Terkuak, Ini Penyebab Website Pemerintah Tidak Enak Dilihat

22 September 2021 6:46 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Website KPI jadi meme di Twitter karena tampilannya dinilai mirip situs judi. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Website KPI jadi meme di Twitter karena tampilannya dinilai mirip situs judi. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Isu pelecehan seksual tak hanya jadi salah satu isu yang dihadapi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada September 2021. Di media sosial, lembaga penyiaran itu juga mendapat sorotan karena tampilan website yang buruk.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pantauan kumparanTECH, sorotan netizen terhadap tampilan website KPI muncul tatkala lembaga tersebut menjadi headline di media nasional berkat kasus pelecehan seksual pegawainya pada awal bulan ini. Kasus tersebut tampaknya membuat netizen mencari lebih banyak informasi mengenai KPI — termasuk mengunjungi situs web mereka — dan menemukan ada yang lucu di situs tersebut.
“Barusan liat website kpi.go.id jelek bat kayak website judi,” kata seorang pengguna Twitter dengan username @agihalisna pada 3 September 2021.
Meski kicauan original dari tweet tersebut sudah enggak bisa ditemukan lagi, screenshot-nya diedarkan oleh sejumlah akun meme dan base, salah satunya @txtdrprogramer. Tak pelak, lelucon kritis ini pun menjangkau netizen yang lebih luas, mendulang retweet dan like.
ADVERTISEMENT
Banyak netizen yang bertanya-tanya kenapa tampilan situs KPI enggak enak dilihat. Tak sedikit pula yang mencoba menganalisis apa yang salah dengan tampilan website KPI. Dari berbagai reaksi netizen itu, mereka sepakat bahwa tampilan website lembaga satu ini memang jelek — dan ungkapan kayak situs judi kurang lebih merupakan referensi yang tepat sebagai analogi.
Dalam sebuah tweet balasan untuk @txtdrprogramer, seorang netizen dengan username @jajargenjang_ menampilkan screenshot website KPI. “Beneran kek situs judi togel,” canda dia.
Screenshot tersebut menampilkan halaman awal situs web KPI. Tampilannya mencakup konten informasi dan pengumuman yang dipublikasi oleh KPI, beserta tautan timeline Twitter resmi lembaga penyiaran itu.
Adapula logo KPI yang terselip di antara konten informasi yang disediakan sang lembaga. Dalam segi bentuk, ukurannya tidak proporsional karena terdistorsi secara horizontal.
ADVERTISEMENT

Problem lama website pemerintah: Tampilan jelek, tak menarik

Percakapan di media sosial mengenai situs web KPI membuat netizen bertanya-tanya: Kenapa tampilan website pemerintah umumnya jelek?
Berdasarkan penelusuran kumparanTECH, pertanyaan semacam ini konsisten muncul dalam pencarian Twitter hampir di setiap tahun. Salah satu tweet tertua yang mengkritik buruknya antarmuka website pemerintah muncul sejak hampir satu dekade lalu, pada 2012.
Kendati demikian, pertanyaan dan kritik tampilan situs web pemerintah yang jelek sebelumnya enggak viral karena mungkin momennya tidak tepat. Sebagai konteks, KPI menjadi buah bibir netizen Twitter dalam dua pekan pertama September 2021 karena isu pelecehan seksual.
Tampilan yang jelek memang merupakan salah satu masalah website pemerintah, menurut para profesional di bidang desain user interface dan programmer.
ADVERTISEMENT
Seorang programmer bernama Rony Lantip menjelaskan, antarmuka website yang buruk pada akhirnya mengurangi minat masyarakat untuk mengakses situs web pemerintah. Padahal, salah satu fungsi situs web pemerintah adalah untuk menyampaikan informasi resmi dari mereka.
“Semua hal tampak ingin ditampilkan di depan. Permasalahan utama lagi yang berkali-kali saya sebut juga ketika membahas situs pemerintah, mereka hanya jadi akuarium,” kata Lantip, ketika dihubungi oleh kumparanTECH via email.

Dominasi Boomer?

Salah faktor utama mengapa situs pemerintah punya antarmuka dan tampilan yang jelek, dugaan netizen, disebabkan oleh dominasi Boomer di atas para pekerja generasi muda saat membangun website.
Menurut Sunu Pinasthika, pemilik Isuk Studio yang bergerak di bidang desain dan web developer, tidak dilibatkannya generasi muda dalam membangun website merupakan salah satu penyebab mengapa tampilan situs web terlihat jelek. Sunu sendiri sempat beberapa kali bekerja sama dengan instansi pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Mungkin karena kita masa peralihan, ya. Ibaratnya, orang-orang tua zaman dulu itu enggak mengerti apa-apa tentang teknologi. Sekarang, waktunya anak muda masuk. Ya, tapi kan, ketika masuk enggak langsung mengerjakan,” kata Sunu.
Sunu menyebut bahwa dia optimis tampilan website pemerintah akan lebih baik di masa depan. Yang terpenting, kata dia, pegawai muda diberi kepercayaan lebih dan instansi pemerintah merekrut pegawai yang memang punya kapabilitas di bidang pembangunan dan pemeliharaan website.
“Aku pernah menemukan —cuma satu sih, enggak bisa menggambarkan semua— pegawai pemerintah yang aku temukan itu enggak mengerti apa yang dia lakukan. Saat itu coding sih, dia bagian IT. Bos-nya enggak mengerti, dianya enggak mengerti. Jadinya kan hire (vendor),” ungkap Sunu.
ADVERTISEMENT
“Ketika orang yang buatkan (website) itu sudah setop, ya, merawatnya bagaimana? Jadi, yang paling penting ya SDM-nya ditingkatkan.”
Selain persoalan sumber daya manusia, Sunu juga menyoroti minat instansi pemerintah itu sendiri dalam membangun website. “Mungkin web itu dianggap enggak penting,” kata Sunu.

Antara estetika antarmuka dan pengalaman pengguna

Meski netizen menyoroti soal aspek estetika tampilan, Lantip dan Sunu menganggap bahwa ada masalah terpenting dalam website pemerintah: Pengalaman pengguna atau user experience (UX).
“Tolok ukur utama, kalau bicara UX, adalah mengenai kemudahan akses, kemudahan ketertemuan data yang dibutuhkan. Website pemerintah kita rata-rata mengabaikan ini, justru kadang karena mengejar keindahan, sehingga data ditampilkan dalam format jpg atau pdf,” ujar Lantip.
Lantip mengatakan bahwa website pemerintah kerap menggunakan image untuk tombol menu. Masalahnya, image tersebut sering gagal di-load, entah karena corrupted atau karena kesalahan sistem (salah path, beda http dengan https, dan lain sebagainya).
ADVERTISEMENT
“Mengenai UI-nya, saya sendiri termasuk yang kurang begitu mementingkan keindahan dan mengejar teknologi web terkini (animasi dan sejenisnya),” kata Lantip.
“Karena selain kadang bikin situs lebih berat untuk diakses, utamanya karena fungsi utama website pemerintah itu mestinya melayani kebutuhan informasi terhadap warganya. Jadi meskipun tampilan jelek (secara standar web design) tetapi tujuan tercapai (aksesibilitas, update, ringan), maka itu sudah bagus banget.”
Senada dengan Lantip, Sunu menyebut bahwa hal utama yang mestinya ditawarkan oleh website pemerintah adalah kemudahan akses. Dalam hal ini, dia menilai bahwa user interface (UI) dan user experience (UX) adalah satu kesatuan yang enggak bisa dipisah.
“UI yang amburadul, pasti UX-nya amburadul. Soalnya untuk mencari informasi saja jadi susah,” ungkap Sunu.
Ilustrasi pengguna smartphone kesal melihat user interface yang buruk. Foto: Shutterstock
Sunu menjelaskan, situs web pemerintah dapat dibagi menjadi dua kategori. Yang pertama adalah website yang berfokus pada publikasi informasi (misalnya, situs cek fakta hoaks dari Kominfo) dan yang kedua adalah website layanan publik (seperti situs pembayaran pajak atau perpanjangan SIM).
ADVERTISEMENT
Perihal website pemerintah yang berfokus pada publikasi informasi, Sunu menilai bahwa mereka hanya perlu merapikan layout tampilannya saja. “Kayaknya yang rapi itu (instansi) pusat kayak Kemendikbud atau Kominfo. Kalau aku lihat, di daerah-daerah gambarnya masih dummy,” kata Sunu, yang menekankan perlunya pemerataan perbaikan tampilan website pemerintah daerah.
Nah, dalam hal website layanan publik, Sunu menilai bahwa perlu ada perbaikan dalam segi pengalaman pengguna. Dia merasa bahwa situs web pemerintah umumnya enggak menawarkan pengalaman pengguna yang menyenangkan.
“Setelah fungsionalnya selesai, (situs layanan publik) itu enggak menjaga perasaan yang pakai supaya merasa nyaman. Kalau sudah selesai, ya sudah. Ya, itu sih, identiknya apps-apps pemerintah kan begitu,” kata Sunu.
Sunu pun punya pengalaman langsung soal user experience yang tidak menyenangkan di situs layanan publik. Dia bercerita bahwa beberapa waktu lalu dia sempat punya masalah ketika memperpanjang SIM secara online.
ADVERTISEMENT
Sunu mengatakan bahwa dia mengajukan perpanjangan SIM bersamaan dengan temannya. Namun, perpanjangan SIM temannya cuma butuh waktu satu hari, sedangkan Sunu belum mendapat kejelasan hingga hari ke-15.
Sunu pun bertanya-tanya mengapa perpanjangan SIM-nya lama. Dia hendak bertanya ke pihak terkait, namun tak menemukan informasi apa pun di situs perpanjangan SIM online.
“Masalahnya itu, aku harus tanya ke siapa? Enggak ada. Fungsionalnya (situs perpanjangan SIM) mungkin jalan, ya, tapi experience-nya yang fail. Aku harus tanya ke siapa?” kata Sunu.
“Aku cari pencetannya (di situs web), tulisannya masih dikembangkan. Jadi, kayak dibiarkan lepas enggak bisa apa-apa. Pasrah,” imbuh Sunu, sembari bercerita bahwa dia perlu Googling dan direct message Twitter NTMC Polri, meski tidak dibalas.
ADVERTISEMENT
Sunu sempat merasa hopeless dengan nasib SIM-nya. “Seumpama setelah sebulan aku enggak punya SIM, ya sudah aku enggak punya SIM selamanya, rasanya kayak begitu,” kata Sunu. Untungnya, perpanjangan SIM-nya selesai di hari ke-20 sejak pengajuan. Hingga saat ini, dia enggak paham mengapa waktu yang dibutuhkan berbeda dengan temannya.