Selesaikan Kasus Cambridge Analytica, Meta Bayar Denda Rp 11,3 T

26 Desember 2022 10:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Logo Meta, rebranding perusahaan Facebook. Foto: Dado Ruvic/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Logo Meta, rebranding perusahaan Facebook. Foto: Dado Ruvic/Reuters
ADVERTISEMENT
Induk Facebook, Meta, membayar denda terbesar dalam sejarah kasus gugatan class action privasi data. Perusahaan setuju membayar sebesar 725 juta dolar AS atau sekitar Rp 11,3 triliun (kurs Rp 15.593,1) untuk menyelesaikan kasus gugatan skandal Cambridge Analytica sejak 2018.
ADVERTISEMENT
Penyelesaian kasus tersebut masih harus disetujui terlebih dahulu oleh hakim federal di Distrik Utara California. Dokumen penyelesaian menyatakan denda Rp 11,3 triliun merupakan yang terbesar dalam kasus gugatan class action privasi data, serta denda terbesar yang pernah dibayar Meta untuk menyelesaikan gugatan class action.
Sementara itu, Meta mengatakan akan mengejar penyelesaian kasus tersebut demi kepentingan komunitas dan pemegang saham perusahaan. Penyelesaian kasus, kata Meta, telah mengubah praktik berbagi data sejak skandal 2018 itu dan tidak lagi mengizinkan akses pihak ketiga ke data yang sama tentang pengguna.
Ilustrasi Facebook. Foto: Reuters/Valentin Flauraud
Gugatan berawal dari terungkapnya Facebook membagikan data sekitar 87 juta penggunanya kepada perusahaan konsultan Cambridge Analytica. Data tersebut dikumpulkan lewat aplikasi kuis kepribadian, 'This Is Your Digital Life'.
ADVERTISEMENT
Skandal yang menyita perhatian publik tersebut tidak hanya mengungkap boroknya Facebook dalam melindungi privasi penggunanya, tetapi juga keterlibatan Cambridge Analytica dengan kampanye Donald Trump dalam Pemilu Presiden AS 2016.
Gugatan class action kemudian diperluas untuk mencakup contoh lain dari Facebook berbagi data pengguna dengan pihak ketiga tanpa persetujuan yang tepat.
"Penyelesaian (kasus) bersejarah ini akan memberikan kelegaan yang berarti bagi kelas dalam kasus privasi yang rumit dan baru ini," kata Derek Loeser dan Lesley Weaver dari firma hukum Keller Rohrback LLP, seperti dikutip The Verge.