggang. Jadi yang terukur dari alat konsentrasinya menurun, sebab menjelang pagi," tuturnya.
Bondan dan Siswanto menduga, meningkatnya konsentrasi polusi udara di Jakarta mungkin disebabkan adanya aktivitas dari pembangkit tenaga listrik, panas dari pabrik, dan proses industri lainnya yang beroperasi hingga dini hari.
"Bisa artinya, kalau memang masih ada yang beroperasi hingga waktu dini hari justru itu yang mempertinggi konsentrasi, sebab dia tidak bisa naik ke udara yang lebih atas, karena ada lapisan inversi. Lapisan ini adalah kondisi di mana udara di dekat permukaan itu lebih mendingin dibandingkan udara di bagian atasnya. Sehingga udara dingin ini dan polutan tidak bisa naik ke atas karena tertahan di dekat permukaan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.