Riset: Pemilik iPhone Adalah Orang Kaya

10 Juli 2018 8:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peluncuran perdana iPhone 8 (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peluncuran perdana iPhone 8 (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Jika kamu ingin mengetahui seseorang dapat dikatakan kaya atau tidak, sebuah studi baru menyarankan kamu untuk melihat smartphone orang yang bersangkutan. Kalau ponselnya iPhone, berarti ia orang kaya.
ADVERTISEMENT
Itulah yang dikatakan dalam riset baru dari National Bureau of Economic Research bersama dengan peneliti ekonomi dari Univesity of Chicago, Marianne Bertrand dan Emir Kamenica.
"Kami mengukur jarak budaya antara dua kelompok sebagai kemampuan untuk menyimpulkan kelompok individu berdasarkan konsumsi media, perilaku konsumen, waktu penggunaan, atau sikap sosial mereka," tulis peneliti dalam risetnya.
Seorang pengguna menjajal iPhone 6s. (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pengguna menjajal iPhone 6s. (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
Studi yang meneliti indikator kekayaan itu menemukan bahwa seseorang memiliki pendapatan tinggi jika punya iPhone. Pendapat itu dibuktikan dengan data yang menunjukkan 69 persen pemilik iPhone teridentifikasi berpenghasilan tinggi.
Sementara di bawahnya ada pemilik iPad dengan 66,9 persen dikategorikan sebagai salah seorang dengan gaji tertinggi. Sementara pengguna ponsel Android hanya 59,5 persen yang diprediksi ilmuwan sebagai orang berpenghasilan tertinggi.
ADVERTISEMENT
"Sepanjang tahun dalam data kami, tidak ada merek individual yang memprediksi berpenghasilan tinggi seperti memiliki iPhone Apple pada 2016," ucap periset seperti dikutip dari Business Insider.
Bandingkan dengan tahun 1992, yang disebut dalam penelitian bahwa 62,2 persen pengguna produk saus moster merek Grey Poupon Dijon dikategorikan sebagai orang berpenghasilan teratas.
Dalam penelitian ini, ilmuwan menggunakan data dari Mediamark Research Intelligence, mulai dari 1992 sampai dengan 2016, dengan sampel 6.394 warga AS sebagai peserta studi. Peneliti juga mengumpulkan data lain dengan kuesioner dan wawancara tatap muka.