Rohingya Gugat Facebook Rp 2.852 T: Gagal Bendung Hate Speech dan Genosida

10 Desember 2021 7:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di pesisir pantai Kuala Simpang Ulim berada di sekitar tenda darurat di pulau Idaman, Aceh Timur, Aceh, Minggu (6/6/2021). Foto: Irwansyah Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di pesisir pantai Kuala Simpang Ulim berada di sekitar tenda darurat di pulau Idaman, Aceh Timur, Aceh, Minggu (6/6/2021). Foto: Irwansyah Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pengungsi Rohingya di AS dan Inggris umumkan gugatan ke Facebook sebesar 150 miliar pound sterling atau sekitar Rp 2.852 triliun. Gugatan ini dibuat karena imigran Rohingya mengeklaim bahwa jejaring sosial tersebut gagal membendung ujaran kebencian di platformnya hingga memperburuk kekerasan terhadap minoritas Myanmar yang rentan.
ADVERTISEMENT
Dalam dokumen pengaduan di pengadilan California, AS, pengungsi Rohingya mengatakan algoritma Facebook mempromosikan disinformasi dan pemikiran ekstrem yang diterjemahkan ke dalam kekerasan di dunia nyata.
Pengaduan hukum pengungsi Rohingya berargumen bahwa algoritma Facebook mendorong pengguna yang rentan untuk bergabung dengan kelompok yang semakin ekstrem, situasi yang "terbuka untuk dieksploitasi oleh politisi dan rezim otokratis".
“Facebook seperti robot yang diprogram dengan misi tunggal: tumbuh,” kata dokumen pengadilan, dikutip dari Al-Jazeera.
Rohingya merupakan kelompok minoritas di Myanmar dan sering dipandang sebagai migran ilegal oleh pemerintah negara tersebut. Mereka telah didiskriminasi oleh pemerintah dan publik Myanmar selama beberapa dekade ke belakang.
Setidaknya, diperkirakan 10.000 Muslim Rohingya tewas selama penumpasan militer di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha pada 2017, menurut laporan BBC.
Logo Meta, rebranding perusahaan Facebook. Foto: Dado Ruvic/Reuters
Facebook sendiri memiliki lebih dari 20 juta pengguna di Myanmar. Platform media sosial itu dianggap oleh banyak orang di sana sebagai cara utama untuk akses dan sharing berita.
ADVERTISEMENT
Pada 2018, Facebook mengakui bahwa mereka memang tidak cukup untuk mencegah hate speech dan hasutan kekerasan terhadap Rohingya.
Pada tahun yang sama, penyelidik hak asasi manusia PBB juga mengatakan penggunaan Facebook telah memainkan peran kunci dalam menyebarkan ujaran kebencian yang memicu kekerasan. Penyelidikan Reuters pada 2018, yang dikutip dalam pengaduan hukum di AS, menemukan lebih dari 1.000 contoh posting, komentar, dan gambar yang menyerang Rohingya dan Muslim lainnya di Facebook.
Di bawah hukum AS, Facebook dilindungi dari kewajiban atas konten yang diposting oleh penggunanya. Namun, gugatan dari pengungsi Rohingya berpendapat bahwa hukum Myanmar - yang tidak memiliki perlindungan seperti itu - harus menang dalam kasus ini.
Meta, selaku perusahaan induk Facebook, belum menanggapi gugatan ini.
ADVERTISEMENT